Sebagian orang salah kaprah saat menilai Jurusan Gizi. Disangkanya, mahasiswa Jurusan Gizi selalu menerapkan hidup sehat dan paham cara diet. Namun, seorang alumnus UNESA ini menyangkalnya. Nyatanya, mereka juga manusia biasa yang nggak “saklek-saklek” amat menerapkan materi kuliah.
***
Di UNESA, Ilmu Gizi menjadi satu-satunya jurusan di bidang kesehatan. Ia baru berdiri pada tahun 2017 di bawah naungan Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan. Namun, Andin (26), alumnus tahun ke 2018 mengaku sering “dijahili” karena kuliah di Jurusan Gizi.
Bukan karena Jurusan Gizi baru dibangun atau ada jurusan lain yang lebih mapan dan memiliki spesialisasi internasional, melainkan karena sering ditanya soal tips diet. Apalagi kalau mereka terlihat makan gorengan, rasanya jadi orang yang tidak punya adab.
Wajar saja, karena mahasiswa Jurusan Gizi mempelajari teori dasar ilmu gizi, pangan, biomedik, patofisiologi, dan kesehatan masyarakat. Tak hanya itu, mereka juga dibekali pengetahuan tentang pelayanan dan kewenangan ahli gizi dalam sistem kesehatan nasional dan ketahanan pangan nasional.
Usai lulus, mereka bisa bekerja di bidang care provider pelayanan gizi, supervisor pendidikan dan pelatihan gizi, peneliti ilmiah gizi, atau wirausaha gizi (nutrition entrepreneur). Nyatanya, Andin tetap memisahkan urusan pekerjaan dengan kehidupan pribadi terutama soal selera makan.
#1 Sering diminta tips diet
Andin bakal langsung cemberut saat teman-temannya nyeletuk, “Kamu kan mahasiswa Jurusan Gizi, bagi tips diet dong”. Ujaran itu selalu muncul tiap kali Andin nongki dengan teman-temannya yang tidak satu jurusan.
“Orang-orang menganggap kami otomatis pasti tahu kandungan kalori dalam makanan. Padahal, kami sebagai mahasiswa pun masih belajar. Nggak ujug-ujug sebagai anak gizi kami tahu total kalori makanan,” kata Andin kepada Mojok, Senin (29/9/2025).
Lebih dari itu, anak Ilmu Gizi juga tak boleh asal memberi rekomendasi makanan untuk diet sebab masih terikat dengan etika profesi. Minimal, ia sudah selesai studi lanjut profesi gizi atau yang dikenal dengan dietisien.
Andin sendiri sudah lulus dari studi lanjut tersebut. Kini, ia bekerja sebagai konselor gizi yang mendampingi perbaikan pola makan secara personal. Kalaupun ada yang meminta saran seperti tadi, bukankah tidak bisa diperoleh dengan gratis?
“Kami pun perlu melewati proses assesment terlebih dahulu, diagnosa, sampai memberikan interfensinya,” kata Andin.
#2 Mahasiswa Ilmu Gizi juga suka makanan manis
Jangan salah, meski sudah bekerja sebagai konselor gizi, Andin tetaplah manusia biasa. Alumnus UNESA Jurusan Gizi itu berujar kalau ia sangat suka makanan manis. Makanan yang sering kali dianggap berbahaya dalam pengamatan ahli.
“Kami juga menyesuaikan kondisi sekitar. Bukan berarti kami saklek, nggak makan gorengan atau nggak makan yang manis-manis, nggak juga. Kami juga manusia biasa,” kata Andin.
Toh, kata Andin, yang dipelajari mahasiswa juga beragam. Tidak melulu perkara diet, seperti gizi klinik, gizi masyarakat, gizi olahraga, manajemen penyelenggara makanan, komunikasi, dan sebagainya.
“Dosen di sini juga ahli di bidang gizi kuliner dan teknologi pangan. Mereka sangat membantu kami memperkenalkan gizi seputar makanan,” ujarnya.
#3 Harus siap hitung-hitungan
Salah satu alasan Andin memilih Jurusan Gizi di UNESA adalah untuk menghindari penanganan kesehatan fisik manusia secara langsung, tapi ia ingin bekerja di bidang tersebut. Ia tak berani menyuntik orang, mengambil darah, atau memberikan obat. Oleh karena itu, ia memilih Jurusan Gizi.
Ketika mencari informasi di internet saat itu, Andin jadi tahu kalau Gizi tidak hanya mengajarkan manusia hidup sehat. Tetapi juga membuat program dan kebijakan di bidang kesehatan untuk masyarakat, baik yang berhubungan dengan organisasi, dinas kesehatan, maupun personal.
Lebih dari itu, ia dan teman-temannya mengaku kaget di awal semester perkuliahan. Ternyata, kata dia, Jurusan Gizi di UNESA tak hanya mempelajari biologi tapi juga kimia dasar dan hitung-hitungan.
“Nah, seiring berjalannya waktu, menginjak semester pertengahan, kami jadi paham bahwa Kimia itu jadi ilmu dasarnya gizi. Berhubungan erat dengan makanan yang kita konsumsi ke tubuh di mana itu ada interaksi antar kandungannya,” tutur Andin.
#4 Outfit mahasiswa Jurusan Gizi
Jika dibandingkan dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), busana atau outfit mahasiswa Gizi bakal terlihat berbeda. Apalagi, di UNESA. Andin mengaku harus terlihat sopan.
“Di UNESA kan fokusnya pendidikan ya, jadi pakaian kami lebih diatur. Misalnya, nggak boleh pakai jins dan harus formal, serta rapi,” ujar Andin.
Lain halnya dengan mayoritas mahasiswa FISIP yang kalau kelas bisa pakai kaus oblong, sandal jepit, kain tradisional, sarung kotak-kotak, hingga outfit yang menunjukkan selera musik tertentu. Bahkan ada yang pakai setelan jas lengkap atau pakaian adat ke kampus sebagai pakaian sehari-hari.
Ada pula beberapa jurusan di UIN yang mengharuskan mahasiswa perempuannya memakai rok di hari-hari tertentu. Sementara di UNESA, selain pakaian yang diamati secara ketat, mahasiswanya juga masih diperbolehkan menggunakan make up.
“Kalau di UNAIR kesannya malah ‘ngapain?’ karena kami sering praktik di laboratorium dan pakai masker,” kata Faizah yang merupakan mahasiswa kesehatan di Unair.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Ditolak Unair 2 Kali, Unesa Selamatkan Saya Jadi Sarjana Ilmu Gizi dengan Karier yang Mentereng atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
