Pengumuman Presiden RI Prabowo Subianto soal kenaikan gaji guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer non-ASN nampak dramatis. Namun, pengamat pendidikan khawatir kebijakan itu justru menambah kesenjangan kesejahteraan antara ASN dan guru honorer.
***
Ada momen haru dalam Puncak Hari Guru Nasional yang diadakan di Velodrome, Jakarta pada Kamis (28/11/2024) kemarin. Dalam sambutannya, Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan gaji guru berstatus ASN maupun guru honorer non-ASN.
Meskipun baru menjabat lebih dari satu bulan, Prabowo yakin di era kepemimpinannya kesejahteraan guru akan meningkat. Peningkatan itu seiring dengan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kesejahteraan guru ASN maupun non-ASN, yang naik sebesar Rp16,7 triliun menjadi Rp81,6 triliun di tahun 2025.
Gaji Guru naik di tahun 2025
Prabowo Subiantomengatakan gaji guru ASN akan naik sebesar satu kali gaji pokok. Sementara, tunjangan profesi guru non-ASN yang telah mengikuti sertifikasi guru akan naik menjadi Rp2 juta per bulan.
“Tahun 2025, terdapat 1.932.666 guru yang bersertifikat pendidik, yaitu 64,4 persen. Terdapat peningkatkan 650 guru bersertifikat dibanding tahun 2024,” ucapnya dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden pada Jumat (29/11/2024). Prabowo bahkan tampak menangis usai memberikan pengumuman tersebut.
Pengumuman itu disambut riuh oleh tepuk tangan guru-guru yang hadir. Diujung pidatonya, suara Prabowo terdengar getir. Matanya nampak berkaca-kaca.
“Kami sadar apa yang kita berikan, pengumuman hari ini, belum yang saudara-saudara perlukan tapi ini adalah upaya kami dan ini akan kami upayakan terus,” ucap Prabowo Subianto
Prabowo ingin masyarakat mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, masyarakat perlu pemerintahan yang bersih.
Salah memprioritaskan kenaikan gaji guru
Pengumuman itu sekilas terdengar seperti angin segar. Namun, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai wacana itu bukanlah hal yang baru.
“Di tahun dulu juga sudah begitu. Kenaikan gaji itu sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berlaku,” ujarnya kepada Mojok, Sabtu (30/11/2024).
Ubaid justru hawatir kenaikan gaji guru ASN dan non-ASN di tahun 2025 malah membuat kesenjangan kesejahteraan guru semakin melebar. Menurutnya, kebijakan yang seolah-olah luar biasa itu nyatanya belum mampu menyelesaikan masalah utama kesejahteraan guru.
“Guru ASN, apalagi sudah tersertifikasi, itu kan sudah sejahtera, rata-rata mereka punya rumah punya mobil. Mengapa ditambah lagi gajinya?” ujar Ubaid.
Sementara, ada guru non-ASN yang belum tersertifikasi dan belum diketahui nasibnya. Ubaid mencatat sebagian guru non-ASN masih kesulitan memenuhi hidupnya. Namun, pemerintah justru memprioritaskan gaji guru ASN.
“Gaji mereka buat makan saja tidak cukup, apalagi untuk keperluan lainnya. Ini mestinya yang diprioritaskan bukan sebaliknya,” ujarnya.
Guru tak bersertifikasi dimarjinalkan
Ubaid menilai pengumuman kenaikkan gaji guru lebih condong pada nuansa politisasi ketimbang berpihak kepada guru. Sebab nyatanya, kebijakan pemerintah yang selalu berubah masih membuat guru terlilit dalam banyak masalah.
“Kalau kita mengikuti janji pemerintah untuk kesejahteraan guru honorer, angin surga selalu berhembus dari masa ke masa, tapi hingga kini pun tak jelas ujung pangkalnya,” kata Ubaid.
Jika pemerintah benar-benar ingin menyelesaikan masalah guru, kata Ubaid, seharusnya mereka mendahulukan kelompok paling rentan dan terdiskriminasi. Kelompok itu seperti guru non-ASN yang belum tersertifikasi.
“Mereka terpinggirkan secara sistemik dan kesejahteraannya diabaikan oleh pemerintah. Pdahal, jaminan kesejahteran itu adalah hak yang melekat pada guru,” ujarnya.
JPPI mencatat ada 94 persen guru madrasah yang belum sejaherta. Sementara, kelompok itu sering kali dipinggirkan. Padahal, setiap guru memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Oleh karena itu, menurut Ubaid, pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan mutu guru yang masih rendah dibandingkan menambah kesejahteraan guru ASN dan sudah tersertifikasi.
Hanya guru non-ASN bersertifikasi yang tunjangannya naik
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menegaskan, guru non-ASN yang ingin mendapatkan tunjangan profesi senilai Rp2 juta per bulan harus memiliki sertifikasi.
Sertifikasi itu diberikan jika guru telah memenuhi kualifikasi akademik minimal D4 atau S1. Melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG), pemerintah akan menyelenggarakan sertifikasi bagi 806.486 guru ASN dan non-ASN pada 2025.
Bagi 249.623 guru yang belum memiliki gelar D4 atau S1, pemerintah akan memberikan bantuan pendidikan untuk melanjutkan studi mereka.
Sedangkan untuk guru honorer non-ASN yang belum bersertifikasi akan diberi bantuan berupa dana tunai melalui transfer perbankan yang sedang dirancang bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jumlah penerimanya akan disampaikan pada tahun 2025. Sekarang oleh BPS sedang dihitung dan dicari, baik nama dan alamat persis, siapa yang berhak menerima manfaat tersebut,” ucap Prabowo Subianto.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: 22 Tahun Jadi Guru Honorer Bergaji Kecil di Surabaya, Kini Pilih Jadi Tukang Pijat demi Keluarga
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News