Bebek Purnama menjadi satu dari sekian kuliner andalan di Surabaya. Nyaris di setiap titik Kota Pahlawan bisa dijumpai warung-warung bebek goreng dengan embel-embel tulisan “Purnama”. Mengesankan bahwa warung ini cabangnya sudah menggurita.
Mojok.co menelusuri, bagaimana awal mula banyak warung bebek yang mengklaim atau menggunakan embel-embel “Purnama” di warungnya.
***
Atas bantuan dari teman kerja saya, Seta (23), saya akhirnya tahu di mana lokasi Warung Bebek Purnama yang pertama kali buka dan bertahan hingga saat ini. Sejauh penelusuran saya, siapa yang pertama kali merintis Bebek Purnama di Surabaya memang agak simpang siur.
Penikmat kuliner juga seakan nggak peduli, mana warung Bebek Purnama asli atau yang pertama kali dan mana yang muncul belakangan. Soalnya, semuanya enak. Maka informasi dari rekan saya ini jadi pintu masuk untuk mencari Warung Bebek Purnama yang asli atau yang buka pertama kali di Surabaya dengan embel-embel “Purnama”.
“Nanti pastikan sendiri aja. Asumsiku ini yang asli, karena di tendanya tertulis Tidak Buka Cabang,” ujar Seta.
Seta sendiri mengaku hanya beberapa kali pernah makan di Warung Bebek Purnama yang menurutnya asli. Selebihnya, pria asal Krian Sidoarjo itu lebih sering makan di warung cabang dekat kosnya di daerah Margorejo.
“Dulu karena penasaran apa yang membedakan cabang dengan yang asli. Tapi soal rasa memang sama-sama enak ya menurutku. Bebeknya empuk, apalagi bumbu kuningnya itu, behhh, joss pokok’e,” ungkapnya.
Yang pertama tidak buka cabang
Petunjuk Seta mengantarkan saya ke Jl. Dinoyo, Keputren, Kec. Tegalsari, Surabaya. Persis di pinggir jalan raya, sebuah warung tenda sederhana dengan kain banner berwarna kuning bertuliskan “WARUNG PURNAMA: NASI BEBEK GORENG NASI AYAM GORENG TIDAK BUKA CABANG” terpampang jelas dan cukup mencolok.
Jam di HP menunjukkan pukul 16.32 WIB saat saya tiba di sana. Memang baru selisih 30 menit dari jam buka warung, tapi beberapa pembeli sudah tampak datang silih berganti. Dari yang makan di tempat atau yang dibungkus untuk dibawa pulang.
Saya langsung memesan seporsi nasi bebek yang terdiri dari nasi, satu potong paha, taburan serundeng, siraman bumbu kuning, serta lalapan pelengkap. Sambalnya tinggal ambil sendiri di mangkuk plastik yang sudah ada di masing-masing meja.
Saya sengaja tak mengambil duduk di deretan kursi pembeli. Saya memilih duduk di samping Inayah (37), salah seorang pengelola Bebek Purnama Asli (demikian yang tertulis di Google Maps) yang tengah menyiapkan sayur lalapan di pinggir warung.
“Yang merintis itu Umik Mardiah (Umik: Ibu, red.). Umik sekarang istirahat di rumah. Sekarang mengelolanya dibantu keluarga. Saya sendiri masih keponakan sama Umik,” tutur Inayah menjelaskan status dirinya dan empat orang lain yang sibuk melayani pembeli.
Inayah menjelaskan, Bebek Purnama milik Umik Mardiah pertama kali dirintis pada tahun 1989. Lalu mulai populer sejak 1990-an.
Di awal-awal berdiri, Umik Mardiah menggunakan nama “Bebek Goreng” saja. Nama “Purnama” kemudian diambil dari nama Bioskop Purnama yang lokasinya berada persis di belakang warung.
Lokasi awal bebek goreng milik Umik Mardiah berada di seberang Bioskop Purnama. Lalu setelah Bioskop Purnama tutup total pada 1997, nama “Purnama” pun diambil untuk dituliskan di tenda warung.
