Tak sembarang orang bisa mencapai puncak Gunung Lawu di Magetan. Tak sedikit pula yang “hilang” tanpa kabar. Salah-salah, para pendaki justru menjumpai kejadian aneh hingga tak bisa pulang.
***
Kekhawatiran menyelimuti Hakam Ilmi ketika mengetahui empat orang temannya hilang di Gunung Lawu pada Jumat (9/11/2024). Sebelumnya, Ilmi berangkat bersama 7 orang temannya. Mereka berencana mendaki hanya sampai Kawah Candradimuka.
Namun, niat itu berubah karena ada beberapa teman yang ingin naik sampai puncak Gunung Lawu. Alih-alih sampai puncak mereka malah tersesat dan tak ada kabar. Sampai akhirnya berhasil ditemukan.
Nekat ke Gunung Lawu Magetan setelah subuh
Satu minggu setelah malam suro, Ilmi bersama tujuh temannya mendaki ke Gunung Lawu lewat jalur Cemoro Kandang. Dari delapan orang yang berangkat, satu orang temannya memilih menjaga mobil dan tidak jadi ikut mendaki Gunung Lawu Magetan.
Mereka berniat mendaki ke Kawah Candradimuka saat subuh, sambil menunggu rombongan lain karena jumlah mereka masih ganjil.
Sebagai kepala rombongan, Ilmi kemudian mengecek suhu di sana. Saat dicek suhunya mencapai 9-10 derajat. Karena kedinginan, Ilmi dan teman-temannya memilih menunggu di warung dekat basecamp sambil mengisi daya handphone.
Mereka menyelimuti tubuh dengan jaket dan sarung. Beberapa ada yang memesan teh hangat atau kopi panas untuk menghangatkan tubuh,
“Kami menghangatkan badan sambil menunggu, barangkali sudah ada pengunjung di basecamp saat pagi,” ucap Ilmi saat dikonfirmasi Mojok pada Selasa (19/11/2024).
Namun, hingga pukul 05.40 WIB kondisi basecamp masih sepi. Belum ada rombongan pendaki lain. Karena ragu, Ilmi bertanya kepada salah satu warga yang kebetulan lewat dengan sepeda motornya. Salah satu ibu bilang tak masalah jika Ilmi dan teman-temannya mau naik saat itu.
Mereka pun memutuskan jalan dan sampai di pos 1 sekitar satu jam. Setelah istirahat sebentar, mereka melanjutkan perjalanan ke pos 2. Saat itu, perjalanan masih terasa aman walaupun jalannya terjal.
“Vegetasi di Cemoro Kandang rapat banget. Jalurnya bisa banyak cabang, bisa belok kanan dan kiri tapi kami masih bisa bercanda dengan balapan,” kata dia.
Celaka di Kawah Candradimuka, tapi masih bisa hahahihi
Jalanan menuju Kawah Candradimuka di Gunung Lawu Magetan amat kering dan berdebu pukul 08.00 WIB. Untuk turun menuju kawah, Ilmu dan teman-temannya harus berpegangan pada tali webing. Ada tiga jalur tali yang harus mereka lalui.
Mulanya, barisan regunya masih rapi saat berpegangan pada tali pertama. Namun, di tali kedua, Ilmi terpeleset saat memijak salah satu batu di tali kedua. Lengannya sampai robek, lebam, dan keseleo.
Bersamaan dengan kejadian itu, teman Ilmi yang berpegangan pada tali ketiga juga jatuh. Tulang lengannya sampai bergeser. Untung ada salah satu temannya yang bisa memijat.
Setelah beristirahat sebentar, mereka melanjutkan perjalanan sampai bibir kawah pukul 10.00 WIB. Cuaca sudah panas saat itu, tapi mereka masih asyik berfoto. Hingga pukul 11.00 WIB, mereka memutuskan kembali, tapi sudah banyak pendaki yang turun ke bawah.
Alhasil, mereka harus antre untuk menggunakan tali bergantian. Di sela-sela menunggu itu, teman-teman Ilmi sempat bercanda.
“Kan pas itu jumat, teman-teman sama pendaki lain sempat bercanda, ada yang bilang ‘nggak salat Jumat dulu ta?’ Terus salah satu teman menjawab ‘udah pernah kemarin’ tapi kami nggak mikir aneh-aneh setelahnya,” kata Ilmi.
Mendadak ingin naik ke puncak Gunung Lawu
Saat mengantre, dua orang teman Ilmi mencetuskan ide untuk naik ke puncak ketimbang turun. Dua orang lainnya juga sepakat karena merasa nanggung. Sementara, Ilmi ragu. Toh, dia dan satu orang lainnya sudah pernah ke sana.
“Aku bingung mau tak bolehin atau nggak, soalnya sudah jam segitu. Jadi aku bilang, ‘lihat nanti lah’, sambil jalan ke Pos 2,” ujar Ilmi.
