Open house menjadi cara Wali Kota Jogja untuk mendengarkan keluhan warga dan menemukan solusinya secara langsung. Digelar tiap hari Rabu.
***
Air muka mereka tak bisa menyembunyikan beban yang membelit. Rabu (18/6/2025) kemarin, di Ruang Sadewa Balaikota Jogja, sepasang bapak dan anak ini datang dengan langkah yang gontai.
Sang anak, bernama Tata (23), ditengarai terancam tidak bisa melanjutkan kuliahnya. Masa pembayaran uang kuliah di Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Jogja, tempat Tata kuliah, segera datang. Namun, orang tuanya belum juga memiliki uang untuk membayarnya.
Syamsir (42), ayah Tata yang datang menemani anaknya pagi itu, memang tengah mengalami kesulitan. Sejak setahun terakhir, ia terpaksa harus kerja serabutan setelah memutuskan berhenti berdagang di Teras Malioboro lantaran sepi pembeli.
“Anak saya kuliah di Jurusan Farmasi. Biaya kuliah yang harus dibayar nanti 10 juta. Dulu waktu masih berdagang, biaya kuliah dari awal sampai semester 5 aman-aman saja. Sekarang, saya mengandalkan utang karena memang tak ada penghasilan,” kata Syamsir yang ditemui Mojok, pagi itu.

Oleh karena itu, kedatangannya menghadap Wali Kota Jogja Hasto Wardoyo adalah untuk meminta solusi atas kesulitannya tadi. Ia tak ingin kuliah anaknya mandek di tengah jalan, apalagi dua semester lagi sudah lulus.
“Alhamdulillah, setelah tadi berdiskusi dengan Pak Wali Kota, beliau memberikan jalan tengah. Dia berjanji mengusahakan beasiswa atau keringanan biaya,” ungkapnya.
20-an individu dan kelompok datang ke open house Wali Kota Jogja
Syamsir dan Tata hanya dua dari puluhan orang yang datang menghadiri open house Wali Kota Jogja, Rabu kemarin. Open house sendiri merupakan kegiatan rutin yang diadakan setiap hari Rabu pagi di Balaikota Jogja.
Dalam kegiatan ini, Wali Kota Jogja Hasto Wardoyo membuka diri untuk menerima aspirasi, keluhan, maupun masukan dari masyarakat secara langsung.
Tujuannya adalah untuk memberikan ruang komunikasi langsung antara pemerintah kota dan warga, serta untuk menampung berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Selain Syamsir dan Tata, individu dan kelompok masyarakat yang mengikuti open house Rabu lalu antara lain: Kelompok Kesenian Jathilan Turonggomudo Sekarinonce, Paguyuban Asongan Malioboro, National Paralympic Comitee (NPC) Jogja, hingga perwakilan Kampung Wisata Kricak.

Pantauan Mojok, ada 22 kelompok yang menghadap Hasto. Mereka secara bergiliran menyampaikan aspirasi dan meminta solusi atas permasalahan masing-masing, sejak pukul 05.30 WIB sampai 9.15 WIB.
Mendengarkan aspirasi secara langsung, tanpa ribet
Ditemui Mojok setelah open house selesai, Wali Kota Jogja Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi konsep baru di Jogja. Namun, selama dua periode memimpin Kulonprogo (2011-2016, 2017-2019), sebenarnya open house sudah rutin ia jalankan.
“Prinsipnya, seminggu sekali kami secara terbuka siap menyambut masyarakat dengan berbagai keluh kesahnya. Bagi warga Jogja memang baru, tapi warga Kulonprogo sudah familiar dengan konsep ini,” kata Hasto, Rabu (18/6/2025).
Ia mengaku memilih waktu pagi-pagi buta mengingat di jam-jam tersebut dirinya belum terlalu disibukkan dengan urusan pemerintahan. Dalam bahasa dia, “masih segar buat mendengarkan keluhan warga”.
“Soalnya kalau sudah di atas jam 9, wah, itu jadwal padat sekali. Kantor juga sudah sangat sibuk, dan orang-orang di sini sudah disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Makanya, pagi adalah waktu yang ideal,” ujarnya.

Open house ini sifatnya juga lebih kultural. Artinya, masyarakat dari kelompok mana saja boleh datang, mengambil nomor antrean, dan berdiskusi dengan wali kota.
Menurut Hasto, metode ini sangat efektif. Selain ia bisa mendengar secara langsung masalah yang dialami warga, biasanya solusi juga langsung muncul di hari itu juga.
“Karena kalau menunggu diskusi formal itu ribet, butuh surat menyurat dahulu, mencarikan jadwal, dan lain-lain. Protokolnya rumit. Kalau open house ini fleksibel, asal datang pagi dan dapat antrean, pasti saya layani.”
Apresiasi warga yang datang ke open house
Selain antusiasme yang tinggi, open house Wali Kota Jogja juga mendapat apresiasi dari warga yang datang. Salah satunya Budi Hartoyo (60), salah seorang seniman jathilan dari Turonggomudo Sekarinonce.
Ia mengaku, selama ini seni jathilan seperti dianak tirikan. Event-event yang menampilkan kesenian ini, baik itu panggung budaya, tanggapan, atau perlombaan, jarang diadakan.
Padahal, kata Budi, peminatnya tidak sedikit. Di kelompoknya saja, banyak anak muda yang bergabung untuk melestarikan kesenian ini.
“Tapi kami minim apresiasi. Dalam setahun itu event jathilan bisa dihitung jari. Padahal acara-acara yang mengatasnamakan kebudayaan di Jogja, nyaris tiap bulan ada,” kata dia, saat ditemui Mojok, Rabu (18/6/2025).

Oleh karena itu, dengan menemui Hasto Wardoyo secara langsung dalam open house, ia berharap masalah ini bisa langsung didengarkan. Sebab, selama ini dirinya mengaku bingung hendak melapor kemana dan meminta bantuan siapa.
“Makanya saya senang jika Pak Wali Kota mau secara terbuka mendengarkan keluhan kami. Rasanya plong,” kata dia. “Saya juga senang karena diskusi tadi sangat positif, langsung ada titik terang.”
Bagi warga Jogja lain yang ingin menyampaikan aspirasi secara langsung kepada Wali Kota Hasto Wardoyo, open house sendiri diadakan tiap hari Rabu mulai pukul 5.30 WIB sampai dengan 9.00 WIB. Warga cukup datang, mengambil nomor antrean, dan menunggu giliran.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Lansia di Kota Jogja Butuh Berkegiatan untuk Tetap Bugar dan Produktif, Sekolah Lansia Menjadi Jawabannya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












