Motor tua Honda C70 menjadi saksi perjuangan seorang pemuda, dari jualan pentol di Surabaya hingga menerjang banjir di Sidoarjo. Bahkan, belakangan ini motor tua itu pula yang menjadi saksi bagaimana ia berhasil membuat perempuan kaya jatuh hati padanya.
***
Meski sekarang memiliki cukup banyak uang dari hasil desain, Musa (25) masih ogah-ogahan membeli motor baru. Hal itu seperti yang Musa katakan saat saya mengajaknya ngopi di sebuah warung kopi di dekat kosnya di Sidoarjo, Jawa Timur pada Sabtu, (2/3/2024) lalu.
Musa masih tak berubah untuk ukuran orang yang sudah “berduit”. Ia datang dengan setelan khasnya seperti masa kuliah dulu: pakai sarung dan jaket buluk yang entah sudah ia beli sejak kapan.
Dan yang paling mencolok adalah motor yang ia kendarai, yakni motor tua Honda C70. Hanya saja, Honda C70 yang Musa pakai jauh dari kesan klasik karena memang tak terlalu terawat.
Di masa kuliah, motornya itu mendapat cap sebagai “motor terjelek” di kampus dari teman-teman. Tentu dalam konteks bercanda.
“Sekarang malah gampang mogok,” ujarnya setelah kami saling bersalaman.
Ah, saya senang akhirnya bisa kembali ngopi dengan Musa. Semasa masih di Surabaya, ia menjadi satu orang yang paling gampang untuk saya ajak ngopi.
Bukan karena ia terlalu nganggur, tapi karena memang begitulah Musa: selalu siap sedia menemani teman-temannya.
“Sempat kepikiran beli baru. Tapi entah kenapa masih sayang saja pakai motor tua ini,” jawab Musa saat saya tanya kenapa ia tak membeli motor baru atau menjual motor tuanya tersebut.
“Kalau pun beli baru, kayaknya nggak kujual motor ini. Soalnya motor perjuangan dan penuh kenangan,” sambungnya sembari menatap Honda C70 yang terparkir di sela-sela motor-motor bagus keluaran terbaru milik pengunjung warkop yang lain.
Jualan pentol dengan Honda C70
Musa mengaku motor tersebut adalah hadiah dari sang kakak. Ia sendiri tak tahu kapan persisnya motor itu terbeli. Tahu-tahu, saat hendak kuliah ke Surabaya, sang kakak memberi motor Honda C70 untuk Musa gunakan.
“Di Surabaya kupakai buat jualan pentol. Karena aku kuliah tanpa bantuan biaya orang tua. Yatim piatu e, Bos,” ungkap pemuda asal Nganjuk, Jawa Timur itu.
Masuk UINSA pada 2017, Musa langsung berpikir keras bagaimana ia bisa bertahan kuliah sampai lulus tanpa ada kendala biaya. Maka, ia harus siap kuliah sambil kerja sejak semester awal.
“Semester awal bayar sendiri. Nah, semester 2 mulai dapat Bidikmisi. Alhamdulillah banget itu,” tuturnya.
Musa mencoba membagi keuangannya sebaik mungkin. Uang dari Bidikmisi ia gunakan untuk keperluan-keperluan perkuliahan. Termasuk pada saat itu ia mencicil laptop.
Sementara uang hasil jualan pentol ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari di Surabaya.
“Nggak ada istilah gengsi dalam hidupku. Orang miskin dilarang gengsi,” kata Musa.
“Waktu itu aku ambil pentolnya dari orang lain. Jadi nanti aku setoran ke dia,” sambungnya.
Di hari aktif kuliah, Musa akan mangkal di area depan kampus UINSA pada sore hingga malam hari. Setelah itu ia akan mangkal ke titik-titik yang padat dengan lalu-lalang mahasiswa.
Jatuh bangun bersama Honda C70
Motor tua Honda C70 tersebut juga menyimpan kenangan-kenangan jatuh bangun. Seperti misalnya saat ia perjalanan dari rumahnya di Nganjuk menuju Surabaya.
Di akhir pekan, setiap satu bulan sekali, Musa menyempatkan diri untuk pulang ke rumah. Sekadar untuk berkumpul dengan kakak-kakaknya.
Sampai suatu ketika pada 2018, Musa mengalami hari buruk. Sejak berangkat dari rumahnya di Nganjuk Minggu malam selepas Isya, ia sendiri mulai punya firasat tak enak.
“Pas mau berangkat itu sorenya ujan deres nggak berhenti-berhenti. Rencana kan balik sore,” tutur Musa.
“Habis Isya pas mau berangkat pun motor sempat mogok,” sambungnya.
Sebenarnya habis Isya sudah kelewat malam untuk melakukan perjalanan dari Nganjuk ke Surabaya. Kakak perempuan Musa pun sempat melarang.
