Madiun sebagai Kota Pendekar bukan hanya sebatas nama. Kota di Jawa Timur ini punya sejarah pencak silat yang melekat. Khususnya bagi perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Namun, tak semua warga Madiun merasa bangga atas julukan tersebut.
***
Madiun menjadi tempat lahirnya PSHT, yakni salah satu perguruan pencak silat terbesar di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, perguruan tersebut makin berkembang. Tak hanya PSHT, tapi juga mengundang kemunculan perguruan lain seperti Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) hingga Kera Sakti.
Tak ayal, Madiun dijuluki sebagai Kota Pendekar. Di kota itu, pencak silat bukan hanya sebagai seni bela diri, tapi juga warisan budaya yang patut dilestarikan. Bagi warga Madiun, khususnya anggota PSHT, latihan pencak silat berguna untuk membentuk karakter dan mental.
Namun, tidak demikian bagi Erika* (23). Perempuan asal Madiun ini seringkali gusar saat ditanya kota asalnya. Ia sudah tak tahan dengan stigma yang melekat pada Kota Madiun seiring dengan kerusuhan yang terjadi di sana karena pesilat mereka.
Warga Madiun tak berani keluar rumah saat suro
Erika baru ngeh (sadar) saat duduk di bangku SMP kalau Madiun punya banyak pesilat. Salah satunya yang terkenal ya PSHT. Bagaimana tidak, nama perguruan silat itu selalu tersiar “sangar” saat mendekati acara besar seperti suro atau tahun baru Islam.
“Setiap suro, suasana Madiun selalu mencekam. Waktu itu, warganya termasuk aku benar-benar takut untuk keluar rumah,” kata Erika kepada Mojok, Sabtu (26/7/2025).
“Sampai ada arak-arakan, bahkan parahnya mereka bisa sampai anarkis. Merusak fasilitas umum. Entah apa motifnya tapi ada yang sampai bawa-bawa batu segala,” tutur Erika.
Alhasil, kerusuhan di Kota Madiun pun tak terhindarkan. Erika berujar banyak rumah-rumah warga yang kaca jendelannya pecah hingga orang yang berjualan meliburkan diri. Sebab ada kejadian gerobang rusak karena kerusuhan tersebut.
Oknum kerusuhan yang sering disangkutpautkan dengan PSHT
Erika memang tak tahu pasti dan tak bermaksud menuding anggota PSHT secara langsung, sebab barangkali pelaku-pelaku itu memang oknum. Bukan dari anggota PSHT. Hanya saja, ia cukup masif mendengar berita-berita di media dan imbauan dari orang-orang sekitarnya perihal kegaduhan tersebut.
Misalnya, di tahun 2013 saat dirinya masih anak-anak, tujuh pesilat PSHT dilaporkan memicu keributan usai melakukan ziarah pada malam suro. Polisi menduga mereka berasal dari pesilat PSHT, karena sebelumnya ketahuan melakukan konvoi bersama puluhan ribu anggota lain.
Baca Halaman Selanjutnya
Pemerintah Kota Madiun imbau pesilat PSHT
Saking seringnya masalah ini terjadi, Pemerintah Kota Madiun sampai mengimbau warga agar tetap menjaga kondusifitas saat bulan Suro. Hal ini disampaikan Wali Kota Madiun, H Maidi saat Rapat Koordinasi dengan perguruan Pencak Silat di Kota Madiun pada Senin (22/8/2022) lalu.
“Jangan sampai pencapaian hari ini dinodai dengan peristiwa yang bisa kita hindari. Untuk itu kepada PSHT yang akan menggelar Peringatan Satu Abad agar hendaknya menjaga keamanan semaksimal mungkin. Perusuh tidak boleh masuk ke Kota Madiun,” ujarnya dikutip Minggu (27/7/2025).
Madiun dicap “Kota Pendekar” dan sarang PKI
Lambat laun, Erika mengaku Kota Madiun kini perlahan-lahan mulai kondisif. Setiap ada acara besar, polisi selalu menjaga dengan ketat di setiap padepokan. Bahkan tak hanya suro. Kadang kala, Erika melihat polisi berjaga saat PSHT atau perguruan silat lain melakukan hajatan.
Sayangnya, stigma soal PSHT selalu rusuh itu masih melekat bersamaan dengan Kota Madiun. Erika pun mengaku kesulitan saat ingin membanggakan diri sebagai orang Madiun. Utamanya kepada orang-orang di luar daerah.
Misalnya, saat Erika merantau dari Madiun ke Surabaya untuk kuliah tahun 2019. Seharusnya, tahun itu menjadi momen yang membahagiakan untuknya, karena bisa kuliah di salah satu kampus favorit di Surabaya.
Namun, saat ditanya asal daerah, Erika jadi ciut. Sebab, seringkali ia mendapat respons yang negatif. Hal itu tak hanya terjadi di Surabaya tapi juga di daerah lain seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) maupun Jawa Tengah.
“Kadang-kadang mereka bilang ‘uweeeh bahaya nih bahaya, engko (nanti) dihajar karo (oleh) pesilat,” ujar Erika.
Sebetulnya, Erika tak merasa dirugikan secara personal tapi ia tak suka dengan respons tersebut. Erika sejatinya masih bangga dengan branding Kota Pendekar, tapi orang-orang malah menjadikannya bahan ejekan.
“Belum lagi kalau orang ngait-ngaitin Madiun dengan PKI, ‘Oh Madiun yang tempatnya PKI itu ya,’” keluh Erika.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Derita Orang Jawa Timur, Mau Hidup Ayem tapi Kena Cap Jelek karena Ulah Pencak Silat hingga Sound Horeg atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
