Beberapa orang merasakan sakitnya disuruh putus orang tua pacar hanya karena bukan seorang mahasiswa. Namun, mereka memilih tidak melakukan pembuktian apapun untuk membuat si orang tua pacar menyesal telah meremehkannya.
Sebenarnya, kisah semacam ini sudah cukup jamak terdengar. Misalnya yang paling santer adalah tentang seseorang yang tak diterima calon mertua hanya karena bukan PNS.
Misalnya lagi tak dapat restu hanya karena bukan polisi atau profesi-profesi plat merah lain.
Bahkan, ada pula yang saat masih di tahap pacaran harus putus karena orang tua pacar mempersoalkan perbedaan status pendidikan.
Langsung jadi mahasiswa yang lulus cumlaude untuk pembuktian diri
Pada September 2023 lalu, sempat viral di TikTok kisah Dewi Fitri Titasari yang melakukan balas dendam berkelas usai direndahkan oleh orang tua sang pacar, seperti dilansir dari Tribun Jatim.
Melalui akun TikTok @deftata, Dewei membeberkan bahwa orang tua sang pacar tak menerimanya karena perbedaan status pendidikan.
Dewi hanya pegawai mini market biasa. Sementara sang pacar adalah mahasiswa di perguruan tinggi swasta (PTS).
“Anak saya kuliah di PTS, mana pantes sama kamu. Kamu cuma karyawan toko. Kalian gak setara,” kira-kira begitulah ucapan orang tua si pacar yang Dewi bagikan di media sosial.
Hal menyakitkan itu terjadi pada 2019 silam. Namun, beberapa tahun berselang, tepatnya pada September 2023, Dewi membagikan momen saat ia wisuda dan menyandang predikat cumlaude dari Sastra Indonesia Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang, Jawa Tengah.
Pacar menerima apa adanya, tapi orang tua punya standar tinggi
Sayangnya, tak semua orang yang mengalami hal menyakitkan tersebut memiliki pola pikir seperti Dewi, melakukan pembuktian diri.
Karena ada juga orang-orang seperti Ainul (25), yang hidupnya sempat berantakan usai orang tua sang pacar menganggapnya sebagai lelaki bermasa depan suram hanya karena ia bukan mahasiswa.
Ainul bercerita, hubungannya dengan sang pacar sudah terjalin sejak kelas satu SMA. Kebetulan keduanya berasal dari almamater dan jurusan yang sama.
Baik Ainul dan kekasihnya itu pun bahkan bertekad untuk menjaga hubungan hingga ke pelaminan.
“Semua berubah sejak dia kuliah dan aku jadi sopir (di sebuah pabrik di Blora),” kenang pemuda asal Blora, Jawa Tengah itu.
Sebenarnya pacar Ainul tak mempermasalahkan hal tersebut. Sebab, bagi pacar Ainul, mahasiswa atau tidak, punya pekerjaan mentereng atau tidak, yang penting kelak bertanggung jawab atas keluarganya.
“Dia kuliah 2017. Terus di tengah-tengah masa kuliahnya, mungkin 2019, dia coba ngomong ke orang tuanya soal hubungan kami,” tutur Ainul.
“Hasilnya, bapaknya langsung nge-chat aku, bilang aku nggak pantas. Beda level. Masa depan suram,” lanjutnya. Hubungan Ainul dan pacarnya pun kandas sejak itu juga.
Tak dapat restu karena bukan mahasiswa, pilih sadar diri
Ainul sempat ingin membuktikan diri bahwa meskipun tak kuliah, tapi masa depannya tak akan sesuram yang orang tua si pacar katakan.
Ia sempat mencoba mengumpulkan uang hasil bekerja sebagai sopir di pabrik untuk membangun bengkel modif motor, seperti hobinya.
“Tapi kalau melihat diriku sendiri, buat nyukupi diri sendiri aja ngoyonya minta ampun. Ya sudah aku berhenti. Buat apa pembuktian-pembuktian segala,” ujar Ainul yang ternyata masih jomblo hingga saat ini.
