Arutala, aplikasi pendidikan yang dibuat oleh Mahasiswa UTY
Jujur saja, mulanya, Marchel khawatir jika Arutala belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat untuk belajar aksara Jawa. Namun, setelah 10 hari diluncurkan, Arutala sudah dipakai oleh 120 ribu pengguna.

Penggunanya tak hanya yang tinggal di Indonesia tapi juga China, Singapura, United States atau Amerika, dan Rusia. Marchel menduga banyak pekerja Indonesia yang sedang berada di luar negeri ikut mengunduh aplikasi tersebut untuk belajar.
“Nah di Arutala kita nggak cuman menjual, bagaimana sih caranya belajar? tapi kita juga apply experience,” kata Mahasiswa Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) tersebut.
Pengguna, kata Marchel, tak hanya belajar membaca ataupun menulis hanacaraka dan pasangannya tapi juga jenis aksara lain seperti aksara rekan. Untuk memberikan pembejalaran yang menarik, aplikasi buatan mahasiswa UTY tersebut berencana meniru permainan seperti Pokemon GO. Di mana misalnya, masyarakat bisa mencari sosok Nyi Roro Kidul dari aplikasi tersebut.
Sementara itu, Sastrawan Agus Noor mengatakan kebudayaan seharusnya menjadi kesadaran etik pada setiap individu. Ketika kebudayaan sudah tidak menjadi praktik dalam kehidupan bangsa dan masyarakatnya, maka kebudayaan itu sendiri bisa berhenti.
Aksara Jawa memang sudah diakui UNICODE, lembaga naungan UNESCO yang menangani standar kode aksara pada komputer di dunia, sejak tahun 2009. Di Jawa pun masih banyak teks kuno dengan aksara. Namun, seharusnya penelitian itu tak berhenti di riset tapi menjadi gagasan dan praktik dalam kehidupan sehari-hari.
“Ketika misalnya, anak saya belajar aksara Jawa gunanya apa? Sementara di China, itu diwajibkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Agus Noor saat berdiskusi dengan mahasiswa UTY dan masyarakat.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Turun ke 30 Kampung Menyelamatkan Generasi Muda Jogja yang Semakin Tak Paham Aksara Jawa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












