Apa enggak bisa bukbernya di tengah-tengah aja?
Perpaduan jarak yang jauh dan banyaknya kejadian nganyelke selama perjalanan, cukup bikin Nisa merenung: apa dosa dia sampai terlahir di Bantul, kota yang jauh dari peradaban?
Hal itu cukup beralasan. Sebab, tiap kali ia menawarkan opsi tempat bukber di dekat tempat tinggalnya selalu menemui penolakan. Alasannya klasik, kata teman-temannya, Bantul itu jauh.
“Lah, mereka pikir aku motoran ke Sleman-an itu kurang jauh apa coba”,” ujarnya.
Atau, Nisa juga sudah kerap menawarkan opsi yang lebih bijak. Misalnya, ambil tempat bukber di tengah-tengah. Jadi, teman-temannya yang dari utara maupun dirinya yang di selatan mendapat “keadilan”.
“Di sekitar Kasihan atau area Ringroad selatan gitu masih oke, kan? Win-win lah, dari tempatku gak begitu jauh, mereka juga masih kejangkau,” kata Nisa, mengulang opsi yang pernah ia tawarkan ke teman-temannya.
“Tapi ya selalu mereka tolak. Udah jadi anggapan kalau motoran ke daerah selatan itu jauh. Yaudah aku terima aja sambil misuh dikit.”
Nisa, mungkin jadi satu dari banyak warga Bantul yang menganggap orang Sleman egois karena enggak mau gantian bukber di selatan. Namun, apa boleh buat, bukber sudah seperti tradisi dan ia sulit buat menolak setiap ajakannya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.