Bagi kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU), sepertinya banyak yang tak asing dengan berita atau video-video pengajian di Taiwan. Kegiatan keagamaan tersebut terlampau sering dengan menghadirkan sederet nama-nama kiai NU lokal populer.
Belum lama ini Mojok berkesempatan berbincang dengan salah satu sosok yang memiliki andil dalam menghadirkan para kiai lokal NU ke Taiwan. Namanya Abdul Rosyid (30) atau akrab disapa Rosyid. Pemuda asal Trangkil, Pati, Jawa Tengah, yang merupakan alumnus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Pati.
“Tanpa sengaja” kuliah di Taiwan
Selulus dari pesantren, Rosyid melanjutkan pendidikan S1-nya di UIN Wali Songo Semarang. Setelah menjadi sarjana pada 2016, dia lantas bertekad untuk melanjutkan studi S2, syukur-syukur di luar negeri.
“Prinsipnya harus beasiswa karena pas-pasan. Jadi waktu itu, di mana pun sepanjang nggak bayar, saya ambil,” ungkap Rosyid saat berbincang dengan Mojok di antara hujan deras yang mengguyur Sleman, Jogja, Rabu (30/10/2024) siang WIB.
Lalu Rosyid melihat ada peluang beasiswa di National Central University, Taiwan. Tanpa pikir panjang, dia pun mendaftar ke sana, mengambil Filsafat.
“Saat itu saya nggak tahu Taiwan bagaimana, ragam keilmuan di sana bagaimana. Tapi karena kuliahnya gratis, ya saya ambil,” ujar Rosyid dengan tawa kecil nan renyah.
Pengajian NU di Taiwan viral gara-gara kiai viral?
Singkat kisah, sejak menempuh S2 di Taiwan itu, Rosyid yang berangkat dari latar belakang kultural NU pun akhirnya melibatkan diri di Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan.
PCINU Taiwan sebenarnya sudah berdiri kira-kira pada 2008. Hingga kini, menurut Rosyid, sudah makin berkembang hingga memiliki 13 ranting (kalau di Indonesia sudah selevel 13 kota).
“Ketika saya di sana, sebenarnya temen-temen NU Taiwan sudah sering ngundang-ngundang kiai NU dari Indonesia. Memang sudah jadi rutinan,” tutur Rosyid.
Hanya saja, masa-masa itu media sosial masih terbatas. Berbeda dengan sekarang di mana informasi bisa terdistribusi sangat cepat dan masif. Sehingga, seolah pengajian kiai NU di Taiwan adalah tren yang muncul baru-baru ini.
“Kalau sekarang apakah karena faktor mengundang kiai NU viral ya, jadinya momen pengajian temen-temen NU di Taiwan ikutan viral?” Tanya saya.
“Tapi sebenarnya yang kami undang nggak melulu kiai viral. Pada dasarnya, kami mengundang kiai-kiai khos yang dakwahnya, ilmunya, memang sangat dibutuhkan bagi temen-temen di Taiwan,” terang Rosyid.
Pengajian kiai NU di Taiwan: obat kangen kampung halaman
Kata Rosyid, ada kurang lebih 250.000-an warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi tenaga kerja di Taiwan, baik pekerja di sektor rumah tangga maupun industri.
Sebagian banyak WNI tersebut, yang kemudian tergabung di 13 ranting PCINU Taiwan, kata Rosyid memiliki antusiasme besar terhadap kegiatan pengajian yang menghadirkan kiai lokal NU.
“Karena untuk obat kangen dengan suasana khas di Indonesia. Pengajian atau tablig akbar atau selawat bersama itu kan untuk menghadirkan suasana khas muslim Indonesia,” beber Rosyid.
Beberapa nama kiai lokal NU yang pernah diundang pengajian di Taiwan antara lain, KH. Anwar Zahid (bahkan sangat sering), Gus Miftah, Gus Muwafif, KH. Ali Masyhuri, Habib Syekh (terhitung sering juga), Gus Iqdam, dan kerap pula dari PBNU seperti KH. Miftachul Akhyar.
Menurut Rosyid, teman-teman pekerja WNI di Taiwan selalu antusias menyambut pengajian-pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya. Mereka selalu menyisihkan uang untuk kemudian dimasukkan dalam kas masing-masing ranting. Ketika pengajian berlangsung, mereka juga tak luput mengisi kotak amal yang diputar.
“Gus Iqdam waktu Janurai 2024 lalu di ranting Changhua rekor, Mas. Karena yang hadir sudah puluhan ribu. Jauh di atas keumuman kami yang rata-rata di angka 5.000-an hadirin,” ungkap Rosyid.
Mereka tak sekadar bekerja
Di balik berlangsungnya setiap pengajian tersebut, Rosyid mengambil posisi salah satunya sebagai tukang nembung: sowan ke kiai-kiai untuk meminta kesediannya menjadi pengisi.
Kata Rosyid, setiap kiai yang dia undang, responsnya selalu antusias. Sebab, ada rasa kegum, para WNI di Taiwan tak mau sekadar bekerja. Mereka masih menyempatkan diri untuk mengisi ruhani mereka dengan tausyiah-tausyiah agama.
“Untungnya, Taiwan ini toleransinya tinggi untuk soal keberagaman dan keberagamaan. Buktinya, izin temen-temen NU di Taiwan selalu dipermudah kalau bikin pengajian di lapangan atau ruang terbuka umum,” sambungnya.
Selain itu, kegiatan keagamaan seperti pengajian menjadi wujud eksisnya NU di Taiwan. Sehingga, para kiai tentu saja tak keberatan untuk turut membantu nguri-uri.
“Sampai 2025 nanti sudah ter-schedule pengajian di ranting mana saja,” ujar pemuda yang kini menjadi dosen di IAIN Kediri sekaligus menempuh studi S3 di Filsafat UGM tersebut.
Di tengah kesibukannya kuliah dan mengajar, Rosyid senantiasa menyediakan dirinya mengambil tugas menembung kiai-kiai NU lokas untuk “diterbangkan” di Taiwan: untuk membasuh ruang ruhani para WNI di sana.
Pengajian umum atau tablig akbar hanya lah satu contoh saja kegiatan keagamaan yang bergeliat di antara teman-teman WNI di Taiwan. Masih ada beberapa yang lain. Seolah menyiratkan pesan: bekerja ya bekerja, tapi jangan lupa tetap dekatkan diri pada Allah Taala.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Metode Santri Nalar di LP3IA Rembang, Cara “Tak Umum” Gus Baha Mendidik Santrinya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News