Ada tidak kurang dari 300 anak muda, laki-laki maupun perempuan, berduyun-duyun memenuhi Joglo Panglipuran Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (8/2/2023), dalam sebuah acara bertajuk “Kongkow Bambang Pacul”. Itu adalah momen kali pertama saya melihat sosok Bambang Pacul dari jarak yang cukup dekat, mendengar bagaimana caranya berbicara.
Seandainya tidak ada pembatasan jumlah maksimum peserta, tentu angkanya bisa membeludak, lebih dari 300 peserta. Tapi angka 300 itu pun sudah cukup membuat takjub. Sebab, bagaimana bisa sosok berusia 67 tahun itu, alias eyang-eyang, bisa menarik atensi besar dari milenial dan gen z? Sosok politisi pula.
Dalam sesi kongkow yang berlangsung dari pukul 15.00 WIB-17.00 WIB itu, anak-anak muda itu bahkan tampak menyimak dengan antusias dan serius apa yang Bambang Pacul katakan, sembari sesekali tergelak saat Bambang Pacul berkelakar dan ngomong ceplas-ceplos.
Paling mutakhir, sosok yang akrab dengan panggilan Komandan Pacul itu menggemparkan sebuah penerbit populer di Jogja: Buku Mojok. Buku tentang Komandan Pacul berjudul Mentalitet Korea Jalan Ksatria Komandan Bambang Pacul terbitan Buku Mojok terjual 2000 lebih eksemplar hanya dalam kurun 10 hari sejak hari pertama pra-pesan per Selasa (19/3/2024). Angka yang tentu masih akan terus bertambah.
Berdasarkan data dari Buku Mojok, para pemesan pun tidak hanya dari Jawa saja. Bahkan luar Jawa seperti Sumatera pun ada. Semakin menegaskan betapa fenomenalnya sosok Komandan Pacul.
Anak muda butuh sosok jujur seperti Bambang Pacul
“Di saat orang jengah dengan intrik kekuasaan, Komandan Pacul hadir dengan keterbukaan dan kejujuran. Suatu hal yang mulai hilang dalam politik kita,” ungkap Direktur Buku Mojok, Aditia Purnomo merespons fenomena Komanda Pacul, Senin (1/4/2024).
Sudah jamak diamini bahwa Komandan Pacul adalah sosok politisi yang apa adanya dan cenderung ceplas-ceplos. Tapi justru itulah yang kemudian jadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak muda, menyusul kejengahan mereka terhadap politisi-politisi yang penuh pencitraan.
Menurut Adit, sapaan akrabnya, Buku Mojok sendiri sebelumnya pernah menerbitkan buku dengan animo yang sama besarnya dengan animo buku Mentalitet Korea. Hanya saja, buku yang meledak sebelumnya adalah buku bertema populer.
Oleh karena itu, bagi Adit, menjadi pencapaian besar bagi Buku Mojok ketika buku dengan tema non-populer seperti Mentalitet Korea berhasil menyedot animo yang begitu besar.
“Apalagi pemikirannya tentang korea ini bisa dijelaskan dengan bahasa yang mudah untuk orang awam pahami” jelas Adit.
“Untuk orang dengan jabatan yang tinggi, baik di partai atau parlemen, Komandan saya akui kehebatannya karena masih merawat akar dan turba ke masyarakat langsung,” sambungnya.
Atas catatan-catatan di atas, tak ayal jika buku Mantelitet Korea langsung jadi buruan para pembaca, terutama dari kalangan korea-korea: orang-orang yang berangkat dari kalangan menengah bawah. Mereka ingin menyelami lebih dalam mengenai konsep ‘korea’ yang Bambang Pacul populerkan.
Orang-orang kecil berani bermimpi besar
Dari ribuan orang yang telah memesan buku Mentalilet Korea, saya mengambil testimoni dari Dua orang. Satu orang yang bukunya sudah di tangan dan satu orang yang baru berniat untuk memesan.
Akmal (25), Koordinator Wilayah Orang Muda Ganjar (OMG) Jawa Tengah untuk Pemilu 2024 melihat Komandan Pacul sebagai fenomena politik yang positif. Menurutnya, Komandan Pacul membuat politik terasa begitu asyik alih-alih panas dan penuh ketegangan.
Maka, ketika mengetahui ada buku tentang pemikiran Komandan Pacul (Mentalitet Korea), Akmal mengaku tertarik. Ia merasa perlu menyelami alam pikir Komandan Pacul.
