Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Mendalam

Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
27 Desember 2025
A A
elang jawa.MOJOK.CO

Ilustrasi - Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sayap kokoh sang penguasa langit itu terjerat tak berdaya. September 2024 lalu, seekor Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) ditemukan warga tersangkut pada jaring sawah di pedalaman Cianjur, Jawa Barat. Beruntung, burung yang menjadi inspirasi lambang negara “Garuda” ini tidak mendarat di jaring yang salah.

Peneliti sekaligus perawat Elang Jawa di Pusat Pendidikan Konservasi Elang Jawa (PPKEJ) Sukabumi, Hendro Wirawan (39), menghela napas lega saat menerima satwa tersebut. Bukan hanya karena elang itu selamat, melainkan karena keputusan warga yang memilih menyerahkannya kepada pihak berwenang alih-alih menyimpannya di kandang pribadi.

“Kalau kejadian ini terjadi 10 atau 20 tahun lalu, ceritanya pasti berbeda,” ujar Hendro yang ditemui Mojok, Sabtu (13/12/2025) lalu, sembari menunjukkan foto Elang Jawa yang diberi nama Raja Dirgantara itu. 

Pada hari itu, Raja bakal dilepasliarkan di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), setelah setahun menjalani rehabilitasi.

Hendro bercerita, satu dekade silam, edukasi warga tentang satwa langka masih minim dan perburuan sangat masif. Elang yang terjerat biasanya berakhir menjadi hiasan teras rumah atau dijual diam-diam ke pasar gelap.

“Nggak cuma yang terjerat. Bahkan diburu juga,” tegasnya.

Hal ini diamini oleh Abah Dili, warga lokal berusia 70-an tahun yang menjadi saksi sejarah kelam perburuan satwa di wilayah tersebut. Dengan suara parau, ia mengenang tahun 1996 sebagai masa ketika perburuan Elang Jawa sedang masif-masifnya.

“Zaman dulu mah, kalau ada yang dapat (elang), pasti dipelihara. Dulu perburuan itu biasa, belum ada takut-takutnya sama petugas,” kenangnya, yang ditemui Mojok, Sabtu (13/12/2025).

elang jawa.MOJOK.CO
Potret Abah Dili, Jumat (13/12/2025). Ia menerima penghargaan dari Kementerian Kehutanan dan Djarum Foundation atas dedikasinya membantu konservasi Elang Jawa. (Mojok.co/Eko Susanto)

Kesadaran warga akar rumput seperti di Cianjur memang memberi secercah harapan. Upaya ini berjalan beriringan dengan kerja-kerja konservasi yang didorong berbagai lembaga. Termasuk Djarum Foundation, yang melalui kolaborasi dengan beberapa lembaga konservasi seperti Raptor Indonesia dan Burung Indonesia, terlibat dalam perlindungan dan pemulihan habitat Elang Jawa.

Sementara Abah Dili sendiri, mendapatkan anugerah dari Kementerian Perhutanan sebagai tokoh masyarakat yang secara konsisten membantu lembaga-lembaga dalam upaya konservasi Elang Jawa. Penghargaan ini ia dapatkan pada Jumat (12/12/2025) lalu, sebelum pelepasliaran Raja Dirgantara.

Namun, di balik secercah harapan tersebut, ternyata ancaman terhadap Elang Jawa dan ribuan satwa lainnya tidak benar-benar hilang. Ia hanya “bermutasi”, bergeser dari pasar burung yang riuh dan bau kotoran hewan, menuju ruang-ruang sunyi di dalam siber yang dikunci dengan enkripsi.

Alarm bahaya senilai Rp16 triliun

Jika Hendro dan Abah Dili melihat perubahan perilaku di tingkat masyarakat, data makro malah menunjukkan badai yang jauh lebih besar tengah berkecamuk. Peneliti Wildlife Conservation Society (WCS), Ilham Kurniawan, menyingkap tabir gelap kejahatan ini.

Ilham menegaskan bahwa perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia bukan lagi sekadar kenakalan pemburu tradisional. Ini adalah industri raksasa.

“Diperkirakan perputaran uang di pasar gelap untuk hidupan liar di Indonesia mencapai Rp 16 triliun,” ungkap Ilham, Jumat (12/12/2025). Angka ini, tegasnya, menempatkan perdagangan satwa liar sebagai salah satu kejahatan transnasional paling menguntungkan, bersanding dengan perdagangan narkoba dan senjata.

Iklan
elang jawa.MOJOK.CO
Potret satwa-satwa langka, termasuk Elang Jawa,dimasukkan ke dalam pipa paralon hingga botol air minum sebelum sampai pada oknum pembeli. Kebanyakan dari satwa ini mati sebelum sampai tujuan. (dok. istimewa WCS)

Lebih mengerikan lagi, kejahatan ini telah berkelindan dengan sistem finansial yang kompleks. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang Ilham kutip mencatat, pada periode 2022-2023 saja, terdapat 53 laporan transaksi mencurigakan terkait tindak pidana lingkungan hidup.

