Surabaya adalah tempat di mana anak muda dan narkoba hidup berdampingan, bahkan sangat dekat. Peredaran narkoba di kota ini seolah tak pernah berhenti. Tengok saja: sejak 2020 lalu, pemberitaan menyangkut narkoba dan Kota Pahlawan itu berseliweran di media.
Mulai dari penggerebekan rumah produksi narkoba di Surabaya Timur, angka kenaikan pengguna narkoba di Surabaya, hingga Jawa Timur yang menjadi urutan kedua pengguna narkoba tertinggi di Indonesia. Paling banyak penggunanya tinggal di Surabaya.
Mojok sendiri berbincang dengan Yoga*, mantan pecandu yang mengaku mengenal dan “menggandrungi narkoba” sejak hidup di Surabaya. Bahkan, tak butuh waktu lama baginya untuk menjadi pemakai barang haram itu: cukup 7 hari tinggal di ibu kota Jawa Timur ini.
Yoga sendiri merupakan pecinta lingkungan. Salah seorang reporter Mojok mengenalnya saat sama-sama mengikuti workshop pengenalan lingkungan di Mojokerto, sekitar Juni 2024 lalu.
Baru seminggu tinggal di Surabaya, sudah dijerumuskan oleh atasan magang
Yoga pertama kali tinggal di Surabaya pada 2019 lalu untuk kebutuhan magang dari SMK-nya. Sebelum berangkat ke Surabaya, dia menyempatkan diri mengikuti bootcamp tentang lingkungan di Jawa Barat.
Di sanalah Yoga mulai mengenal miras, narkoba, dan sejenisnya lewat teman-temannya peserta bootcamp. Namun, ia mengaku bahwa saat itu belum tertarik dengan benda haram yang dikonsumsi teman-temannya.
“Waktu itu aku bodo amat, Mas. Nggak mau deket-deket sama hal itu,” ungkap Yoga saat Mojok hubungi Rabu (4/9/2024) malam WIB.
Setelahnya, pada pertengahan 2019, Yoga memutuskan berangkat ke Surabaya. Bersama teman-teman SMK-nya, ia tinggal di sebuah kost daerah Gubeng.
Meskipun kost di daerah Gubeng tergolong mahal saat itu, ia tak keberatan. Sebab ia merasa mampu karena keluarganya dari kalangan borjuis. Ia pun juga menerima gaji dari pihak magang perbulannya.
Seminggu tinggal di Surabaya, Yoga mengaku mulai beradaptasi dengan kehidupan di sana. Ia pun mulai sering nongkrong bersama teman-teman dan atasan magangnya.
“Di sana aku ketemu orang-orang baru, Mas. Nah, di sana ternyata mereka ‘pakai’ juga. Salah satunya atasanku,” ungkapnya.
Karena sudah merasa dekat, akhirnya Yoga diberi akses untuk menjajal barang haram itu. Awalnya ia diberi ganja. Ia mengaku penasaran tentang efek yang diceritakan oleh teman-teman baru dan atasannya itu.
“Karena saya juga merokok, akhirnya saya cobain, Mas. Sejak itu saya rutin pakai. Tiga hari sekali,” ujar Yoga.
Rutin pesta narkoba saat weekend tiba
Setelah seminggu nyimeng, Yoga mulai tertarik dengan jenis narkoba yang lain. Berangkat dari teman-teman atasannya, ia mulai kenal dengan para pemakai lain di daerah Surabaya Utara.
Rutinitas baru mulai terbentuk kala Yoga jadi sering nongkrong dengan para pemakai itu. Nyaris tiap hari Sabtu dan Minggu, Yoga selalu mengosongkan jadwal untuk party bersama teman-temannya.
“Jadi biasanya kami urunan buat beli sabu-sabu. Karena aku juga dapat uang saku dari rumah, dapat uang saku dari magang, ditambah penghasilanku usaha di kampung halaman juga, jadi aku merasa nggak keberatan kalau keluar uang ratusan ribu perhari,” beber Yoga.