“Kalau soal ‘korea’ sepengetahuanku sebenernya sudah banyak politisi sampaikan ya. Cuma akhirnya nggak boom di kalangan anak muda karena pembawaan personal si politisi yang biasa aja. Beda dengan pembawaan Pak Pacul yang khas dan masuk di kita-kita,” ucap Akmal saat saya hubungi, Minggu (31/3/2024) malam WIB.
Konsep ‘korea melenting’ dari Komandan Pacul, di mata Akmal, membuat banyak anak muda, bahkan dari kalangan biasa sekalipun punya kepercayaan diri untuk terjun dan bertekad menjadi orang besar lewat jalur politik.
Sementara Ikhsanun (24) mengaku tertarik membeli buku Mentalitet Korea karena termotivasi dengan jargon “Korea-Korea Melentinglah!”. Bagi Ikhsanun jargon yang berangkat dari ‘ceramah-ceramah’ Komandan Pacul di banyak kesempatan itu mampu menumbuhkan semangat anak muda dari kalangan orang biasa sepertinya untuk berani bermimpi jadi orang besar, entah di dunia politik maupun yang lain.
Karena memang menurut Komandan Pacul melenting bisa lewat jalur mana saja. Yang terpenting sebelum melenting adalah harus punya mentalitet korea lebih dulu. Mentalilet yang seperti apa itu? Jawabannya ada di buku. Ikhsanun sendiri sudah menerima buku pesanannya dan langsung membacanya dengan antusias.
“Bukunya menarik. Bicara nilai-nilai filosofis Jawa yang jarang terungkap, tapi bahasa penulisannya khas dan mudah diterima. Lengkap Ilustrasi penunjang pula,” beber pemuda yang bekerja di salah satu percetakan di Jogja tersebut.
Buku Mentalitet Korea bukan hanya tentang sosok Bambang Pacul
Buku Mentalitet Korea Jalan Ksatria Komandan Bambang Pacul sendiri berisi tujuh bab yang terurai dalam 114 halaman. Tujuh bab tersebut antara lain:
I: Dari Pacul Menjadi Komandan
II: Mentalitet Korea
III: Korea-Korea Melentinglah
IV: Jalan Ksatria
V: Memilih Pendamping
VI: Memayu Hayuning Bawana
VII: Memasuki Babak Pangkur
Buku ini memang sedikit banyak menyinggung soal perjalanan hidup Bambang Pacul, dari perkara pemberian nama hingga perjuangannya selama masih menjadi seorang korea, sebelum akhirnya melenting menjadi sosok yang publik kenal saat ini.
Namun yang tak kalah menarik dari itu, buku ini mencoba menyajikan pemikiran-pemikiran Komandan Pacul yang berlandaskan filosofi Jawa. Pemikiran yang saya kira bisa digunakan sebagai bekal hidup bagi para korea.
Jangan khawatir tak paham. Sebab, filosofi-filosofi Jawa tersebut selain memang telah Komandan Pacul sampaikan dengan ‘bahasa merakyat’, juga coba sang penulis (Puthut EA) tulis dengan bahasa yang sangat ringan dan tidak jelimet. Tak harus bergelar sarjana untuk menangkap gagasan besar dalam buku ini.
Pertimbangan tak main-main Puthut EA menulis Mentalitet Korea
“Saya membuat buku ini dengan konsep yang mudah pembaca awam pahami,” tutur Puthut EA selaku penulis.
Sebagai seorang penulis, Puthut EA tentu ingin karyanya dibaca makin banyak orang. Namun khusus saat menulis buku Mentalitet Korea, Puthut EA mengaku memiliki motif tambahan, yakni mengupayakan agar buah pikir Komandan Pacul bisa banyak orang mengerti dengan cara yang (semoga) mudah.
Sebab, pemikiran atau gagasan Komandan Pacul semuanya berbasis ilmu kehidupan. Orang-orang, khususnya kalangan korea, perlu belajar ilmu kehidupan itu agar mentalitet kekoreaannya terbentuk.
“Dalam banyak hal, beliau tipikal orang yang selalu menyemangati. Di era sekarang, apalagi di dunia para korea, hidup tidak pernah mudah. Mereka butuh suntikan optimisme dan gairah hidup,” beber Puthut EA, Senin (1/4/2024).
“Uniknya lagi, kalimat-kalimat motivasi Pak Bambang Pacul tidak klise ala para motivator,” tegasnya.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News