Nilai transaksi yang melibatkan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini menembus angka fantastis: Rp20 triliun.

Para cukong satwa kini tidak lagi menyimpan uang tunai di bawah kasur. Mereka memutar aset hasil kejahatan (proceeds of crime) melalui sistem perbankan, menyamarkan jejak darah satwa menjadi aset properti atau investasi legal lainnya.

“Garuda” yang dijual sebagai “Batik”

Tantangan terbesar bagi penegak hukum saat ini adalah “kecepatan” adaptasi para pelaku. Patroli hutan konvensional seringkali terlambat karena transaksi terjadi dalam hitungan detik di dunia maya.

“Digitalisasi jaringan kriminal telah mengubah segalanya. Lebih dari 80 persen transaksi kini dilakukan melalui platform terenkripsi seperti WhatsApp Group dan Telegram,” jelas Ilham.

Di grup-grup tertutup ini, Elang Jawa seperti yang dirawat Hendro dengan penuh kasih sayang, hanyalah sebuah komoditas dengan kode sandi. Para pedagang menggunakan kata sandi seperti “Batik”, “Naga”, atau “Garuda” untuk menyebut Elang Jawa demi menghindari deteksi algoritma dan patroli siber polisi.

Modus operandi mereka licin bak belut. Ilham memaparkan taktik post-deleted-post yang kini marak digunakan. Pelaku mengunggah foto satwa, melakukan transaksi kilat, lalu segera menghapus unggahan tersebut untuk menghilangkan jejak digital. Pengawasan manual oleh aparat hampir mustahil mengejar kecepatan metode ini.

elang jawa.MOJOK.CO
Data “Temuan Perdagangan Ilegal Satwa Liar Di Indonesia 2016-2024”. Total ada 1952 temuan pelanggaran, mulai dari penyelundupan, perdagangan konvensional, online, koleksi, dan lainnya. 408.853 individu dari 664 spesies – reptil, burung,
dan mamalia. (dok. Istimewa WCS)

Dalam periode 2016 hingga 2024, WCS mencatat 1.952 temuan pelanggaran yang melibatkan 408.853 individu satwa dari 664 spesies berbeda. Dari jumlah tersebut, nasib burung pemangsa (Bird of Prey) seperti Elang Jawa sangat mengkhawatirkan.

Data menunjukkan bahwa genus Nisaetus (kelompok Elang Jawa) adalah genus yang paling banyak diperdagangkan dalam kategori burung pemangsa. Sebanyak 106 individu Nisaetus tercatat dalam kasus perdagangan, jauh di atas genus Accipiter (42 individu) dan Haliaeetus (20 individu). 

Fakta ini menampar kesadaran kita: meski warga Cianjur seperti Abah Dili mulai sadar untuk melepasliarkan, permintaan pasar gelap terhadap simbol negara ini masih sangat tinggi.

Mojok sendiri menemukan sebuah grup Facebook bernama “Comunitas Elang alap-alap Jawa Barat” yang memiliki 6.000 anggota. Di grup ini, alap-alap (Falconidae) diperjualbelikan secara bebas.

Narasumber Mojok menyebut beberapa bulan yang lalu ada yang menjual Elang-ular Bido (Spilornis cheela), meski berdasarkan Permen LHK No. P.106 Tahun 2018 dan UU No. 5 Tahun 1990 statusnya dilindungi.

“Kalau mau menyelam lebih dalam, sih, Facebook pasti ada yang jual-jual itu (Elang Jawa,” kata narasumber Mojok yang mengaku pernah bertransaksi jual beli Elang Jawa itu.

Jalur tikus dan pipa paralon

Lebih menarik lagi dengan cara bagaimana ratusan ribu satwa ini berpindah tangan. Ilham menguraikan peta logistik yang rumit tapi terstruktur. Para penyelundup, kata dia, memanfaatkan kelemahan pada sektor transportasi dan transit.

“Modifikasi pengiriman dan pemalsuan dokumen menjadi modus utama,” papar Ilham.

Foto-foto bukti penyitaan memperlihatkan kekejaman yang tak terbayangkan: Kakatua Jambul Kuning dimasukkan paksa ke dalam botol air mineral bekas agar bisa diselipkan di dalam koper; hingga burung-burung paruh bengkok dijejalkan ke dalam pipa paralon sempit yang dilubangi sekadarnya untuk ventilasi.

perburuan ilegal elang jawa.MOJOK.CO
Foto-foto bukti penyitaan memperlihatkan bagaimana satwa-satwa “dikemas” untuk dijual. (dok. Istimewa WCS)

Banyak dari satwa ini mati lemas sebelum sampai ke tangan pembeli akibat sistem pengiriman yang brutal ini.

