Entah bagaimana mulanya, flyover Krian Sidoarjo tiba-tiba menjadi semacam wahana wisata. Malam-malam di bawah flyover tersebut selalu padat pengunjung untuk kulineran dan bahkan foto-foto.
Di media sosial, flyover Krian Sidoarjo malah diromantisasi layaknya tempat ikonik. Ada yang niat membuat video dengan drone yang kemudian diunggah dengan caption puitis. Ada juga yang malah menyebut flyover Krian Sidoarjo bak Venezia di Italia (entah benar-benar menganggapnya seperti itu atau satire belaka).
Hal itu membuat saya penasaran, sebenarnya apa yang dirasakan warga Krian yang lain melihat fenomena romantisasi flyover yang memang baru beroperasi awal tahun 2024 ini. Pasalnya, Sidoarjo—sebagaimana juga tetangganya (Surabaya)—sebenarnya memang identik dengan flyover. Artinya, flyover Krian sebenarnya kan bukan barang baru. Biasa saja.
Lantas, apa yang membuatnya begitu diromantisasi?
Untuk memecah kemacetan dan mengurangi kecelakaan
Sebelum ke sana, perlu diketahui bahwa proyek tersebut jalan sudah sejak 2022 lalu, dengan target rampung di awal 2024.
Risal Wasal selaku Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjelaskan, pembanguna flyover Krian Sidoarjo pada prinsipnya adalah untuk mendukung operasional Jalur Ganda Mojokerto-Sepanjang yang sudah beroperasi awal Desember 2023.
Pembangunan perlintasan tidak sebidang ini menjadi upaya untuk mengurangi perlintasan sebidang, tiak lain guna menekan angka kecelakaan melibatkan moda transportasi jalan dengan kereta api.
Selain itu juga untuk memecah kepadatan di Simpang Lima Krian. Mengingat, di jam-jam berangkat atau pulang kerja, lalu lintas di sana begitu semrawut dan sumpek. Belum lagi kalau akhir pekan.
“Dengan beroperasinya jalur ganda, maka frekuensi kereta api yang melintasi simpang ini akan semakin bertambah, sehingga kami merasa perlu untuk mengamankan perjalanan kereta api sekaligus memastikan keselamatan pengguna jalan melalui pembangunan flyover ini,” jelas Risal dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (21/1/2024) lalu.
Wisata di flyover Krian Sidoarjo malah bikin malu
“Loh malah enak to sekarang di Krian ada wisata, tempat tongkrongan estetik. Jadi nggak perlu jauh-jauh ke Surabaya,” gojlok saya ke Hanin (25), perempuan asal Krian Sidoarjo. Hanin lantas tertawa terbahak sebelum akhirnya keluar umpatan-umpatan khas Suroboyoan.
Sejak kuliah hingga sekarang kerja, ia memang lebih banyak nongkrong di Surabaya ketimbang di Sidoarjo sendiri. Apalagi di Krian, yang menurutnya sumpek dan berdebu karena jadi perlintasan truk-truk tronton.
Kata Hanin, saya adalah orang kesekian yang menggojloknya karena romantisasi flyover Krian. Sebelumnya, ia sudah kena gojlok teman-teman kuliahnya yang kini sudah balik ke daerah masing-masing.
“Memang seramai itu, sih, kalau sore sampai malam. Banyak orang jualan. Banyak anak muda dan keluarga nongkrong di bawahnya. Bener-benr kayak wisata,” tutur Hanin, Rabu (3/7/2024) malam WIB.
Akan tetapi, untuk bagian perahu karet, Hanin memang belum pernah melihatnya, di sisi sebelah mana. Entah ia yang tidak tahu atau mungkin saja perahu karet itu sudah tidak beroperasi.
Dalam video yang beredar di Instagram, tampak aliran sungai di bawah flyover Krian Sidoarjo jadi semacam wisata air. Ada persewaan perahu karet dan memang ada yang berminat untuk naik. Bagian inilah yang diromantisasi sebagai Venezia ala Sidoarjo.
“Pas baca-baca komen di Instagram, asli malu banget, sih, karena memang komennya ndlogok-ndlogok,” ucap Hanin.
“Flyover jadi wisata aja udah norak benget,” sambung perempuan pekerja di perusahaan swasta tersebut.
Di antara isi komentarnya:
“Berasa kaya tim SAR ga sih.”
“Kayak lagi cari korban tenggelam.”
“Mambu teleeek (tahi).”
“Itali air cokelat campur bekas cebok.”
“Aku pernah nemu orang berak di situ. Tapi nggak aku video.”
Wajar saja, air sungai di bawah flyover Krian Sidoarjo itu memang cokelat kehitam-hitaman. Oleh karena itu, Hanin benar-benar heran. Kalau wisata air itu memang ada, menurutnya kelewat aneh.
Baca halaman selanjutnya…
Wisata flyover Krian Sidoarjo bikin macet
Sementara Febri (26) lebih menyoroti soal kemacetannya. Febri yang saat ini masih sering PP Krian-Surabaya untuk kerja agak mempertanyakan: apakah memang penggunaan area bawah flyover Krian Sidoarjo tersebut sudah berizin atau belum?
Sejauh ini, ia belum menemukan ada berita yang mengangkat penertiban di sana. Setiap malam ada saja yang ke sana untuk nongkrong-nongkrong. Terlebih kalau di malam Minggu.
“Nah, kalau malam Minggu itu malah semrawut aja jadinya. Jadi kayak di Vrindavan karena klakson bersahut-sahutan,” ungkapnya.
Di luar urusan itu, Febri mencoba maklum. Sebab, orang-orang kelas pekerja menengah bawah di Sidoarjo memang tak punya banyak pilihan hiburan.
“Kalau orang-orang kaya mungkin bisa ke mal. Atau ke mana lah. Kalau orang-orang urban ini, mau ke mana? Gaji dari kerja buat bertahan hidup,” sambungnya.
Oleh karenanya, bisa “wisata” di flyover Krian saja sudah cukup. Yang penting bisa mengajak anak istri keluar rumah, melihat lampu-lampu kota, makan bareng meski hanya dari makanan kaki lima.
Sering saat melintas, Febri melihat sebuah keluarga tengah duduk lesehan di bawah flyover Krian. Mereka tampak semringah. Anak mereka yang masih kecil juga tampak ceria, mencecap jajanan dan segelas es (mungkin Pop Ice) yang dibelikan oleh bapaknya.
“Setidaknya flyover Krian memberikan tempat bagi orang-orang pinggiran merasakan “wisata keluarga”,” tutup Febri.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.