Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Sulit Mencari Masakan Padang di Jogja yang Pas bagi Lidah Orang Minang, Rendang Terasa Manis

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
15 Agustus 2025
A A
warung nasi padang asli, masakan padang.MOJOK.CO

Ilustrasi Sulit Mencari Masakan Padang di Jogja yang Pas bagi Lidah Orang Minang, Rendang Terasa Manis (Ega/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Ada dua hal yang membuat perantau Minang di Jogja merasa asing. Pertama, Bahasa Jawa yang tak mereka pahami. Kedua, rasa masakan Padang yang tak mereka kenali. 

Setidaknya dua hal itulah yang dirasakan Bayu (23), seorang perantau asal Sumatera Barat. Setelah empat tahun menetap di Jogja, lidahnya seperti sudah lelah mencari masakan yang bisa “membuatnya pulang”. 

Alih-alih nostalgia, setiap kali ia mampir ke rumah makan Padang, yang ia temukan malah culture shock kuliner.

“Rendang kok manis?” ujarnya suatu malam, Selasa (12/8/2025), setelah menyerah pada sepotong rendang yang ia beli di salah satu rumah makan Padang populer. 

“Ini bukan rendang. Ini daging masak kecap.” 

Itulah dilema Bayu. Di Padang, bagi dia, rendang adalah mahakarya. Daging dimasak berjam-jam hingga kering, bumbunya hitam pekat, dan rasanya kaya rempah. Dagingnya empuk, tapi tidak hancur. 

Sementara di Jogja, Bayu sering menemukan rendang yang masih basah, warnanya kemerahan, dan yang paling membuatnya frustrasi: rasanya didominasi manis.

“Di Jogja, masakan Padang seperti musafir yang lupa arah pulang”

Sebenarnya, Bayu menyadari bahwa di tiap daerah pasti ada penyesuaian budaya. Termasuk dalam hal kuliner.

Jogja, memang sejak lama dikenal dengan kuliner manis. Misalnya, yang paling terkenal adalah gudeg. Hal ini masuk akal, mengingat dalam sejarahnya, pabrik gula begitu menjamur di sini. 

Namun, soal masakan Padang yang kehilangan cita rasa asli, ia mengaku masih ada perasaan mengganjal dalam hatinya.

“Bahkan kalau aku datang ke rumah makan Padang yang ada label ‘asli’ sekalipun, rasa masakannya nggak benar-benar asli. Ya, itu tadi, masakan Padang yang harusnya pedas malah terkesan manis,” ujarnya.

“Aku paham, mereka ingin menyenangkan semua orang, tapi akhirnya malah kehilangan identitas. Malah seperti seorang musafir yang lupa arah pulang,” ia mengeluh.

Soal rasa masakan Padang yang superpedas dan kaya rempah, saya sendiri sepakat dengan Bayu. Akhir Juli 2025, saya melawat ke Riau selama seminggu. Di sana, saya berwisata kuliner khas Melayu—kurang lebih cita rasanya sebelas dua belas dengan Minang.

Dan, seperti yang dikatakan Bayu: semua serba pedas—pedas yang nampol, tak ada toleransi untuk rasa manis. Rasa rempahnya juga sangat kuat; bagi yang tak terbiasa, mungkin sulit buat menikmatinya.

Iklan

Cita rasa khas tersebut sulit saya jumpai di Jogja.

Aman di lidah, tapi hambar di hati

Masalahnya tidak berhenti pada rendang saja. Bagi Bayu, hampir semua menu yang ia coba di Jogja, terasa aneh di lidah.

Misalnya, ayam pop yang seharusnya pucat, gurih, dan bumbunya meresap hingga ke tulang, di Jogja sering kali digoreng terlalu kering hingga kulitnya kecoklatan.

Adapun bumbu gulai yang seharusnya kental dengan santan dan rempah, di sini sering terasa encer. 

“Sambal ijonya pun tidak pedas,” kata Bayu. Soal sambal ijo ini, sepengalaman saya memakannya langsung dari “rumahnya”, saya sepakat dengan Bayu.

