Model laundry di Jogja membuat kaget orang Surabaya. Sebab, laundry Surabaya cenderung lebih “rewel”, sedangkan laundry di Jogja terkesan lebih leluasa.
Salah satu culture shock saya saat pindah ke Jogja adalah soal laundry di Jogja yang ternyata menerima cucian berupa celana dalam.
Semua bermula ketika suatu kali di awal Februrari 2024 lalu saya mencuci beberapa celana dalam di tempat tinggal saya di Jalan Ngebo, Ngaglik, Sleman. Seorang teman, Selamet (30) lalu bertanya, kok tidak sekalian saja celana dalam itu saya cuci di laundry? Mengingat, sehari sebelumnya saya baru saja membawa sekantong plastik besar berisi baju-baju kotor.
“Loh emang nggak masalah, Mas (cuci celana dalam di laundry)?” tanya saya.
“Nggak masalah. Laundry di Jogja rata-rata menerima kok cuci celana dalam,” jelas Selamet.
Tentu ada sedikit rasa kaget. Sebab, dulu ketika di Surabaya, bahkan ada laundry yang terang-terangan menulis “Tidak menerima cuci celana dalam”.
Lalu seturut pengakuan beberapa kawan lain di Jogja, ternyata mayoritas turut mencucikan celana dalamnya di jasa cuci tersebut. Kalau ada satu atau dua orang yang tidak, biasanya lebih karena alasan etis: merasa tidak pantas saja kalau daleman disuruh nyuci orang lain. Tidak ada alasan karena ditolak oleh si pemilik laundry.
Laundry Jogja tak menganggap aneh cuci celana dalam
Untuk menjawab rasa penasaran, saya lantas bertanya kepada dua laundry di Jogja terdekat dari tempat tinggal saya.
Bu Ageng tersenyum ketika saya memastikan, apakah di tempatnya boleh mencuci celana dalam atau tidak? Karena bertahun-tahun setelah ia buka, baru saya lah orang yang bertanya mengenai hal tersebut.
“Nggak ada masalah, Mas. Bukan urusan sopan nggak sopan. Karena memang kami buka jasa cuci pakaian, berarti ya semua boleh dicucikan di sini. Luaran maupun daleman,” jawab perempuan menjelang umur 50-an tahun itu saat saya temui baru-baru ini.
Bu Ageng mengaku, bisa dibilang 80 persen pelanggan yang mencuci di laundry miliknya sekalian dengan celana dalamnya.
“Urusan jijik atau nggak, rata-rata pelanggan di laundry Jogja tempat saya itu anak-anak muda. Jadi ya sudah seperti mencucikan pakaian dalam anak sendiri,” sambungnya dengan senyum ramah.
Laundry Jogja menerima konsekuensi
Di lain kesempatan, saya menemui Ardit (28), salah seorang pekerja di salah satu tempat laundry di Jogja. Sejak lulus SMA, ia memang sudah langsung bekerja di tempat laundry. Dari ikut orang hingga sekarang ikut saudaranya sendiri.
“Di sini cuci apapun terima, Mas. Asal masih kain atau pakaian ya,” ujarnya di sela waktu longgarnya mengoperasikan mesin cuci.
Sepengelamannya bertahun-tahun jadi pekerja laundry, baginya orang menyucikan celana dalam adalah hal biasa. Tidak tabu, tidak juga jorok.
Karena bagi Ardit, ya memang sudah konsekuensi buka jasa cuci pakaian. Alhasil yang harus dicuci pun tak hanya pakaian luar, tapi juga pakaian dalam.
Ardit bahkan terkejut ketika saya ceritakan di Surabaya banyak tempat laundry yang terang-terangan memasang peringatan “Tidak menerima cuci pakaian dalam di sini!”.
“Kalau tempatku kan kiloan. Tapi ada juga yang ngitungnya per biji. Berarti kan untung kalau ada yang nyuci celana dalam atau daleman lain. Karena sudahlah kecil-kecil, tapi ada harganya,” beber Ardit.
Laundry Surabaya tegur orang yang cuci celana dalam
Saya agak ragu, apakah hanya saya yang menemui laundry dengan larangan cuci celana dalam di Surabaya. Maka, saya mencoba mengonfirmasi Rafi (25) yang kebetulan pernah tinggal di Surabaya dan kini sedang lanjut kuliah di Jogja.
Sepengalaman Rafi di Surabaya, ia memang kerap menemukan laundry yang sejak awal menekankan agar tidak mencuci pakaian dalam di sana. Meskipun ia juga tak memungkiri kalau ada tak kalah banyak laundry di Surabaya yang membolehkan.
“Cuma aku pernah, karena nggak ada keterangannya di kios laundry-nya, ya sudah aku sodorkan saja sekresek baju kotorku. Di dalamnya juga ada celana dalam dong tentunya. Tapi pas aku ambil, aku dikasih tahu sama pekerja di situ kalau di sana nggak boleh cuci daleman,” ungkap Rafi.
“Katanya, nggak pantas aja. Jadi lebih ke persoalan etis,” sambungnya.
Rafi tentu tak mau banyak tanya. Ia hanya bisa memohon maaf karena memang si mbak-mbak pekerja itu memberitahu dengan ekspresi yang tidak enak. Alhasil, selebihnya ia memilih mencuci dalemannya sendiri.
Rafi mengaku kapok. Sehingga sebagai antisipasi hal yang sama terulang lagi, ia tak mau lagi membawa celana dalam ke laundry di Surabaya.
Oleh karena itu, saat pindah di Jogja ia malah terkesan agak kaget, sama seperti saya. Sebab, ternyata tidak ada yang mempermasalahkn soal cuci daleman seperti yang ia alami di Surabaya sebelumnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Cara Membedakan Bakwan Kawi Asli Malang atau Bukan, Pembeli Harus Tahu karena Rasa dan Isinya Beda!
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.