Teror maling nyaris setiap malam
Malam itu bukan kali pertama maling meneror sebuah desa di Ngoro, Jombang. Sudah bertahun-tahun, desa itu jadi sasaran maling. Terutama untuk persoalan ternak: kambing dan ayam.
Bedanya, tahun-tahun sebelumnya, cenderung mudah bagi warga untuk menyergapnya. Tapi empat tahun belakangan, malingnya terasa lebih licin.
“Sebulan lalu kambing yang dicolong. Sekarang kambingnya ludes,” ungkap Maslikatin. Sementara tahun-tahun sebelumnya, kambing-kambing tetanggalah yang jadi korbannya.
Situasi malam itu membuat warga saling mengingatkan satu sama lain agar: Satu, membuat keamanan berlapis di rumah masing-masing. Dua, menggencarkan ronda lagi. Tiga, jangan memelihara ternak lagi.
Beberapa warga yang mengaku berencana membeli kambingpun sepakat. Mengurungkan niat untuk tidak membeli kambing dulu.
Malam berikutnya, tersiar kabar dari desa lain, maling—dengan senjata tajam—membobol rumah warga. Ponsel dan beberapa uang tunai digondol.
Kabar itu membuat warga desa di kompleks belakang rumah mertua makin tak tenang. Beberapa mengaku tidak bisa tidur. Karena ini bukan hanya persoalan uang atau harta benda yang jadi incaran, tapi nyawapun terancam melayang karena si maling membawa senjata tajam.
Bocah-bocah kriminal di jalanan Jombang
Sejak awal 2025 lalu—terutama selama Ramadan—jalanan Jombang di malam hari tak ubahnya jalur maut. Entah meniru dari mana, kini banyak bocah di Jombang jadi pelaku kriminal (gangster).
Mereka—secara bergerombol—akan menyisir jalanan Jombang dengan membawa senjata tajam. Lalu akan membabat siapa saja yang melintas.
Tindakan pengamanan dan patroli kepolisian setempat sempat membuat aksi gangster mereda. Namun, sepanjang Mei hingga Juni 2025 ini, masih ada saja yang melancarkan aksi sebagaimana mengutip Radar Jombang.
Paling baru terjadi pada Sabtu (7/6/2025). Puluhan remaja nyaris saling serang di Dusun Kemambang, Diwek, Jombang. Untuk polisi bergerak cepat.
Di rumah kita kawan, di jalan kita lawan
Adi (20), seorang pemuda asal Ngoro, Jombang, mengaku punya banyak teman yang kini coba-coba menjadi gangster. Kata Adi, nyaris setiap malam teman-temannya menyisir jalanan sepi sambil membawa senjata tajam.
“Awalnya mereka punya motif. Di sini kan banyak perguruan pencak silat. Rivalitas antarperguruan itu disalurkan dengan saling serang di jalanan,” ungkap Adi.
“Jadi kalau mereka ke jalan, mereka sudah punya sasaran, yaitu lawannya di perguruan pencak silat lain,” sambungnya.
Akan tetapi, situasinya kini berubah. Menyerang rival perguruan tidak lagi menjadi motif utama. Karena siapa saja yang lewat bisa jadi sasaran.
Adi sendiri pernah nyaris jadi korban. Lewat tengah malam, sepulang dari ngopi, dua motor membuntutinya dari belakang. Adi sudah berfirasat buruk. Itulah kenapa dia mencoba terus mengawasi gerak dua motor di belakangnya dari sepion.
Tak lama berselang, sebuah sarung melayang persis ke bagian belakang kepalanya. Beruntung Adi menghindar. Sementara dua motor (dua orang boncengan, satu sendiri) itu menancap gas lebih kencang melewati Adi.
Sepintas, Adi melihat ada wajah orang yang dia kenal turut dalam dua motor itu: teman desanya sendiri.
“Buntelan sarung yang dilempar ke aku kuambil. Pas kubuka isinya besi. Itu kalau kenapa kepala, mati mungkin,” tutur Adi.
Melukai Orang hanya karena ingin senang-senang
Atas kasus gangster yang belakangan marak di Jombang, Adi pernah berbincang dengan seorang temannya yang terang-terangan mengaku terlibat. “Kenapa nyerang orang tanpa alasan?” Begitu tanya Adi.
Jawaban si pelaku gangster: Hanya ingin senang-senang, mencari adrenalin. Tidak lebih.
Mendengar itu, Adi hanya bisa terdiam. Dia sendiri heran, kenapa Jombang yang dikenal sebagai Kota Santri kini malah rusak.
Di Jombang dulu para santri dan para kiai secara heroik melawan penjajah, demi Indonesia merdeka, lantas warga Jombang bisa hidup tenang, para santripun bisa ngaji tanpa bayang-bayang ditembak.
Kini, jauh setelahnya, warga Jombang ternyata tetap tidak bisa tenang. Maling meneror terus-menerus. Gangster mengincar siapa saja untuk dibabat.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Ironi Jombang Kota Agamis yang Makin Rusak, Bocah SD Tenggak Miras di Kelas atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












