Ketika Mengajar Jauh Lebih Sulit Ketimbang Matematika Itu Sendiri

guru sulit jadi PNS. MOJOK.CO

ilustrasi - curhatan guru Matematika yang sulit daftar jadi PNS. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Kuliah di Jurusan Pendidikan Matematika bisa dibilang sulit. Bagaimana tidak, selain harus mempelajari Matematika yang terkenal dengan banyaknya rumus dan angka, lulusannya harus bisa mengajar. Belum lagi, prospek kerja lulusannya cenderung suram: mentok jadi guru. Syukur-syukur kalau PNS.

Meski begitu, guru tetaplah pekerjaan mulia. Masih ada orang yang menyukai ilmu Matematika, seperti Sekar (23) dan Faninda (23). Mereka tetap bertahan menjadi guru, walaupun sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa gaji guru tergolong kecil.

PNS guru terjamin kesejahteraannya, katanya

Sejujurnya, tak pernah terbesit di pikiran Sekar untuk menjadi guru. Perempuan asal Palangkaraya itu mulanya punya keinginan menjadi bidan, tapi karena desakkan keluarga, ia akhirnya menjadi guru.

Kakak-kakaknya berasumsi jika lulusan tenaga kesehatan banyak yang menganggur atau berhenti di tengah jalan, sedangkan profesi guru lebih banyak dicari. Setelah lulus, Sekar bisa mendaftar CASN sehingga kesejahteraannya terjamin. 

“Kata mereka pada saat itu, banyak formasi untuk guru pada pembukaan pendaftaran PNS,” ungkap Sekar saat dihubungi Mojok, Selasa (11/3/2025).

Selain itu, keluarga Sekar punya stigma bahwa guru adalah profesi paling cocok bagi perempuan. Guru, kata mereka, hanya bekerja dari pagi, lalu pulang saat siang. Pendapat itu akhirnya mendorong Sekar daftar Jurusan Pendidikan Matematika.

Alasan Sekar memilih Matematika, sebab ia memang menyukai mata pelajaran MIPA, tapi ia tidak suka pelajaran yang banyak praktik. Maka, Jurusan Pendidikan Matematika menjadi pilihannya. Dan memang betul, jurusan itu jarang mengadakan praktikum seperti jurusan Fisika, Kimia, maupun Biologi.

“Bisa dikatakan Jurusan Pendidikan Matematika jadi pilihan terakhir saya untuk berkuliah di Palangkaraya,” ucapnya.

Mengajar lebih sulit dibandingkan Matematika itu sendiri

Setelah lulus kuliah Jurusan Pendidikan Matematika, Sekar mengirim lamaran ke puluhan sekolah dan tempat bimbingan belajar. Hingga akhirnya diterima di salah satu sekolah swasta. Dari sana, ia mendapat upah Rp480 per bulan.

“Itu pun aku sudah bersyukur, karena jumlah siswa di sekolah tersebut nggak sampai 20 orang, rawan ditutup,” kata Sekar merasa miris.

Apalagi, saat mengajar, ia menemukan siswa yang belum bisa berhitung bahkan membaca.

“Siswa yang duduk di SMP belum bisa membaca dan berhitung dengan cepat, padahal kemampuan itu seharusnya sudah diajarkan di sekolah dasar,” kata Sekar.

Sekar menduga, siswa SD yang diluluskan ke SMP, meski tak bisa membaca dan berhitung adalah imbas dari kebijakan Kurikulum Merdeka. Akibatnya, banyak guru baik yang PNS maupun belum kewalahan dalam mengajar. 

Belum lagi, ia pernah mengajar siswa berkebutuhan khusus. Hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Siswa itu belum hafal abjad, apalagi membaca maupun berhitung. Namun, dari sana ia bertekad untuk menemukan strategi yang tepat dalam mengajari siswa berkebutuhan khusus.

Jalan terjal pengangkatan PNS

Sejujurnya, kondisi itu sempat membuat Sekar berpikir ulang menjadi guru. Selama beberapa bulan mengajar di sekolah swasta, Sekar akhirnya resign.

Ia sempat punya keinginan melamar kerja sebagai admin di suatu perusahaan tambang dengan penawaran upah dua digit sebulan. Jauh dari gaji yang ia dapatkan sebelumnya. 

Namun, lagi-lagi keluarganya menentang dengan alasan jauh dari rumah. Selain itu, lokasi perusahaan tersebut jauh dari hiruk pikuk kota, sehingga membuat keluarganya lebih khawatir. Barangkali, batin Sekar pada saat itu, jalan hidupnya memang menjadi guru. 

“Lagi-dan lagi, jalan hidup membawa saya untuk mengabdikan diri menjadi guru hingga ditahap saya mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG),” kata lulusan Pendidikan Matematika tersebut.

Saat itu, Sekar mencoba belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana ia melamar sebagai guru di puluhan sekolah maupun bimbel tapi sedikit yang mau menerimanya. Dari hasil diskusi bersama teman-temannya yang juga guru, Sekar baru tahu kalau kebanyakan sekolah menerima guru yang lulus PPG

Selain itu, pada tahun 2024, pemerintah sudah memberlakukan syarat pendaftaran CPNS untuk guru harus memiliki sertifikat pendidik. Dengan kata lain, Sekar harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan selama setahun.

Keteguhan guru lulusan Jurusan Pendidikan Matematika

Tak hanya Sekar, Faninda (23) yang juga lulusan Jurusan Pendidikan Matematika juga punya kekhawatiran serupa. Terlebih soal gaji. Sebelumnya, ia pernah menjadi guru sementara di Surabaya. Dari sana, ia mendapat upah yang lumayan.

“Jadi ada guru yang mau pensiun, beliau pribadi cari guru pengganti yang bisa membantu beliau mengajar. Dari sana, aku mendapat Rp950 ribu per bulan,” ucapnya.

Tak lama setelah itu, Faninda juga mengikuti PPG Prajabatan, alih-alih langsung melamar kerja ke sekolah-sekolah. Meskipun dalam benaknya ada kekhawatiran yakni merasa tertinggal dari teman-temannya yang sudah bekerja tapi ingin mengusahakan PPG-nya supaya bisa mendaftar PNS.

“Saya juga perlu mencari pekerjaan sementara, agar kondisi keuangan saya tetap cukup,” kata perempuan asal Surabaya itu.

Namun, bukan berarti ia menyesali pilihannya. Sejak awal, ia memang menyukai Matematika. Ia berharap ilmu itu tersalurkan, sehingga siswa merasa Matematika adalah pelajaran yang menyenangkan dan sangat berguna dalam kehidupan. Tak menjadi momok seperti persepsi masyarakat pada umumnya.

“Matematika membantu siswa untuk memahami dirinya sendiri, serta memecahkan masalah di lingkungan sekitarnya, dan itu sangat berarti bagi saya,” kata Faninda.

“Apapun tantangan ke depan, sejatinya guru adalah pembelajar yang harus selalu siap untuk selalu belajar,” lanjutnya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Mantap Kuliah PGSD meski Prospeknya Suram, Buktikan Profesi Guru SD Tak Patut Diremehkan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version