Secara geografis, Jawa Timur menjadi “jantung” perdagangan ilegal ini. Provinsi ini mencatatkan konsentrasi kasus tertinggi dengan 246 kasus, disusul oleh Lampung dengan 91 kasus.

Pelabuhan menjadi titik paling rawan. Pelabuhan Bakauheni di Lampung mencatatkan 91 temuan, sementara Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya mencatat 49 temuan.

elang jawa.MOJOK.CO
Hotspot dan rute persebaran birds of prey. Konsentrasi kasus tertinggi di Jawa Timur, sebanyak 38 kasus (perdagangan daring, konvensional, dan penyelundupan. (dok. Istimewa WCS)

Untuk spesimen burung pemangsa, rute perdagangan menunjukkan pola yang spesifik. “Rute daerah asal paling banyak adalah Kalimantan Tengah, dengan tujuan utama Jawa Timur,” tambah Ilham, menyoroti peran Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pintu masuk utama penyelundupan elang dari luar pulau.

Gaya hidup, investasi, dan klenik

Mengapa permintaan ini terus ada? Ilham menyoroti pergeseran motif yang signifikan. Jika dulu memelihara burung hanyalah hobi bapak-bapak di teras rumah, kini motifnya jauh lebih kompleks.

Pertama, kata Ilham: “aset investasi”. Satwa langka kini dianggap sebagai portofolio investasi layaknya emas atau saham. Kelangkaan satwa justru menaikkan harganya, memicu spekulan untuk memburu dan menimbun spesies tertentu.

Kedua, imbuhnya: “simbol status”. Keberadaan media sosial memicu narsisme di mana kepemilikan satwa eksotis menjadi alat untuk memamerkan gengsi (flexing) di komunitas eksklusif. 

“Konten media sosial menjadi pendorong utama permintaan baru,” ujar Ilham.

Ketiga, “spiritual”. Beberapa bagian tubuh satwa, seperti pipa rokok dari gading atau taring hewan buas, masih diburu untuk kebutuhan klenik atau kepercayaan supranatural tertentu.

“Yang memprihatinkan, di Indonesia itu motif ketiga tadi sangat banyak.”

Menata ulang strategi

Menghadapi sindikat yang beroperasi dengan teknologi canggih dan dana triliunan rupiah, strategi konservasi lama sudah usang. Ilham menekankan perlunya arsitektur penanganan baru yang disebutnya sebagai pendekatan Beyond Awareness (melampaui kesadaran).

Sosialisasi kepada masyarakat desa seperti yang dialami Abah Dili tetap penting, tapi tidak cukup untuk menghentikan bandar besar.

“Kita harus beralih dari penegakan hukum yang reaktif menjadi intelijen proaktif berbasis data,” tegas Ilham. Ini mencakup pemantauan media sosial yang intensif (social media monitoring) dan penelusuran dark web untuk memetakan pola transaksi sebelum satwa sempat dikirim.

Namun, senjata paling ampuh mungkin bukan senjata api, melainkan audit finansial. 

“Pelacakan aset hasil kejahatan atau follow the money kini jauh lebih efektif untuk memiskinkan sindikat daripada sekadar menyita fisik satwa,” jelas Ilham. Dengan membekukan rekening dan menyita aset para cukong, rantai pasok bisa diputus dari kepalanya.

Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta menjadi krusial. Perusahaan ekspedisi, penyedia platform marketplace, dan media sosial harus dirangkul bukan sekadar sebagai donor CSR, melainkan sebagai mitra strategis untuk menutup celah penyelundupan di sistem mereka.

***

Raja Dirgantara, elang yang baru saja dilepasliarkan kini terbang bebas ke tengah hutan. Ia beruntung. Namun, ribuan saudaranya yang lain mungkin sedang terdekam di dalam pipa paralon gelap, menyeberangi Laut Jawa menuju pasar gelap di Surabaya, atau sedang ditawar dengan kode “Batik” di sebuah grup Telegram rahasia.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 27 Desember 2025 oleh

Tags: elang jawakonservasi elang jawaperburuan elang jawaperburuan ilegal elang jawaperburuan satwa langkapilihan redaksisatwa langka
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

UGM.MOJOK.CO
Kampus

Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

25 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO
Ragam

Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel

23 Desember 2025
Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO
Kilas

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO
Ragam

Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

22 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Anugerah Wanita Puspakarya 2025, penghargaan untuk perempuan hebat dan inspiratif Kota Semarang MOJOK.CO

10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua

23 Desember 2025
Event seni budaya jadi daya tarik lain wisata ke Kota Semarang selama libur Nataru MOJOK.CO

Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya

26 Desember 2025
Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan MOJOK

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
Warteg Singapura vs Indonesia: Perbedaan Kualitas Langit-Bumi MOJOK.CO

Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi

22 Desember 2025
Omong Kosong Pemuja Hujan Musuh Honda Beat dan Vario MOJOK.CO

Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario

27 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.