Perlahan trayek Jogja-Wonosari ditinggalkan secara total. Bus-bus non-ac milik Bimo lantas dijual ke PO Bakmi Jawa yang melayani trayek yang sama. Sejak saat itu Bus Bimo fokus menggarap sektor pariwisata.
Perjalanan bus ini bukan tanpa tantangan. Sebagai bus pariwisata tertua yang masih bertahan dari Jogja, sudah banyak pasang surut yang perusahaan ini lewati. Semua itu mampu dilewati berkat kecintaan pemiliknya terhadap dunia bus.
Pernah beli 10 bus cuma untuk dilihatin sambil ngopi pagi-pagi
Putra bercerita, pernah suatu ketika perusahaan membeli 10 unit bus baru. Harga bus tentunya tidak murah. Namun, bukannya langsung dioperasikan agar bisa meraup laba, pemiliknya justru melarang unit baru itu keluar dari garasi.
“Sempat itu, awalnya bus nggak boleh jalan. Bapak ke sini sambil ngopi dan nyawang bus setiap pagi. Setelah beliau agak bosan baru bus boleh beroperasi,” ujarnya tertawa, mengenang kecintaan pemilik pada kendaraan-kendaraannya.
“Bimo memang beliau sayang banget. Usaha lain boleh tutup, tapi yang ini terus ia jaga,” imbuhnya.
Pasar utama Bimo saat ini tentu rombongan wisata dari Jogja yang hendak ke luar daerah. Selain itu beberapa pesanan juga sesekali datang dari kota lain seperti Jakarta, Purwokerto, Cirebon, hingga paling jauh beberapa daerah di Sumatera.
Selain unit-unit yang biasa beroperasi, ada juga Bus Bimo legendaris yang terus dirawat meski sudah tidak disewakan lagi. Bus itu ukurannya kecil dan sudah ada di garasi sejak 1997.
Bus unik itu fasilitasnya lumayan menarik, bisa untuk rapat dalam bus karena posisi kursi bisa diubah-ubah. Salah satu tokoh publik yang pernah merasakan kenyamanannya adalah Jendral TNI (purn) Wiranto.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Sejarah PO Bus Prayogo Jogja, Bertahan karena Bisa Baca Masa Depan
Cek berita dan artikel lainnya di Google News