Tragedi motor hilang
Motor Yamaha Aerox itu menemani Fico hingga semester 7. Di semester itu pula tragedi menimpanya. Fico baru saja pindah kos. Belum juga dua bulan, motor Yamaha Aerox-nya hilang.
“Sebenarnya sudah masuk parkiran dan kukunci ganda. Cuma parkirannya nggak rapet. Karena aku pindah situ pertimbangannya kan karena kamarnya enak aja. Urusan parkir motor menyesuaikan lah. Karena kan aku nggak tidur di parkiran,” kata Fico.
Fico menyadari motornya raib ketika menjelang Zuhur dia hendak berangkat ke PTN-nya. Dengkulnya langsung lemas, diserang kepanikan. Sialnya, CCTV di parkiran kosnya sudah lama mati dan belum dibenahi.
Tapi Fico memang tidak bisa berbuat banyak. Pemilik kosnya jelas lepas tanggung jawab. Tak hanya itu, si pemilik kos juga memberitahu Fico, kalau sekali motor hilang di daerah situ, maka kemungkinan kembalinya bisa dibilang hanya 1%, bahkan sekalipun lapor polisi.
Carut-marut perkuliahan
Fico tak punya keberanian untuk memberitahu orangtuanya. Dia tahu belaka, konsekuensi dia dibelikan motor Yamaha Aerox adalah agar: Pertama, kuliah sungguh-sungguh. Kedua, menjaganya sebaik mungkin. Karena tadi, orangtuanya pelit betul soal gaya hidup.
Sialnya, dua hal itu tidak dilakukan oleh Fico. Wong sudah sejak semester 3 kuliahnya carut-marut, yang membuatnya harus mengulang banyak mata kuliah hingga molor-molor.
“Aku kan mulai sibuk organisasi di semester 3. Waktuku habis di organisasi. Jadi kuliah brantakan,” ucap Fico.
“Orangtua sebenarnya sudah sering kesel, karena aku kok nggak beres-beres kuliahnya,” sambungnya.
Alih-alih sadar diri, Fico malah menaikkan tensi. Dia meminta orangtuanya sabar. Meski kini akhirnya hanya sisa penyesalan.
Puncak penyesalan dan kekecewaan orangtua
Belum lama ini orangtua Fico akhirnya tahu kalau Fico kehilangan motor Yamaha Aerox yang dulu dia minta sebagai syarat kuliah PTN. Orangtuanya juga tahu kalau kuliah Fico berantakan ya karena Fico tak terlalu serius kuliah.
“Semua karena kakakku. Kakakku itu suatu kali tiba-tiba main ke daerah PTN-ku. Ya sudah dia tahu motorku hilang karena aku nggak bawa motornya. Sejak hilang kan aku nebeng temen kalau nggak naik ojol,” ujar Fico.
Di sisa semester ini, orangtua Fico—yang barangkali sudah di puncak kecewa—memutuskan untuk tidak lagi mau menyuplai biaya kuliah Fico. Itu membuat Fico kini kelimpungan. Dapat uang dari mana, wong belum kerja?
Fico kini hanya bisa merutuki dan menyesali apa yang telah terjadi. Yang paling mengganggunya tentu: Kenapa dulu setidak tahu diri itu meminta motor Yamaha Aerox sebagai syarat mau kuliah PTN.
“Aku berkali-kali tertampar realitas, termasuk tiap baca liputan di Mojok. Ada loh orang yang nggak didukung orangtuanya kuliah, akhirnya harus mati-matian usaha sendiri buat bisa kuliah PTN,” kata Fico.
“Aku juga tertampar realitas, karena makin ke sini, motor Yamaha Aerox jadi ceng-cengan: motor hasil banting pintu rumah. Alias motor hasil ngancam-ngancam orangtua. Karena kan di medsos banyak, ada anak sampai tantrum karena pengin dibelikan Aerox,” ujar Fico.
Teman-teman Fico sebenarnya tidak ada yang tahu kalau Fico juga termasuk salah satu bocil tantrum tersebut. Tapi karena itu realitas di Fico, jadi dia merasa tertampar. Cerita ini Fico bagikan agar siapapun yang membaca bisa belajar untuk lebih tahu diri lagi sebagai seorang anak.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mahasiswa PTN Rela Bohongi Ibu: Ngaku Sudah Lulus Kuliah Bergelar Sarjana padahal DO, Demi Fokus Kerja Bantu Hidupi Keluarga atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












