Coli, masturbasi, onani, swaseks atau bercinta dengan tangan sendiri bisa jadi menjadi pilihan mendapatkan kenikmatan. Sayangnya, jika hal ini dilakukan secara menerus dan tanpa aturan, kesehatan adalah taruhannya.
Mojok.co mencoba untuk berbicara dengan beberapa para pecandu masturbasi yang mencoba untuk berhenti.
***
Di sepertiga malam menjelang sahur, seorang kawan bergegas cepat masuk ke dalam bilik indekosnya. Pikir saya, barangkali ia cepat-cepat untuk santap sahur atau menjalankan ritus peribadatan lainnya. Setengah jam berlalu, ia keluar dengan wajah gembira, katanya ia telah menuntaskan salah satu ritual paling khusyuk dalam hidupnya. “Coli enak banget!” itu yang ia katakan. Masturbasi adalah kata yang terlontar, mak tratap saya menjadi keheranan.
Kawan saya, sebut saja Dicky, berujar bahwa masturbasi kadang terjadi dalam kondisi pikirannya sedang suwung, arti lain, bukan hanya ketika konak saja. “Ini seperti ketidaksadaran. Tanganku bergerak sendiri, mengokang batang punyaku. Menyeramkan, ya? Apa aku sedang diserang kekuatan metafisika? Apa aku udah ketagihan akut, ya?” katanya.
Dicky yang merupakan mahasiswa filsafat di salah satu kampus terkemuka di Jogja pun menyandingkan dengan teori-teori perihal ketidaksadaran seperti Nietzsche dengan kehendak kuasa dan Spinoza dengan intuisi. “Tiba-tiba tanganku ngokang burungku. Muncul hasrat yang hendak diolah menjadi nikmat. Kalau yang lain sahur pakai nasi, kalau aku pakai coli,” pungkasnya.
Pada kenyataannya, Dicky tidak sendiri. Banyak sekali mereka yang kecanduan di luar sana. Baik yang sudah berhenti secara total, sedang dalam tahap mencoba berhenti, hingga yang masih sibuk bermain dengan lendirnya sendiri.
Kecanduan coli karena novel Enny Arrow
Peredaran film bokep pada tahun 2010-an, terjadi dengan teknik bilik ke bilik. Caranya dengan masuk ke satu bilik warung internet (warnet), masukan flash disk yang saat itu tak sampai dua giga, kopi film bokep, dan terus bergilir menuju bilik lainnya, di warung internet lainnya pula. “Sejak saat itulah aku kecanduan coli. Nggak kenal waktu, nggak kenal tempat. Sejak usia sekitar empat belas,” kata Brian (23) melalui pesan singkat dalam media sosial Instagram.
Selain bilik ke bilik, peredaran bokep saat itu terjadi antara perantara di sekolah. Dan si perantara itu disebut dengan bandar. “Nah, bandar ini yang biasanya punya semua genre bokep. Tinggal pilih. Ada yang menjual, ada yang menyebar dari ponsel ke ponsel secara gratis. Bagi anak SMP sepertiku dulu, onani adalah sesuatu yang baru dan anehnya… menyenangkan,” ungkapnya.
Bersama dengan maraknya peredaran film bokep dan mudahnya cara mengakses, generasi ini mulai mengenal apa itu yang namanya swaseks atau onani. “Biasanya kan mengandalkan imaji tentang perempuan yang didamba. Setelah dipikir-pikir, tindakan itu jahat, sih. Selain jahat, kurang puas juga saat ejakulasi,” katanya.
Jadilah Brian mencari jalan terjal, yakni dengan cara bagaimana mendapatkan media gambar dan video agar terlihat lebih nyata. “Bokep aku dapat dengan cara dari bilik ke bilik tadi, terus ada juga yang dikasih dari bandar. Pakai bokep, setidaknya membentuk imaji yang lumayan nyata,” terangnya. Ketika ditanya menjadi kecanduan sampai sekarang, ia mengangguk dengan khidmat. “Sampai saat ini aku belum bisa berhenti dan nggak pernah mencoba berhenti,” tuturnya.
Vino (26) juga memiliki kisah menarik tentang saat pertama kali ia menemukan apa itu nikmatnya masturbasi dan menjadi kecanduan. “Saya kecanduan gara-gara baca novelnya Enny Arrow. Bangsat kan, ya? ketika yang lain terjebak dalam dunia digital, saya terperangkap dengan cara yang agak literasi! Coli dengan literasi,” katanya.
