Tak mendapat perhatian setelah setahun latihan
Di awal latihan Tapak Sucinya, Iqal masih belum mendapat perhatian. Lagi-lagi karena di pandang sebelah mata oleh teman-teman maupun para pelatih. Seringkali, ia tak ditunjuk mewakili sekolahnya, karena ada kandidat lain yang dinilai lebih bagus darinya. Bahkan untuk ajang di tingkat cabang, ia tak pernah dipilih.
Meski begitu, Iqal tak pernah berhenti berlatih. Dalam seminggu, ia bisa latihan 4-5 hari. Ia latih fisiknya terus-menerus sampai seorang pelatih, yang kini sudah ia anggap sebagai keluarga, melirik upayanya setelah hampir dua tahun.
“Aku baru mendapat perhatian dari seorang pelatih Tapak Suci namanya Pak Ipul, saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP semester 2,” kata Iqal.
Bagi Iqal, momen itu seperti titik balik. Mungkin jika salah seorang pelatih tersebut tak melihat upayanya, Iqal sudah menyerah di tengah jalan. Untungnya, pelatih tersebut melihat kegigihan dan kerja keras Iqal.
“Kurang lebih selama 11 tahun ini aku dilatih oleh beliau sampai aku berhasil meraih banyak juara, salah satunya aku pernah masuk koalisi pra Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2023,” kata atlet Tapak Suci tersebut.
“Sebelumnya aku dan teman ganda ku Tapak Suci ini juga pernah mendapatkan Juara 1 dalam pertandingan Pencak Silat Piala Kasad, di mana ajang ini diikuti oleh atlet pemusatan latihan daerah (pelatda) dan nasional (pelatnas),” lanjutnya.
Tapak Suci mengantarkan kuliah di UNESA
Dari berbagai lomba pencak silat yang ia ikuti itu, Iqal tak hanya mendapat medali maupun sertifikat, tapi juga uang tunai yang bisa ia tabung. Hitung-hitung untuk uang sakunya saat sekolah.
Bahkan, prestasinya tersebut dapat membawa Iqal memperoleh beasiswa kuliah di Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Sejujurnya, ia pernah tak menyangka bisa menempuh pendidikan tinggi sampai kuliah, mengingat untuk membayar biaya SMA saja ia harus berjuang mati-matian.
“Pagi sampai sore aku sekolah, menjelang latihan malam aku ngojol. Di luar jam latihan aku ngelatih silat di sekolah dasar. Kira-kira, tidurku hanya 3 sampai 4 jam dalam sehari,” jelasnya.
Kerja keras itu pun terus berlanjut bahkan saat ia kuliah di Unesa. Sembari mengikuti kegiatan pembelajaran, Iqal tetap latihan, menjadi pelatih di sekolah dasar, menjadi reseller parfum, dan bekerja di sebuah restoran. Dengan segala kesibukannya itu, Iqal masih bisa meraih gelar sarjananya tepat waktu atau dalam rentang empat tahun.
“Aku nggak mau dipandang remeh hanya karena aku lulusan SMA. Kakak-kakakku sendiri tergolong orang-orang yang jago di bidang akademik. Aku enggak mau kalah,” kata Iqal.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: 5 Penyebab Tapak Suci Muhammadiyah Sukar Berkonflik di Jalan dan Meresahkan Layaknya Beberapa Perguruan Lain atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












