Saat Anak Diterima PTN dan Siap “Hidup Bebas” di Perantauan, Ada Ortu yang Nelangsa Lahir dan Batin

kuliah di PTN.MOJOK.CO

Ilustrasi Kebahagiaan sesaat orangtua saat anak lolos kuliah di PTN. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Ketika seorang anak diterima kuliah di PTN nun jauh di sana, ada perasaan yang saling bertabrakan. Sang anak, jelas merasa bahagia karena bisa “menjemput” kebebasannya. Namun, di sisi lain, tak sedikit orang tua yang merasa nelangsa karena harus menanggung beban lahir dan batin. 

Jogja, tempat mahasiswa “menjemput” kebebasan

Bagi Kania (19), Jogja bukan sekadar “kota pelajar,” melainkan gerbang menuju kebebasan. Di usianya yang kala itu baru 18 tahun, ia memutuskan merantau jauh dari tempat kelahirannya, Kalimantan Barat.

“Aku milih Jogja karena suasananya enak dan banyak teman juga. Tapi yang paling penting, sih, aku pengen bisa hidup mandiri, bebas dari aturan yang ketat di rumah,” ujar mahasiswa semester dua di PTN ternama ini, Sabtu (2/8/2025).

Sejak 2024 lalu, Kania sah menjadi perantau setelah lolos masuk ke kampusnya saat ini via jalur SNBP. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia pun meninggalkan rumah lengkap dengan semua aturan ketat yang selama ini “membelenggunya”.

“Jujur, waktu ada pengumuman aku lolos PTN di Jogja, rasanya plong,” ujarnya. “Selain itu memang kampus impian, Jogja ini juga wishlist-ku banget buat ditinggali.”

Tak ada lagi larangan pulang malam, meski tetap tahu batasan

Dugaan Kania nyatanya tidak meleset. Kehidupan barunya di Jogja, setidaknya selama setahun ini, memang terasa menyenangkan. 

Malam-malam yang dulu ia habiskan di kamar, kini diisi dengan obrolan hangat bersama teman-teman di coffee shop. Ia juga bisa mendatangi konser musik idolanya sepuasnya—suatu hal yang jarang ia lakukan selama di kampung halaman.

“Ada banyak hal yang di kotaku nggak ada, tapi di sini sangat mudah aku jumpai. Ya kayak konser-konser gitu,” ujar mahasiswa PTN ini.

Paling penting, saat melakukan semua itu, Kania tak perlu khawatir mendapat larangan dari orang tuanya. Ia mengaku, saat masih di rumah, ia tak bebas melakukan banyak hal.

Tak boleh keluar malam. Tak boleh pacaran. Bahkan untuk sekadar berteman pun, orang tuanya harus mengenal mereka satu per satu.

“Kalau aku merantau begini, paling nggak larangan-larangan dan aturan orang tua udah nggak ada lagi,” jelasnya.

Kendati pun hidup bebas, Kania mengaku masih punya batasan yang tak bisa ia dobrak sendiri. Misalnya, pacaran masih dalam batas wajar. Tidak pernah membawa pasangan lawan jenis ke kos. Atau setidaknya, selalu mengabari orang tua perihal aktivitasnya meskipun akhirnya tetap kena omel.

“Ya aku percaya kalau merantau ini pendewasaan,” kata mahasiswa PTN Jogja ini. “Aku juga percaya, dalam setiap kebebasan juga ada tanggung jawab.”

Anak kuliah di PTN, ortu memendam beban mendalam

Kendati demikian, di kota yang sama, ada orang yang merasakan perasaan begitu berbeda. Safiq (42), justru merasakan pergolakan batin ketika mengetahui putrinya yang berusia 18 tahun diterima PTN di Bandung dan bakal merantau jauh dari dirinya.

“Bulan ini berangkat ke Bandung, Mas. Alhamdulillah diterima di Unpad,” kata lelaki asal Jogja ini, bercerita kepada Mojok, Jumat (1/8/2025) malam.

Anaknya memang belum berangkat ke Bandung untuk kuliah di PTN tersebut. Namun, bayang-bayang kecemasan sudah menghantui dirinya.

Ia tak bisa bohong, …

Baca halaman selanjutnya…

Takut anaknya terjerumus pergaulan bebas. Seperti yang dia lihat di kalangan mahasiswa Jogja.

Ia tak bisa bohong, ada “beban lahir” yang harus ia pikul. Termasuk memastikan segala kebutuhan anaknya, seperti bayar uang kos, biaya kuliah, uang saku, dan printilan lainnya.

“Wah, yang namanya orang tua ya harus siap kalau urusan keluar duit, Mas,” tawa Safiq, sedikit melepas rasa galaunya.

Namun, di luar “beban lahir” yang disebut tadi, ia juga memiliki “beban batin”. Menurutnya, beban batin inilah yang terus menghantuinya, sampai beberapa kali bikin dia susah tidur.

“Anak saya ini kan perempuan, Mas. Siapa coba bapak yang tega melepas anaknya ke perantauan yang hidupnya serba bebas, jauh dari pengawasan. Jujur, saya takut banget ketika memikirkannya,” ujar dia.

Anak kuliah di PTN, ortu khawatir anaknya “terjerumus” pergaulan bebas

Safiq mengaku bukannya dia tak percaya dengan putrinya. Ia seratus persen yakin anaknya bisa menjaga diri dari hal-hal yang negatif.

Namun, kalau berkaca dari apa yang dia lihat di Jogja, kehidupan mahasiswa begitu bebas. Bahkan bebas yang sudah di luar batas. 

Misalnya, main sampai larut malam, bahkan ada yang membawa pacar ke kosnya. Jujur saja, pemandangan itu selalu membuatnya khawatir, meskipun kini ia harus menghadapi kenyataan bahwa anaknya akan segera berada di kota yang jauh darinya.

“Khawatir, Mas. Kalau Jogja yang katanya kota pelajar saja sebebas itu, bagaimana Bandung. Takut anak saya terjerumus,” katanya.

Dirinya bahkan kerap memikirkan berbagai hal agar tetap bisa memantau anaknya di perantauan. Seperti menitipkan ke saudara, atau bahkan menyuruh sepupunya untuk ikut ke Bandung menemani anaknya.

Sayangnya karena satu dan lain hal, rencananya itu tak bisa ia jalankan.

“Bilang aku orang tua yang keras, Mas. Nggak apa-apa. Tapi nggak ada orang tua yang nggak khawatir sama anaknya di luar sana. Apalagi makin ke sini pergaluan anak muda semakin bebas,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kisah Dua Wajah Mahasiswa di Kota Pelajar Jogja: Alim di Desa, Kumpul Kebo di Kota Demi Hemat atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version