Laki-laki yang bekerja sebagai pengrajin kayu ini terpikat dengan gaya bahasa Enny Arrow dalam novelnya yang berjudul Puncak Bukit Kemesraan. “Tiap kata yang saya baca, kalimat yang coba saya teladani, makin lama kok ya penis saya makin ereksi. Ini dari kata-kata doang lho, Mas. Pada saat itu, rasanya amat menegangkan. Soalnya, peredaran buku itu emang sifatnya seperti dokumen negara—amat rahasia,” katanya dengan tawa.
Vino menjelaskan bahwa peredaran buku Enny Arrow di sekolahnya pada saat itu lebih berbahaya ketimbang bokep. Katanya, “Kalau bokep bisa disimpan di ponsel. Nah, jamanku dulu ponsel kurang canggih, jadi ya pol mentok cuma gambar orang bercinta. Sedang novel Enny Arrow ini bentuknya fisik. Bisanya diberi samak coklat, bergiliran dari satu tangan ke tangan lainnya.”
Dengan menahan ngguyu kemekelen, Vino berkata, “Ada kejadian lucu. Ketika itu geng saya di sekolah hampir gelut karena pada lembar-lembar terakhir, kertas-kertas di novel itu menjadi kelet. Alias melekat kuat. Si pemilik buku curiga, si peminjam terakhir saat ejakulasi, maninya nyeprot ke lembar tersebut.”
Bagi generasi Vino, novel Enny Arrow menjadi pedoman dalam memahami apa itu gejolak nafsu. “Sejak saat itulah saya kenal apa itu masturbasi dan mulai ketagihan membaca cerita-cerita lainnya. Satu sisi saya ketagihan coli, satu sisi saya makin literasi,” tutupnya.
Mencoba berhenti demi sang calon istri
Pesan Instagram saja berbunyi terus ketika saya melemparkan pertanyaan, “Apakah kamu kecanduan coli dan ingin berhenti?” Mulai dari yang isinya guyon sampai serius, saya persilakan dengan senang hati. Salah satu pesan yang serius datang dari Renaldi (30). Pemuda satu desa dengan saya yang sering saya jumpa tetenguk di cakruk, berkata bahwa ia sedang berupaya berhenti masturbasi demi calon istri.
“Takutnya efek buruk yang dikatakan oleh terapis yang pernah aku jumpai. Dan yang dirugikan, calon istriku kelak,” katanya.
“Aku sudah kecanduan sampai level agak akut, sih. Batang kemaluanku lecet gara-gara sering sekali aku kokang demi menjemput nikmat yang saat. Seperti biasa, setelah coli, menyesal. Tapi setelah itu, mendapatkan rangsangan atau imajinasi, coli lagi.”
Renaldi sudah melakukan konsultasi ke beberapa dokter. Katanya, ia harus berupaya menyayangi diri sendiri. “Dengan sayang kepada diri sendiri, maka aku juga sayang kepada lingkungan. Aku jadi suka kumpul di cakruk, kan, siang dan malam. Kamu kira aku pengangguran? Ya, iya, sih. Tapi maksud lainnya, aku sedang berupaya menahan aktivitas coli,” katanya.
Dengan sedikit bercanda, Raka (23) mengisi survei kecil-kecilan saya di Instagram dengan bikin saya kemekel nggak karuan. Katanya, “Aku kan cerita, ya, sama pacarku. Aku suka coli, tiap malam coli, liat bokep coli, dan terangsang dengan apapun aku coli. Nah, pacarku ini malah bilang begini, jangan keseringan coli, ya, nanti burung kamu jadi licin, nggak ada dakinya, kurang menggigit!”
Namun di balik candaannya itu, Raka menyimpan upaya untuk menahan laju aktifitas colinya yang makin rutin saja. “Iya, di bulan puasa begini malah makin rutin. Malem nunggu sahur, itu rawan banget buat coli. Liat TikTok, seksi sedikit, langsung coli. Aku malah mikir, diriku yang seperti ini nggak normal,” katanya.
Raka meminta bantuan kepada orang-orang terdekatnya. Ujarnya, ia sedang berupaya berhenti coli bersama rekan-rekan terdekatnya. “Ada kan ya komunitas berhenti coli di Indonesia? Nah, aku sama empat temenku berupaya bikin sendiri. Dari kuliah semester empat sampai lulus, kami bikin kurikulum sendiri yang dekat dan lekat dengan kami.”
Raka menjelaskan bahwa membuat internal grup dengan maksud positif, justru berdampak baik. “Baik bagi temenku, namun belum buat aku. Temenku sudah ada yang empat bulan nggak coli. Dibayangin aja udah aneh, ya? Tapi begitu faktanya. Ini berkat komunitas internal yang kami buat,” jelasnya.