Itu jadi kebiasaan baru bagi Yoga. Satu bulan ia menjadi pemakai narkoba, ia jadi sering terlambat ke kantor magangnya. Tapi karena atasannya juga ikut nyemplung, ia tak pernah mendapatkan teguran.
Makin hari, tubuh Yoga makin kurus. Berat badan turun drastis. Dua bulan berjalan, ia makin masif menggunakan narkoba. Ganja hampir tiap hari. Bahkan, ia sudah berani beli sendiri dan memakai di kamar kos. Teman sekosnya mulai curiga.
“Kalau ditanya teman kosku, aku pasti jawab ‘ini tembakau lintingan’. Tapi kalau ada yang pengen coba, aku selalu nolak,” kelakarnya.
Teman-teman Yoga berusaha “menyelamatkannya”
Usai itu, teman-teman Yoga mulai mencari tahu apa yang Yoga lakukan. Sebab makin hari, Yoga jadi menunjukkan perilaku-perilaku aneh. Sering melamun, badan makin kurus, banyak tidur. Bahkan, saking curiganya, pernah satu momen Yoga dibuntuti saat akan party di daerah Kapasan.
Kecurigaan mereka bahkan semakin makin kuat ketika Yoga ditemukan tertidur pulas di gang tepat depan kosnya.
“Sempet itu aku keserempet motor, Mas. Tiba-tiba kesadaranku langsung hilang karena udah nge-fly, nggak kuat. Sadarnya pas dibangunin warga udah subuh, rame banget waktu itu,” kenang Yoga, sambil mengernyitkan dahi berusaha mengingat kejadian itu.
Buntut kejadian itu, ia diinterogasi oleh teman sekosnya. Akhirnya Yoga terpaksa mengakui bahwa selama dua bulan belakangan itu ia kecanduan narkoba. Temannya pikir ia cuma minum-minuman keras. Lebih parah, temannya baru tahu kalau Yoga nyimeng dan nyabu.
Temannya berusaha melarang Yoga. Jadi, mau tak mau Yoga mulai cut off sirkelnya bersama atasan magangnya itu. Tak mau diajak nongkrong dan party lagi.
“Tapi bagaimanapun juga aku masih kecanduan waktu itu. Jadi aku tetep pakai waktu di kos sendirian,” jelas Yoga.
Berkali-kali temannya mendapati Yoga tetap memakai narkoba. Bahkan sempat membuang barangnya ke toilet. Tapi karena sudah kewalahan, akhirnya teman-temannya berinisiatif melaporkan Yoga ke BNN.
Sebulan direhab di Surabaya tanpa sepengetahuan orang tua
Akhirnya tiba di mana Yoga direhab. Waktu itu, ia hanya menjalaninya selama sebulan, tanpa sepengetahuan orang tuanya.
“Cuma kakakku yang tahu, Mas. Aku direhab tapi orangtuaku nggak tahu,” ujarnya.
Sebulan menjalani rehab, akhirnya Yoga bisa menghirup udara segar tanpa dihantui rasa ingin nyimeng dan nyabu.
“Cuma kenal dua barang ini aku jadi punya pengalaman pahit di Surabaya,” imbuhnya.
Atasan magangnya juga berusaha menutupi kasus itu, apalagi dengan pihak sekolah Yoga. Sebab akan jadi masalah besar jika pihak sekolah Yoga tahu jika saat ia magang di Surabaya, tapi malah terjerumus narkoba.
“Intinya, pengalaman itu jadi pukulan keras buat aku. Emang kalau penasaran dan punya uang pasti mudah banget terjerumus, Mas. Apalagi lingkungan, sejak itu udah aku cut off semua,” pungkasnya.
Dengan bangga, Yoga menceritakan pengalamannya keluar dari belenggu narkoba. Sebab sampai detik ini, ia sudah tak pernah lagi menyentuh barang-barang haram itu lagi.
Penulis: Muhammad Ridhoi
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA 3 Alasan Surabaya Timur Tak Aman Buat Ngekos, Mahasiswa ITS dan UNAIR Surabaya Dibikin Kapok
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News