Di Desa Munduk, Bali terdapat rumah makan yang menyajikan masakan rumah dengan base genep, salah satu bumbu dasar khas Bali. Selain base genep, rasanya juga bercampur dengan masakan khas Jogja. Restoran itu bernama Arumkayu.
***
Pada Kamis (19/12/2024) siang cuaca di Desa Munduk, Bali mulai berkabut. Menjelang malam, hawa dingin mulai menusuk bagian kulit. Itu adalah hari ketiga saya dan karyawan Mojok pergi ke Bali sebelum libur tahun baru.
Guna mengisi perut yang mulai keroncongan, saya dan rombongan Mojok pergi ke Arumkayu, restoran khas dengan menu base genepnya. Base genap terdiri dari 15 rempah yang dicampur jadi satu. Oleh karena itu, masakan Bali terkenal kuat dan tajam.
Uniknya, pemilik restoran tersebut, Yuni Erawathy, tak melulu menyajikan makanan dengan khas base genep saja. Sebagai kepala juru masak di sana, alias patus dalam bahasa Bali, Yuni menambahkan bumbu yang biasa dipakai di Jogja. Resep itu yang menjadi andalannya.
Di Arumkayu, Munduk, Bali kami memesan ayam sitsit atau suwir, ayam goreng, sate lilit, pepes ikan, teri kacang bumbu pedas manis, sayur urap, sop ayam, jukut undis, serta sambal matah dengan kecombrang. Yang terakhir itu, kalau kata beberapa karyawan Mojok, adalah menu yang paling mereka sukai.
Bahkan ada yang baru tahu, kalau kecombrang bisa dimasak menjadi sup yang lezat. Beberapa karyawan ada yang sampai menambah sup kecombrang sampai dua kali sangking enaknya.
“Istri saya tadi bilang, selama ini bunganya (kecombrang) dibuang karena bingung mau dimasak apa. Ternyata bisa seenak ini,” ucap salah satu karyawan Mojok yang juga baru pertama kali mencicipi menu tersebut.
Selain menu di atas, Yuni juga menyajikan lumpia, tahu isi, serta hidangan penutup seperti es buah dan jaje pisang rai. Pisang rai adalah camilan tradisional Bali yang dibalut adonan dari tepung beras dan taburan kelapa parut.
Memadukan bumbu Bali dan Jogja
Arumkayu berdiri sejak Juli 2024, setelah Yuni menikah dengan Komang Armada, petani cengkeh yang juga berasal dari Bali. Keduanya kemudian dikaruniai dua anak yang kuliah di Jogja. Mengikuti Komang yang merupakan alumnus Institut Pertanian Stiper (Instiper) Jogjakarta.
Dua anaknya itu bilang, suka rindu masakan rumah, sehingga sebisa mungkin Yuni memasaknya dengan nikmat. Mulanya, dia hanya memasak makanan Bali, resep keluarga besar. Hingga akhirnya, dia mencicipi masakan Jogja yang ternyata enak.
“Pulang-pulang, mereka minta, ‘Mama buatin ini’. Jadi karena saya kangen, saya mau ngasih sesuatu yang benar-benar enak. Enak versi saya. Maksudnya benar-benar pakai hati,” ujar Yuni.
Selain itu, keluarga Yuni memang suka mencicipi kuliner. Berkat rekomendasi dari sang suami dan anak-anaknya, dia jadi tahu perbedaan rasa makanan di Bali dan Jogja. Misalnya, dia pernah menyantap soto dengan rasa yang berbeda.
“Saya coba lihat apa saja bahannya. Misal saya suka kuahnya di Jogja. Terus nanti saya bandingkan dengan soto keluarga saya di Bali,” ujarnya.
Dari sana, Yuni mulai mencoba-coba mencampurkan kedua bahan tersebut. Keluarganya bilang rasanya tidak aneh, alias lezat. Begitu pula saat Yuni menghidangkan masakan tersebut ke keluarga besar.
“Keluarga kakak ipar saya juga suka perpaduan (bumbu) itu. Khas Soto Bali-nya nggak hilang, jadi pas menurut saya,” ucapnya.
Belajar masak dari keluarga besar
Yuni merupakan lulusan Sekolah Tinggi Parawisata Nusa Dua Bali. Saat sekolah dulu, dia pernah belajar tataboga. Itu pun hanya pelajaran dasar. Justru keahlian memasaknya berasal dari keluarga suaminya, mulai dari ibu mertua dan kakak iparnya.
“Misal, dia buat sesuatu, dia bilang bumbunya ini, ini. Saya ngikut sekali, saya nggak mau menceng sedikit. Setelah itu saya coba dulu rasanya enak, saya ngikut apa saja bumbunya ini,” ucapnya.
Tak hanya bumbu atau takaran yang dipelajari, Yuni juga diajari teknik memasak mulai dari dasar. Misalnya saat menggoreng ikan teri, dia harus menggunakan api sedang.
“Orang mungkin berpikir masak ikan teri tinggal goreng, dikasih minyak. Tapi kalau kakak ipar saya yang buat beda, jadi saya nanya, ternyata apinya jangan terlalu besar nanti gosong, tapi dalamnya belum matang,” kata Yuni.
Lambat laun, Yuni jadi terbiasa membedakan bumbu yang ada dalam makanan. Keahliannya makin bertumbuh setelah 15 tahun menikah dan menjadi ibu rumah tangga.
Membangun Arumkayu di Bali
Lokasi Munduk yang sering didatangi oleh wisatawan mendorong Yuni untuk membuat restoran bernama Arumkayu. Dia juga ingin membagikan menu masakannya ke turis mancanegara, sebab 75 persen pengunjungnya adalah bule.
Yuni berujar biasanya mereka akan mampir ke restoran sebelum melanjutkan perjalanan ke Ubud atau menuju tempat wisata air terjun. Sementara, menu yang banyak mereka pesan adalah Nasi Campur Babi dan Opor Ayam.
“Kalau saya dikasih pilihan: Babi, sapi, ayam. Untuk besisit ini, saya pilih dua, babi dan sapi, kalau ada lebih sapi, lebih masuk,” ujar Yuni.
Saya pikir, hanya menunya saja yang khas masakan rumahan, tapi ruangan Arumkayu pun dikonsep sedemikian rupa. Mejanya menggunakan kayu panjang di tengah ruangan.
Dinding putihnya dihiasi dengan potret warga Bali berwarna hitam putih. Saya pun dapat menikmati suasana hangat bersama keluarga, meski hawanya dingin malam itu.
“Saya berusaha sekali masak dengan hati,” kata Yuni.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: 3 Sate Khas Bali selain Sate Lilit yang Nggak Kalah Lezat
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News