Bukannya tak mau berusaha, tapi Ainul mencoba memahami batas-batasnya sendiri.
“Kalau memang standar orang tuanya bukan aku, ya sudah mau apa lagi?,” tuturnya.
Jadi pengikut Gus Iqdam
Pada Juni 2023 lalu, Mojok sebenarnya sudah pernah mewawancarai Ainul, sebagai salah satu orang yang mengaku menemukan obat hati dari pengajian-pengajian Gus Iqdam.
Saat itu Ainul hanya bercerita sekilas tentang kenapa orang tua pacarnya tak memberikan restu.
Sebelum memilih sadar diri, Ainul mengaku sempat kecewa berat dengan Tuhan karena manakdirnkannya miskin. Situasi yang membuatnya kesulitan untuk mendapatkan restu dari orang tua pacar.
Alhasil, ia pun sempat benar-benar menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan, menolak menjalankan perintah-perintah Tuhan.
Akan tetapi, pengajian-pengajian Gus Iqdam membuatnya jauh lebih tenang dan cenderung pasrah pada Tuhan.
“Guyonan Gus Iqdam, nggak keren ah, masak hidup jadi kocar-kacir gara-gara asmara-asmaraan,” ujar Ainul.
“Keren itu kalau putus, langsung madhep (menghadap) Gusti Allah, rajin ibadah, sudah, langsung cerah hidup kita,” lanjutnya.
Alhasil, alih-alih memilih ngoyo-ngoyo membuktikan diri, ia kini mencoba menata ibadahnya kepada Tuhan,
Ia yakin, meski bukan sarjana, meski bukan dari orang kaya, tapi selama dekat dengan Tuhan, maka hidupnya akan selalu berlimpah kecukupan.
Baca halaman selanjutnya…
Tak mau pamer pencapaian meski diremehkan
Cerita lain datang dari Dudung* (26), bukan nama sebenarnya.
Pria asal Tuban, Jawa Timur ini menceritakan bagaimana ia harus putus karena orang tua sang pacar tak rela anaknya menjalin hubungan dengan tukang sablon.
“Pacarku, maksudanya mantanku, sarjana hukum. Aku cuma tamatan SMK,” katanya kepada Mojok.
Hubungan mereka sudah terjalin sejak kelas tiga SMK, saat keduanya berada di kelas yang sama.
Ia awalnya tak menyangka kalau hubungannya bisa awet sampai si pacar lulus kuliah.
Sementara pacarnya kuliah, Dudung mulai mencoba merintis bisnis sablon bersama dengan sepupunya.
“Jadi selama ini backstreet. Karena mantanku itu sebenarnya sudah tahu, pasti akan sulit untuk mendapat restu dari bapaknya,” tuturnya.
“Dan memang benar. Secara, anaknya kan sarjana hukum nih, Bos. Itu bergengsi lah. Jadi paling nggak ya dapat suami yang level statusnya setara lah. Bukan abang-abang sablon kayak aku,” lanjutnya sembari tertawa.
Hubungan mereka akhirnya benar-benar kandas. Bahkan, pertengahan tahun lalu, pacar—yang sudah jadi mantannya itu—melangsungkan pernikahan.
“Aku nggak kenal suaminya sih. Dapat undangan, tapi aku nggak datang. Wegah. Lagi banyak pesanan juga, og,” sambungnya.
Usaha sablonnya memang tidak besar. Tapi juga tidak kecil-kecil amat.
Meski tak dapat restu karena orang tua mantan memandagnya sebelah mata, tapi Dudung menanggapinya dengan santai saja. Tak terlalu menggebu-gebu untuk membesarkan bisnis sablonnya sebagai pembuktian.
“Sakit tentu iya. Tapi buat apa membuktikan diri? Malah bikin capek batin,” tandasnya.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Mahasiswa Aceh Terselamatkan Usai Pindah Jogja: Dianggap Beban Orang Tua, Balas Dendam Lewat Masak
Cek berita dan artikel lainnya di Google News