Ketika berunding di Pos 2, empat orang akhrinya memutuskan naik ke puncak Gunung Lawu Magetan. Sementara, tiga orang lainnya termasuk Ilmi memilih turun.
Sebelumnya, Ilmi sudah memberikan banyak nasihat kepada teman-temannya yang naik ke puncak agar memperhatikan estimasi waktu. Jika sampai jam 16.00 WIB perjalanan masih jauh, mereka sebaiknya kembali sebab bekal yang dibawa juga sedikit.
Ilmi sebetulnya tidak meragukan kapasitas mereka, karena sudah beberapa kali mendaki bersama. Melihat fisik dari teman-temannya yang masih kuat, Ilmi akhirnya mengizinkan.
“Takutnya kalau nggak tak bolehkan, mereka nggak mau mendaki lagi sama aku. Kecewa gitu nggak sampai puncak. Tapi aku juga mikir risikonya, nanti sampai malam, nggak ada rombongan lain juga, ini Gunung Lawu loh,” kata Ilmi.
Namun, mereka tetap memaksa. Ilmi juga tidak mau melarang. Sayangnya, keputusan itu menjadi penyesalan terbesar Ilmi sebagai ketua rombongan. Waktu terus berjalan hingga malam hari, sementara teman-temannya juga tak kunjung mengabari.
Mendengar suara kambing disembelih
Pukul 12.30 WIB, teman-teman Ilmi yang bernama Syahril, Didin, Zidan, dan Ali berangkat dari Pos 2. Mereka tiba di Pos 3 bayangan pukul 14.00 WIB kurang. Di sana, mereka memutuskan untuk istirahat sejenak.
Saat asyik mengobrol, tiba-tiba kabut datang. Suasananya menjadi sedikit gelap. Mereka mendengar suara aneh, lalu saling menatap. Mereka memilih untuk tidak menggubrisnya, sebab hari masih siang.
“Ada suara kambing kayak disembelih gitu, tapi juga ada suara manusianya,” kata Ilmi setelah mendengarkan cerita dari teman-temannya.
Sekitar pukul 14.30 WIB, mereka sampai Pos 3 dan berhenti sebentar. Mereka pun melanjutkan perjalanan ke Pos 4, tapi salah jalur dan nyasar.
Di tengah perjalanan, Syahril sadar jika mereka tidak sesuai jalur. Mereka sempat mengikat tali rafia di pohon-pohon sebagai tanda agar tidak kesasar lagi saat menuruni Gunung Lawu Magetan.
Mengeluarkan kata-kata kotor
Setelah mencari dan mengikuti jalan yang benar mereka tiba di Pos 4 pukul 16.00 WIB. Pos itu terlihat sepi dan banyak sampah. Salah satu dari mereka juga mengeluh dan mengeluarkan umpatan.
“Pos 3 nggak onok wonge, Pos 4 nggak onok wonge sisan, asu, asu, dalan wes diuter-uterno, huh! (Pos 3 dan 4 tidak orang, anjing, anjing, sudah jalannya diputar-putar)” ucap salah satu anak dalam video yang Mojok terima.
Ketika melanjutkan perjalanan ke Pos 5, mereka sempat kebingungan. Padahal, tanda jalan sudah terpasang jelas untuk belok ke kiri tapi malah mereka jalur kanan.
“Jalur kanan itu ada sampah yang masih baru, bungkus rokok yang masih utuh belum keinjak, tisu basah yang masih berserakan dan bersih, akhirnya mereka pikir itu jalur yang benar,” ucap Ilmi.
Bertanya ke “orang pintar”
Pukul 19.00 WIB, Ilmi yang khawatir akhirnya melaporkan teman-temannya yang hilang. Mereka naik ke basecamp dan meminta izin untuk mendaki lagi ke gunung. Mereka berniat mencari teman-temannya tapi tidak diperbolehkan.
“Kalian naik itu malah kayak ngerepotin, apalagi nggak sama tim SAR dan ranger, nanti kalau kalian yang kenapa-napa gimana?” ujar Ilmi menirukan petugas basecamp.
Akhirnya mereka tidak jadi naik. Ilmi tiba-tiba kepikiran dengan kenalan dari temannya yang merupakan “orang pintar”. Mereka pun meminta saran kepada orang tersebut.
Saat di chat, orang itu menyuruh Ilmi dan teman-temannya mengambil air wudhu lalu membaca surat al-Fatihah sebanyak 41 kali, sembari mendoakan teman-temannya yang belum kembali.
Sekitar pukul 21.45 WIB, teman-temannya yang hilang terlihat dari area basecamp. Ilmi langsung menghampiri mereka dan memeluknya satu persatu.
“Mereka muncul sekitar 2 meter dari mobil. Sementara kami nggak lihat mereka muncul dari tangga basecamp,” ucap Ilmi.
Keempat orang itu nampak pucat. Dalam perjalanan pulang, mereka pulas tertidur.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Gunung Rinjani Lombok Tak Seindah yang Dibayangkan, Capek-Capek Mendaki Berujung Kekecewaan
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News