Bentuk komunitas berhenti coli demi bisa berhenti
Dikenalkan melalui Raka, sebut saja Ilham, menjelaskan banyak hal, terutama tentang komunitas berhenti coli. “Nama komunitasnya nggak bisa saya sebut, mas. Soalnya menyangkut instansi pendidikan kami berada. Intinya kami bikin komunitas internal dan hanya kami berlima yang jadi anggotanya. Tujuannya hanya satu, masa depan yang lebih segar berupa nggak coli.”
Ilham menganggap, di luar sana juga banyak komunitas-komunitas seperti ini. “Semua bergerak secara gerilya. Masih banyak yang menganggap kecanduan coli itu tabu dan hanya orang-orang tertentu yang boleh tahu,” jelasnya. Raka juga berujar bahwa pergi ke terapis dan dokter adalah rujukan utama, sedangkan komunitas ini hanya sekadar penguatan.
“Atas dasar kanca kenthel dan ndilalah pada gemar bercoli, ya sudah, kami buat komunitas ini. kalau gabung ke komunitas lain, nggak tahu kenapa rasanya malu, Mas,” keluhnya. Ilham menyebutkan bahwa adanya kawan-kawan di sekitarnya yang mendukung untuk menahan kecanduan coli, membuatnya bersyukur. “Walau mereka pekok, tapi mereka suportif.”
Ilham baru satu-satunya yang berhasil menuntaskan kecanduan, sedang empat kawan lainnya—termasuk Raka—masih berupaya untuk terus mencoba. “Kami biasanya tiap minggu membuat pengakuan dosa. Yang dalam seminggu coli lebih dari lima kali, hukumannya nyanyi lagu-lagu wajib Indonesia. Karena dari tiap sperma yang dimuntahkan, telah gugur bibit luhur penerus bangsa dan negara.”
Cara terbaik berhenti coli dari yang sudah berhasil melakoni
“Saya marah kalau dijejali perkataan, kamu harus ingat Tuhan, makanya berhenti coli. Ra semudah kuwi, Luuuuur!” kata Ilham dalam sambungan free call WhatsApp. “Bukannya apa-apa, Tuhan mana ada waktu ngurusin hambanya yang doyan coli? Lagi pula, seingat-ingatnya orang kepada Tuhan, ketika coli ya mana bisa berkontemplasi. Menurutku, orang yang kecanduan itu butuh pandangan, bukan dakwaan.”
Ilham membagikan tips yang ia lakoni sejak semester empat bersama komunitasnya. “Saya yang berhasil berhenti dari kecanduan, mungkin karena saya yang punya kemauan lebih dan menjalankan hal-hal ini secara rutin,” katanya.
Pertama, jauhi hal-hal yang berbau pornografi kelas berat seperti bokep. “Oke, ini paling susah, kalau bisa dilakoni, kesempatan berhasilnya cukup besar. Hapus semua bokep di galeri dan riwayat. Ingat hal-hal indah perihal lawan jenis seperti pemikirannya, bukan tubuhnya. Cara saya menghindari bokep agak wagu, tapi boleh ditiru, caranya adalah sering-sering baca pemikiran penulis-penulis perempuan.”
Ketika ditanya mengapa, Ilham menjawab, “Karena hal ini menyadarkan saya, jebul pemikiran perempuan itu lebih menarik dan layak dikaji. Saya sadar, perempuan bukan hanya tubuh saja. Makanya, bayangan bokep di kepala saya, perlahan runtuh dengan beberapa buku dan artikel yang saya baca.”
Kedua, sibuk kan diri. “Sibuk bukan berarti memudahkan bagi kalian yang pandai bergaul, kok. Bisa juga bagi kalian yang introvert. Caranya buat otak kalian bekerja di jam-jam rawan coli kalian. Misal jam sembilan malam, ambil laptop dan menulislah. Semisal jam empat subuh, keluar dan jogging-lah.”
Ketiga, buat forum. “Nah ini yang kami—komunitas berhenti coli—lakukan. Karena kami sekumpulan manusia gabut di kuliah, nggak punya organisasi, ya sudah buat saja komunitas sendiri. Dengan adanya komunitas ini, kami saling care dengan menemani kawan di jam rawan coli baginya,” kata Ilham.
Ia memaparkan, “Dulu jam rawan saya itu pukul sebelas malam, dan kawan-kawan saya biasanya menemani nongkrong di jam tersebut entah bermain gitar atau PES,” katanya.
Ilham menyarankan, “Ini hanya saran dari aku, ya, yang nggak punya basic pendidikan perihal coli. Hanya sudut pandangku yang berhasil melalui fase kecanduan coli. Semisal sudah melakukan hal di atas dan ndilalah nggak ada hasil, saya sarankan kembali konsultasi ke dokter sesegera mungkin.”
BACA JUGA Ditinggal Menikah Tak Pernah Jadi Perkara Mudah dan liputan menarik lainnya di rubrik SUSUL.