Ide usaha jualan gorengan mungkin terdengar sederhana. Namun, bagi perantau Indramayu dan Majalengka di Jakarta hingga Jogja, gorengan jadi ladang cuan.
***
Gorengan sepintas tampak jadi hal yang begitu sederhana. Membuatnya seperti tak perlu keahlian khusus.
Hal itu barangkali yang membuat banyak orang menerapkan ide usaha jualan gorengan. Di Jakarta, Jogja, dan hampir semua kota lainnya pedagang serupa selalu tampak di sudut-sudut jalan.
Pada Rabu (10/7/2024), saat sedang liputan saya coba mampir ke tempat jualan gorengan di dekat Tugu Jogja. Modelnya cukup unik, menggunakan gerobak keliling kecil tanpa etalase kaca. Tempe, tahu, hingga cireng yang usai digoreng dijajarkan di tempat penirisan yang mengelilingi penggorengan.
Penjualnya bernama Santo (23), lelaki asal Indramayu ini baru sebulan ini jualan gorengan di Jogja. Tahun lalu, ia berdagang hal yang sama di Jakarta.
“Ikut juragan. Dulunya di Jakarta, terus juragan mindahin beberapa gerobaknya ke Jogja dan saya ikut,” tuturnya.
Di dekat Pasar Kranggan, Santo berjualan dari dini hari. Pukul 03.00 ia sudah siap melayani pembeli. Menjelang siang, sekitar pukul 10.00 sebagian gorengan sudah ludes. Paling cepat habis adalah tempe yang jadi favorit orang Indonesia.
Beruntungnya, masih ada dua gorengan tempe yang tersisa. Saya pun mencobanya dan memang gurih dan renyah. Meski sudah tidak hangat lagi namun masih kriuk… saat digigit.
“Di Jakarta itu saingannya sudah lumayan ketat ya, jadi mungkin juragan saya jadi coba cari potensi di Jogja,” ungkapnya.
Menurutnya, jika menemukan gerobak penjual gorengan semacam ini, sudah pasti itu milik orang dari Indramayu. Pasalnya, itu jadi sudah jadi karakter tersendiri.
Selain gerobak, menurutnya pakem yang jadi ciri khas adalah keberadaan cireng. Makanan yang memang identik sebagai ide usaha orang Jawa Barat.
Jualan gorengan jadi ide usaha yang menjanjikan
Sebelumnya, saya juga pernah berjumpa dengan Didin (37). Ia bukan dari Indramayu, melainkan dari Majalengka.
Meski gerobaknya tertulis “Putra Ciamis” ternyata Didin berasal dari Majalengka. Sejak 2003, kakaknya sudah merantau dari Majalengka ke Jogja untuk jualan gorengan sedangkan ia menyusul pada 2008. Seperti kebanyakan kisah perantau, kesuksesan salah seorang anggota keluarga jadi pemantik ide usaha bagi yang lain untuk mencicipi manisnya usaha di perantauan.
“Kakakku yang pertama. Sekarang, kami lima bersaudara di Jogja semua. Tiga jualan gorengan dan yang dua jualan batagor,” kata dia.
Hari itu, Didin berjualan di Condongcatur Sleman ditemani oleh satu anaknya. Lelaki itu sibuk menggoreng tempe yang hampir habis di etalase gerobak sementara anaknya melayani pembeli yang berdatangan.
“Ya biasanya sehari jualan berdua, kadang bertiga sama saudara,” kata Didin.
Baca halaman selanjutnya…
Sehari omzetnya bisa Rp2 juta, bawa perantau Indramayu dan Majalengka sukses di perantauan