“Ini, sih, masakan Padang rasa Jawa,” guraunya.

Namun, Bayu juga menyadari bahwa fenomena ini bisa saja menjadi “siasat lidah” yang dilakukan para pengusaha rumah makan Padang di Jogja. Mereka tahu, pasar di sini adalah lidah-lidah yang tidak terbiasa dengan rempah kuat dan pedas. 

Alhasil, demi bertahan, mereka berkompromi. Hasilnya, terciptalah masakan Padang versi “adaptif” yang kata Bayu, “aman di lidah, tapi hambar di hati.”

Faktor bumbu dan teknis jadi alasan masakan Padang di Jogja hambar

Mojok sendiri pernah mewawancarai pelaku usaha RM Padang di Maguwoharjo, Sleman. Ani (37), namanya. Ia merupakan orang Minang asli yang sudah 10 tahun lebih membuka rumah makan di Jogja.

Soal “adaptasi rasa” masakan Padang—yang dianggap tak cocok di lidah orang Minang, Ani mengaku  memang ada upaya penyesuaian dengan lidah orang Jogja.

Namun, ada hal lain juga yang sebenarnya jadi alasan. Menurutnya, bumbu-bumbu segar dan rempah khas Minang sulit ditemukan di Jogja. Santan kental, daun-daunan khusus, dan cabai dengan tingkat kepedasan tertentu adalah jiwa masakan Padang. 

Bagi Ani, hilangnya salah satu dari mereka, atau penggunaan bumbu yang tidak segar, bisa mengubah segalanya.

“Sesederhana rempah ini aja, Mas, andaliman. Itu rempah khusus di Sumatera, di Jawa nggak ada. Beberapa masakan hilang nyawa tanpa campuran rempah ini,” ujarnya.

Selain itu, juga ada faktor teknis. Di Padang, proses memasak gulai dan rendang dilakukan dengan penuh kesabaran, berjam-jam lamanya.

Sementara di Jogja, efisiensi adalah segalanya, sehingga proses memasak dipercepat. Sebuah proses yang terburu-buru, kata Ani, adalah salah satu alasan mengapa rasa masakan di sini terasa dianggap “tanggung” bagi orang Minang—tapi sudah cukup bagi lidah Jogja.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Pertama Kali Makan Sate Koyor di Pasar Ngasem Berujung Menyesal, Mood Jadi Berantakan karena FOMO atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 15 Agustus 2025 oleh

Tags: masakan minangmasakan padangNasi Padangnasi padang aslirendangrumah makan padangrumah makan padang asli
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pertama kali makan masakan di warung nasi padang. Kenyang meski menyesal MOJOK.CO
Kuliner

Pertama Kali Makan di Warung Nasi Padang: Jadi Katrok, Kenyang dalam Penyesalan, Hingga Obati Nasib Malang Masa Kecil

5 Agustus 2025
warung nasi padang asli, masakan padang.MOJOK.CO
Kuliner

5 Penanda Warung Nasi Padang Asli dan Palsu Menurut Para Pedagang dari Minang

27 Juni 2024
Orang Jogja Kaget Nggak Nemu Nasi Padang Enak di Jakarta, di Jogja Menjamur Meski Penjualnya Ngapak.MOJOK.CO
Kuliner

Orang Jogja Kaget Nggak Nemu Nasi Padang Enak di Jakarta, di Jogja Menjamur Meski Penjualnya Ngapak

10 Juni 2024
Jawa Ngatain “Polisi Rendang” ke Orang Sumatera. Nggak Sopan! MOJOK.CO
Esai

Rendang Dikira Kalio, Sudah Salah Ngotot Pula: Ketika Orang Jawa Menista Warisan Masakan Padang

18 April 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gagal dan tertipu kerja di Jakarta Barat, malah hidup bahagia saat pulang ke desa meski ijazah S1 tak laku dan uang tak seberapa MOJOK.CO

Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia

19 Desember 2025
Praja bertanding panahan di Kudus. MOJOK.CO

Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan

20 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
bapakmu kiper.MOJOK.CO

Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper

17 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.