Akan tetapi, karena Senin pagi ia ada jatah presentasi di kelas, mau tidak mau ia harus balik ke Surabaya malam itu juga. Dari Nganjuk, ia harus melewati Kertosono, Jombang, Sidoarjo, baru kemudian tiba di Surabaya.
“Pas masuk Sidoarjo, masih di Krian, aku ngerasa capek dan ngantuk banget. Tapi tetep aku paksakan jalan terus karena aku pengin cepet sampai kos terus tidur nyaman di kosan,” beber Musa.
Akan tetapi, sial tak bisa ia tolak. Dalam kondisi ngantuk itu, tiba-tiba ada mobil ugal-ugalan yang menyerempet Musa. Ia tersungkur, Honda C70-nya peyok. Sedangkan si pengendara mobil bablas terus tak memedulikan.
“Gara-gara itu akhirnya motor ini aku bondoli (ada bagian-bagian yang Musa lepas),” jelasnya.
Motor tua menerjang banjir Sidoarjo
Drama tak berhenti di situ. Di antara yang paling membekas adalah saat ia proses skripsian pada 2021 silam.
Awalnya ia membuat janjian dengan dosen pembimbing untuk bertemu di kampus pada hari dan jam yang telah ditentukan. Tapi tiba-tiba si dosen mengabarkan sedang ada urusan di luar.
“Kupikir memang nggak jadi hari itu. Eh, nggak lama kemudian ia minta ditemui di rumahnya di Sidoarjo hari dan jam itu juga. Karena setelahnya dosen itu mau ke luar kota,” ungkap Musa.
Musa menelan ludah mendengar ucapan dosennya tersebut. Karena saat itu Surabaya-Sidoarjo tengah hujan lebat. Tapi mau tak mau ia harus menerabas demi bisa segera lulus.
“Aku sebenarnya sudah firasat buruk, karena banjir tinggi pol di Sidoarjo. Motor-motor pada mogok. Tapi anehnya, motor tuaku ini masih bisa jalan dengan mulus,” ujarnya. Itulah kenapa kemudian ia menyebut motornya dengan Honda C70 spek Titanic.
Saya sendiri pernah Musa bonceng dengan Honda C70-nya itu menerjang banjir di sekitar Terminal Bungurasih.
Waktu itu saya buru-buru hendak pulang. Saya meminta Musa mengantarkan saya ke Terminal Bungurasih meski hujan sedang deras-derasnya.
Saat mengetahui tinggi air di sekitar Terminal Bungurasih, saya sempat membatin, ah pasti setelah ini mogok. Karena memang knalpot motor tua Musa sudah terendam air. Terlebih sudah banyak motor pengendara lain yang mandek jek di tengah-tengah genangan banjir.
“Santai, kalau banjir motorku jadi Titanic,” kelakar Musa waktu itu. Dan benar saja, kami tiba di Terminal Bungurasih dengan tanpa drama mogok di tengah banjir yang melanda.
Motor tua pemikat hati perempuan kaya
Yang mengherankan lagi menurut Musa sendiri adalah bagaimana kemudian ia mendapatkan perempuan kaya dari motor tua Honda C70 miliknya itu.
Di masa-masa skripsian, Musa memang tengah gencar-gencarnya mengikuti kursus desain grafis di Surabaya untuk menjadi bekal saat lulus dan terjun di dunia kerja.
“Sebenarnya bisa desain sudah sejak SMA. Ikut kursus buat mematangkan aja,” kata Musa.
Saat kursus tersebut, hatinya tercuri oleh seorang perempuan cantik yang kalem tapi penuh wibawa. Tak mau kehilangan kesempatan, Musa pun mendekati dan mengajaknya berkenalan.
“Kupikir cewek biasa. Karena pas tahu motorku, dia malah antusias. Kalau keluar minta bonceng pakai motorku aja ketimbang motor Vario-nya,” tutur Musa.
Hingga kemudian, dalam sesi deep talk, barulah Musa tahu kalau ceweknya ternyata adalah anak orang kaya. Dalam artian lebih berpunya lah ketimbang Musa.
“Tapi ia bilang nggak masalah dengan kondisiku. Justru kalau punya cowok atau suami seperti aku, ia ngerasa aman. Sebab, orang kayak aku sudah tertempa sama kerasnya hidup. Jadi bisa survive dalam segala kondisi. Katanya sih gitu ya,” bebernya.
PR Musa tinggal bagaimana ia nanti berhadapan dengan orang tua ceweknya itu. Apakah bakal diterima dengan baik atau malah tertolak mentah-mentah.
Itu juga yang sempat membuatnya berpikir beli motor baru. Agar kalau datang ke rumah si cewek terlihat sedikit lebih layak, tak gembel-gembel amat seperti saat pakai Honda C70.
Akan tetapi, malah itulah poinnya. Ia akan datang ke rumah ceweknya dengan motor tuanya. Biar orang tuanya melihatnya dari sisi apa adanya. Urusan keterima atau tidak, Musa modal yakin saja.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel lainnya di Google News