Pasar Senthir Jogja menyediakan semua barang yang kita cari. Barang elektronik, baju bekas layak pakai, buku kuno sampai benda-benda antik bisa kita dapatkan dengan harga yang sangat murah.
Makanya, tak heran kalau pasar yang buka setiap ba’da Maghrib sampai pukul 11 malam di samping Pasar Beringharjo itu jadi jujugan para Gen Z. Kalau dulu pengunjung Pasar Senthir adalah orang-orang sepuh, kini muda-mudi dengan gaya trendi memadati lokasi.
Pada Jum’at (26/7/2024) malam, saya berkunjung ke Pasar Senthir Jogja. Meski sejak 2017 lalu saya cukup sering datang ke sini, kira-kira sudah enam bulan terakhir saya belum mampir lagi. Bangkitnya minat saya pada rilisan fisik, khususnya kaset, membawa saya kembali ke Pasar Senthir malam itu.
Tujuannya satu, yakni mencari “kaset-kaset mitos” dengan harga murah buat memberi makan tape recorder milik saya. Lima tahun lalu, di tempat yang sama, saya membawa pulang kaset Guruh Gipsy seharga Rp5 ribu saja. Bayangkan, album masterpiece yang rilisannya selangka itu saya dapatkan dengan seharga kopi di angkringan. Makanya, siapa tahu malam itu saya kembali dinaungi Dewi Fortuna.
Surganya para pemburu nostalgia
Cahaya remang-remang langsung menyambut kedatangan saya di Pasar Senthir Jogja malam kemarin. Puluhan penjual yang menjajakan beraneka barang, mulai baju bekas, sepatu, buku tua dan barang-barang antik langsung memanjakan pandangan saya.
Namun, karena tujuan saya jelas: buat berburu harta karun dalam bentuk kaset, mata ini pun saya fokuskan buat membidik lapak-lapak yang menawarkan kaset.
Setengah jam berkeliling, hasilnya masih nihil. Kaset yang saya jumpai masih umum dan beberapa sudah saya punya. Namun, saat mengorek-orek satu lapak paling pojok utara, harta karun itu benar-benar saya temukan.
“Yang ini berapa, Pak,” tanya saya ke salah seorang pedagang Pasar Senthir Jogja bernama Yadi (42).
“25 ribu yang itu,” jawabnya.
“Ah, cover-nya sudah rusak begini. 15 ribu, gimana?,” tawar saya.
“Tengah-tengah, Mas. 20 ribu saya kasih.”
“Deal!”
Kaset grup musik rock legendaris, Gong 2000, berhasil saya bawa pulang dengan harga Rp20 ribu. Di marketplace, kaset ini dijual dengan harga lebih mahal. Ada yang Rp100 ribu sampai Rp300 ribu.
Di luar harganya, bagi saya kaset ini amat berarti. Di dalamnya mengandung nostalgia.
Bagaimana tidak, ibu saya adalah penggemar berat sang vokalis, Ahmad Albar. Dan, kecintaannya kepada sang musisi juga menular ke saya. Fyi aja, kata “Ahmad” di nama depan saya terilhami dari nama “Ahmad Albar”. Ibu saya memberikan nama ini dengan harapan magis sang musisi menular ke anaknya.
Pasar Senthir Jogja mulai digemari para Gen Z
Ada satu perbedaan jelas yang membedakan Pasar Senthir Jogja, setidaknya beberapa tahun lalu dengan sekarang. Ya, banyaknya para Gen Z. Kalau dulu pasar ini isinya orang-orang tua, kini anak muda pun tak mau kalah.
Di salah satu lapak awul-awulan, para Gen Z berburu pakaian bekas (thrifting) yang masih layak dipakai. Berbalut outfit kerennya, mereka tak malu mengorek tumpukan pakaian bekas dengan harapan menemukan harta karun.
Adnan (20), mahasiswa Universitas Amikom, mengaku Pasar Senthir Jogja adalah one stop shopping baginya. Apalagi kalau urusan outfit dan clothingan, tempat ini tak pernah berhenti menyediakan pakaian berkualitas dengan harga murah bagi dia.
