Melamar kerja berkali-kali di Surabaya, selalu tertolak
Puji bukannya tanpa pergerakan. Sadar bahwa ia tak bisa menghasilkan uang dari menulis, ia pun sempat coba-coba melamar kerja sebagai staf kitchen di beberapa coffee shop dan restoran di Surabaya. Karena kebetulan ia punya basic bisa masak.
“Selalu gagal di interview. Karena aku nggak punya pengalaman kerja, terus saat itu yang aku bisa cuma masak-masakan rumahan, jadi menurut mereka aku nggak sesuai kebutuhan mereka,” tutur Puji.
“Sementara yang coffee shop dan restoran cari itu yang bisa masak masakan-masakan yang agak mewah dan cenderung sulit dalam pengolahan dan penyajiannya,” lanjutnya.
Dari situlah Puji kemudian tak keberatan jika memang harus lanjut S2, meski pada dasarnya ia sendiri sudah ogah berhubungan dengan dunia kampus.
“Daripada nganggur,” ujar mahasiswa Aceh sekaligus mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga itu.
Mahasiswa Aceh yang jadi andalan di dapur coffee shop di Jogja
Setengah tahun awal di Jogja Puji jalani dengan sangat menjemukan dan tidak produktif sama sekali.
Kegiatannya di luar kuliah tidak jauh-jauh dari nongkrong dan main PS. Sisanya, rebahan di kos. Tidak ada aktivitas menulis lagi. Kalau membaca masih sesekali.
Hingga suatu ketika, hasratnya untuk kembali bertarung mencari loker demi loker muncul kembali.
“Pertama, aku nggak enak sama abangku kalau misal uang habis terus minta. Kedua, pacarku sudah kerja. Jadi nggak enak aja,” ungkap Puji.
Lamaran pertama yang ia masukkan ke sebuah coffee shop di daerah Nologaten ternyata tembus.
“Awalnya diremehkan juga karena sebelumnya nggak punya pengalaman. Tapi karena tetap masuk, maka kugunakan buat belajar sebaik mungki. Mempelajari membuat menu-menu masakan baru,” katanya.
Tak sampai setahun, Puji langsung naik posisi menjadi head kitchen di coffee shop tersebut
Hal tersebut tidak lepas dari kepandaiannya meracik bumbu dan menciptakan menu-menu baru.
“Tiap aku bikin menu baru, satu menunya owner-nya beli Rp200 ribu. Uang apresiasi lah,” akunya. “Gajiku juga naik, lumayan, di atas UMR Jogja. Jadi bisa nabung dan tentu nggak jadi beban orang tua lagi.”
Apa yang telah Puji lewati itulah yang membuatnya lantas berpikir bahwa Jogja telah menyelamatkannya.
Lewat masak, bakat yang tak Puji sadari sebelumnya, ia kini bisa bicara banyak dan menyumpal mulut orang-orang yang sebelumnya menganggapnya sebagai beban orang tua belaka.
“Aku lagi ngumpulin modal buat bikin coffee shop sendiri nanti,” pungkasnya.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Mahasiswa Medan Tertipu Biaya Hidup Murah Jogja, Gadaikan Laptop demi Nongkrong di Coffee Shop
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News