Mengenang masa kejayaan petani salak Banjarnegara
Salak pernah membuat petani Banjarnegara berjaya. Kenangan akan masa-masa indah itu masih lekat di ingatan Kasrowi (76). Sejak awal 1980-an ia sudah menanami lahan miliknya dengan salak. Belum salak pondoh yang terkenal manis, saat itu petani masih menanam salak lokal Banjarnegara.
Salak lokal Banjarnegara punya cita rasa asam dan agak sepat. Namun, salak ini sempat punya banyak peminat.
“Zaman itu masih belum ada petani di sini yang menanam salak pondoh. Salak lokal masih mendominasi,” kenangnya.
Salak mulai masif menjadi komoditas pertanian di Banjarnegara pada masa itu, sekitar tahun 1980-an. Secara cepat, hasil pertanian ini bisa mendongkrak perekonomian warga setempat.
Buat warga desa kala itu, bisa berangkat haji adalah penanda kemampuan ekonomi. Berkat hasil salak, Kasrowi bisa pergi ke Tanah Suci pada 1991. Kejayaan salak berlanjut pada era 1990-an. Petani yang berhasil bisa membangun rumah dan menabung untuk memperluas lahan.
Petani lain, Niyem (63) juga mengaku merasakan indahnya masa kejayaan bersama salak. Kala itu ia bisa membangun tempat berteduh untuk keluarganya dan membeli lebih dari sepuluh bidang tanah untuk bertani salak.
“Beberapa tahun terakhir yang ada sebaliknya. Tanah-tanah mulai dijual untuk kebutuhan besar,” curhatnya.
Di Banjarnegara, salak lokal mulai tergantikan dengan salak pondoh pada akhir 1990-an sampai awal 2000. Salak pondoh yang sejak lama sudah berkembang menjadi andalan warga Sleman mulai menarik minat petani di Banjarnegara.
Bersama salak pondoh petani Banjarnegara masih sempat merasakan masa-masa manis lebih dari satu dekade. Sampai perlahan harganya pun menjadi kurang menjanjikan lagi. Petani pun saat ini gigit jari.
Penulis : Hammam Izzuddin
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Ketika Salak Pondoh Tak Lagi Istimewa
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News