“Kalau ngomongin soal malu, kenapa harus malu. Toh, kalau pun kotor, habis ini dicuci lagi. Orang-orang nggak bakal bisa bedain mana baru mana enggak, Mas,” jelasnya kepada Mojok, Jumat (26/7/2024).
Malam itu, Adnan datang dengan mengajak pacarnya. Sang pacar, sesama mahasiswa Universitas Amikom, juga ikut bersamanya berburu pakaian bekas di lapak awul-awulan itu.
Selain mereka, puluhan pembeli lain sepantaran Adnan juga tampak sibuk mencari pakaian yang cocok bagi mereka.
“Dapat 3, Mas, malam ini. Dua kemeja sama satu jeans. Masih bagus semua ini, dicuci lagi juga kelihatan baru,” ungkapnya. “Di mana lagi coba 30 ribu dapat 3 pakaian kayak gini,” pungkasnya yang diikuti tawa.
Di Pasar Senthir Jogja, pakaian branded jutaan dibeli 10 ribu saja
Pada malam itu, saya juga menemui Faqih (20), Gen Z lain yang juga tengah berburu pakaian bekas di lapak awul-awulan. Rupanya, mahasiswa PTN di Jogja ini adalah pengunjung setia Pasar Senthir Jogja. Setidaknya dua kali seminggu ia menyempatkan mampir.
Bukan tanpa alasan mengapa Faqih gemar datang kesini. Pasalnya, selama berburu harta karun di pasar ini, ia pernah mendapatkan beberapa kali jackpot.
Yang paling dia ingat baru saja terjadi dua bulan lalu. Di lapak awul-awulan yang sama, dia berhasil mendapatkan celana jins bermerek seharga Rp10 ribu saja.
“Dua bulan lalu, Mas, saya dapat Versace. Itu kalau baru bisa dihargai 2 jutaan. Second aja kadang masih 500 ribuan. Di sini, 10 ribu saja aku dapatnya,” ungkapnya, Jumat (26/7/2024).
Faqih heran, mengapa ada orang yang membuang jins mahal itu sehingga berakhir di Pasar Senthir Jogja. Entah bagaimana celana branded itu bisa berakhir di tempat ini, yang jelas ia kembali menjualnya dan laku Rp400 ribu.
“Enggak perlu ku-napthol lagi, Mas, karena masih kelihatan baru,” ujarnya, sambil menunjukkan foto jins Versace tersebut di galeri HP-nya. “Makanya kesini-kesini lagi siapa tahu dapat jackpot kayak gini.”
Ramainya Gen Z bikin pedagang senang
Kehadiran para Gen Z yang semakin gandrung berkunjung ke Pasar Senthir Jogja menjadi berkah bagi para pedagang. Mul (60), yang menjual barang apa saja, termasuk barang elektronik bekas dan benda antik, mengaku omzetnya bertambah.
Apalagi, pedagang di sana sempat mengalami periode kelam, yakni pandemi Covid-19 yang membuat mereka kehilangan penghasilan. Kini, kehadiran para Gen Z lambat laun mengembalikan gairah melapak para pedagang.
“Habis pandemi itu, yang datang kemari anak-anak muda, Mas. Beda sama dulu. Itu kami syukuri karena yang tua-tua makin jarang, eh, sekarang yang muda-muda pun malah bikin hidup pasar ini.
Menurut pedagang Pasar Senthir Jogja ini, yang menjadi berkah dari ramainya Gen Z, mereka tak sekadar membeli. Tak sedikit dari muda-mudi ini ikut mempromosikan dan memviralkan dagangan mereka di media sosial.
“Kesini pada ngonten. Nemu barang bagus diinfokan ke Facebook, viral jadinya. Itu sangat membantu, Mas. Karena biar orang-orang luar juga tahu soal keberadaan kami,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Jeritan Hati Pedagang Thrift Shop Batam Terancam Gulung Tikar
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News