Dari sekian banyak kawasan di Tangerang, Ciledug menjadi satu tempat yang paling “nyaman” buat ditinggali. Bagaimana tidak, Kota ini strategis, tak jauh dari pusat kota–bahkan Jakarta. Fasilitas umum memadai, tempat hiburan juga beda tipis dengan yang ada di Jakarta.
Sementara kalau bicara macet, misalnya, memang ia jadi hal yang tak terelakkan. Namun, setidaknya tingkat kemacetan tak separah tetangganya: Ciputat.
Kalau kata Rian (29), salah satu pekerja yang sudah tinggal di Ciledug sejak 2015, kawasan ini paling terurus se-Tangerang. Semua kemudahan dan kemewahan tersedia di sini, yang kalau mau dibandingkan dengan daerah lain, seperti Teluknaga dan Dadap, gapnya amat jauh.
“Tangerang di pusat dan pinggiran itu kayak bumi dan langit. Ciledug mewah, sementara daerah lain seperti terpinggirkan aja,” kata Rian, Senin (8/4/2025).
Hanya saja, sudah rahasia umum juga kalau di Ciledug banyak organisasi masyarakat (ormas). Sampai ada yang bilang kalau kota ini memang sarang ormas. Sialnya adalah, mereka cukup meresahkan karena sering memalak pedagang, minta jatah parkir dengan memaksa, sampai duel antarkelompok.
Hampir mati karena berusaha “ngeyel” nggak mau ngasih jatah ormas
Ormas yang ugal-ugalan di Ciledug, Tangerang, bukan cerita baru bagi Rian. 10 tahun hidup di kota ini, berkali-kali ia melewati pengalaman hidup dan mati menghadapi para preman berkedok organisasi pemuda ini.
“Lebih banyak pengalaman hampir matinya sih,” kata Rian.
Pada 2015 lalu, saat pertama merantau ke Ciledug untuk bekerja di sebuah persewaan lapangan futsal, Rian sudah harus berhadapan dengan ormas. Kala itu, ia baru beberapa hari bekerja. Tak ada satupun orang yang memberi tahu kalau tempat kerjanya punya “perjanjian” dengan ormas.
“Aku tahunya ormas ini jaga parkir doang, nggak tahu kalau ada ‘perjanjian lain’,” jelasnya.
Rian ingat, saat itu tengah malam sekitar pukul 12, ia baru saja selesai bersih-bersih. Tempat futsal itu sebentar lagi tutup. Namun, ada tiga orang datang, mengatasnamakan suruhan petinggi ormas.
“Minta 200 ribu, siniin!” ujar Rian, menirukan kalimat orang yang memalaknya. Dengan sadar ia menolak permintaan itu. Bagi dia, enak saja dia yang kerja, tapi mereka yang minta duitnya.
“Kami langsung debat. Tapi nggak lama salah satu dari mereka ngeluarin pisau, ditaruh di leher. Kalau nggak ditahan mungkin aku dah mati,” kisahnya.
Karena jiper, Rian pun memberikan sejumlah uang yang diminta. Tak cuma itu, anggota ormas itu juga menggondol rokoknya.
Baca halaman selanjutnya…
Sekarang lebih parah. Ormas-ormas malak dengan “cara resmi”. Bisa gasak puluhan juta sebulan.












