Kerap Bersalah di Perantauan karena Alasan Sibuk, Tangis Ibu Pecah Saat Saya Akhirnya Pulang dari Jakarta

Tinggalkan ibunya demi kuliah di PTIQ Jakarta untuk merantau. MOJOK.CO

Anak rantau yang sendirian dan rindu ibunya. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Demi meraih mimpinya sebagai hafidz Al-Qur’an, perempuan asal Pekanbaru, Riau ini rela meninggalkan ibunya yang seorang single parent dan merantau ke Jakarta. Karena kesibukannya kuliah di PTIQ sambil bekerja, ia sampai tidak pulang selama setahun, hingga ibunya hampir lupa perawakan anaknya sendiri.

***

Sekitar 4,5 tahun yang lalu, saat Azka duduk di bangku SMA, ia sudah punya keinginan untuk merantau ke Jakarta. Lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN), ia meminta izin ke sang ibu untuk masuk pondok tahfidz di Jakarta.

“Saya ingin menjadi penghafal Al-Qur’an,” kata Azka saat dihubungi Mojok, Selasa (25/11/2025).

Awalnya, ibu Azka tidak setuju tapi Azka berusaha menjelaskan mimpinya tersebut. Apalagi, Azka adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Ayahnya juga sudah meninggal sejak usianya 9 tahun.

“Ibu takut saya kenapa-napa di perjalanan, karena saya sebelumnya nggak pernah ke luar kota sendirian,” jelas Azka.

Mereka pun tak punya keluarga sama sekali di Jakarta, sehingga ibunya khawatir kalau Azka sakit tidak ada yang mengurus maupun menjaganya. Begitu pula Azka yang sebetulnya tidak tega meninggalkan ibunya di Pekanbaru bersama dengan adiknya yang waktu itu masih SD.

Namun, tekad Azka untuk menjadi penghafal Al-Qur’an sudah bulat. Ia memilih mengorbankan kebersamaannya dengan keluarga demi meraih cita-citanya. Toh, selama di perantauan ia masih bisa berkomunikasi dengan keluarganya secara online, meski pada akhirnya Azka jadi jarang pulang untuk menjenguk sang ibu.

Kuliah sambil kerja di Jakarta

Guna meraih mimpinya menjadi penghafal Al-Qur’an, Azka disibukkan dengan kegiatan pondok pesantren selama satu tahun. Setelah itu, ia memutuskan kuliah di Institut Pengembangan Tilawah dan Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Sebuah Perguruan Tinggi Islam Al-Qur’an pertama di dunia, yang secara khusus mempelajari dan menghafal Al-Qur’an.

PTIQ Jakarta berdiri tahun 1971. Kini, ia membuka jenjang pendidikan S1 sampai S3. Beberapa program studi unggulannya seperti Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Pendidikan Agama Islam, hingga Ekonomi Syariah.

“Di Pekanbaru belum ada kampus seperti itu, sehingga aku tertarik untuk kuliah di PTIQ Jakarta,” ujar Azka.

Keputusan itu bukanlah hal yang mudah bagi Azka, sebab ia paham bahwa biaya hidup di Jakarta juga tak sedikit. Ia pun tak tega jika harus meminta uang ke ibunya yang ada di Pekanbaru. Alhasil, ia memutuskan kuliah di PTIQ Jakarta sambil bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kasih sayang ibu yang tiada duanya

Tak bisa dipungkiri, dalam perjalanannya, Azka kerap merindukan sang ibu. Ia merupakan sosok berjasa sekaligus role model bagi Azka. Ia pula yang selalu memberikan nasihat ke Azka sehingga ia merasa tenang dan lebih semangat menjalani hidup saat merantau.

“Melihat perjuangannya membesarkan empat anak sebagai single parent, membuat saya termotivasi untuk tidak mudah menyerah saat di Jakarta,” kata Azka.

Di tengah chaos-nya hari, Azka juga tak lupa mengabari kondisinya di grup WhatsApp keluarga. Setidaknya, hal itu mengobati rasa rindunya kepada sang ibu, sebab ia tak bisa sering-sering pulang ke Pekanbaru.

“Karena kuliah sambil bekerja membuat waktu libur sangat terbatas, ditambah harga tiket pesawat cukup mahal sehingga tidak bisa terlalu sering pulang,” ucap Azka.

Kalau kondisinya sudah begitu, Azka terpaksa harus menyampaikan kabar buruk ke ibunya bahwa ia tidak bisa pulang ke Pekanbaru. 

“Bu, maafin Azka ya.. Azka belum bisa pulang sekarang. Ada kuliah dan kerjaan yang belum bisa ditinggal InsyaAllah kalau ada waktu dan rezeki, Azka pulang ya Bu,” pesan Azka ke ibunya di WhatsApp.

Ibunya pun tak bisa memaksa Azka pulang, tapi ia berusaha memahami kondisi anaknya yang merantau. Meski begitu, Azka tentu tahu kalau ibunya tetap berharap agar ia bisa pulang lebih sering. Apalagi, saat Azka sakit. Perasaan home sick jadi jauh lebih terasa. 

“Ketika sakit di perantauan tidak ada yang mengurus. Kalau di rumah, ibu pasti berusaha melakukan apa pun agar saya cepat sembuh,” ucap Azka.

Kejutan untuk sang ibu

Selama 4,5 tahun merantau di Jakarta, Azka akhirnya pulang setelah satu tahun tak pernah menyambangi ibunya di Pekanbaru. Namun, ia memutuskan memberi kejutan ke sang ibu dengan tidak mengabari kalau dia akan pulang.

Setibanya di Pekanbaru, Azka menutupi sebagian mukanya dengan jilbab. Ia lalu menyapa ibunya yang sedang berkebun di halaman rumah. Saat Azka menyapa, ibunya sama sekali tak mengenali. 

“Assalamu’alaikum Bu, Azka-nya ada Bu? Saya mau ngantar undangan untuk Azka Bu,” ujar Azka ke ibunya.

“Azka sudah lama di Jakarta, Nak. Nggak pulang-pulang,” jawab sang ibu saat menoleh ke sumber suara.

Alih-alih menjawab, Azka malah terdiam selama beberapa detik sembari melihat reaksi sang ibu. Sampai akhirnya, sang ibu menyadari jika orang yang mengaku tamu tadi adalah Azka.

“Astagfirullahaladzim,” kata ibu Azka yang langsung beranjak dari dingklik.

“Kok bisa datang, sama siapa?” ucapnya yang berusaha menahan tangis, hingga tak lama setelah itu ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menangis.

“Udah lama nggak ke sini, ibu kangen,” kata ibunya yang disambut pelukan oleh Azka.

Melihat ibunya yang menangis, Azka jadi ikut terharu. Seolah beban hidupnya di Jakarta ikut terlepas dan mengobati segala lukanya.

“Beliau memeluk saya erat, langsung memasak makanan kesukaan saya, dan bercerita panjang tentang hari-harinya selama saya tidak di rumah,” ujar Azka.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Tak Tega Lihat Ibu Sakit-sakitan, Akhirnya Belikan Sepatu Mahal dari Hasil Gaji UMR Jogja agar Ibu Lekas Sembuh atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version