“Nama Purnama sebenarnya dari pembeli. Jadi waktu itu karena warungnya ada di sekitar Bioskop Purnama, orang-orang lebih gampang nyebut “bebek Purnama”. Kalau mau makan ke sini bilangnya, “Ayok makan ke bebek Purnama”. Ya sudah akhirnya dipakai lah jadi nama warung ,” terang Inayah Sabtu sore, (3/12/2022) itu.
Wanita asli Sampang itu juga menegaskan, sejak dulu Bebek Purnama Umik Mardiah di Surabaya tidak pernah membuka cabang di manapun. Dan itu membuka obrolan kami mengenai bagaimana respon warung milik Umik Mardiah yang mengaku asli dan pertama, menanggapi menjamurnya warung-warung bebek yang menggunakan embel-embel “Cabang Purnama”.
Sama-sama dibuka orang Madura, nggak merasa dirugikan
“Yang ngaku-ngaku asli memang banyak. Tapi dari dulu yang namanya Bebek Purnama itu ya ini, di Bioskop Purnama. Dan nggak pernah buka cabang,” ujar Inayah.
Terkait banyaknya warung-warung bebek lain yang menggunakan kata “Purnama”, Inayah mengatakan, bisa dibilang mereka aji mumpung atas kepopuleran warung bebek goreng milik Umik Mardiah.
Sebab, sejak tahun 1990-an, Bebek Purnama Umik Mardiah sudah sangat tersohor dan tak pernah sepi pelanggan. Dari situ mungkin saja banyak yang berpikir, misalnya buka warung bebek lalu menggunakan embel-embel “Cabang Purnama”, mestinya orang-orang mengira bahwa warung tersebut adalah cabang yang terkoneksi langsung dengan Bebek Purnama Umik Mardiah. Alhasil ikut ketularan ramai pembeli.
Umik Mardiah, seturut pengakuan Inayah, sebenarnya sudah mengetahui hal tersebut. Namun, Umik Mardiah memilih legowo saja; tak keberatan jika makin banyak orang yang “nebeng nama” dari Bebek Purnama miliknya.
Meski tak mendapat untung apa pun, akan tetapi Umik Mardiah mengaku senang jika ternyata Bebek Purnama miliknya secara tidak langsung justru membuka rezeki bagi banyak orang.
Lebih-lebih rata-rata Warung Bebek Cabang Purnama dibuka oleh orang Madura. Ikatan satu rumpun dan rasa prihatin sebagai sesama perantau dari pulau seberang membuat Umik Mardiah tak merasa dirugikan dengan menjamurnya warung-warung bebek yang aji mumpung tersebut.
“Sebenarnya ada juga yang dulunya kerja sama Umik, terus keluar dan bikin warung sendiri. Ada juga yang minta izin dulu. Selebihnya nggak kenal dan nggak ada hubungan sama sekali. Tapi Umik sendiri nggak masalah. Sama-sama nyari rezeki kok,” ungkap Inayah.
Inayah menambahkan, hampir tak ada sesuatu yang secara spesifik membedakan antara Warung Purnama Asli dengan yang mengaku cabang. Mulai dari model tenda sampai sambal dan bumbu kuning khasnya pun tak jauh berbeda.
“Memang bumbu kuning itu sudah jadi ciri khas. Jadi wajib ada. Bahan dasarnya bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, kunyit, garam, daun srei, daun jeruk, daun salam. Kalau sambal nggak diblender, tetap harus diuleg. Bahan-bahan untuk sambalnya, kayak cabai, bawang merah dan bawang putih dihaluskan dulu, terus digoreng sama bahan-bahan lain,” bebernya.
Buka setiap hari dari pukul 16.00 WIB-23.00 WIB, Bebek Purnama milik Umik Mardiah bisa menghabiskan 30-50 ekor bebek per hari. Satu porsi bebek goreng dibandrol seharga Rp22 ribu. Bisa lebih jika pembeli nambah lauk lain seperti tempe goreng, tahu goreng, maupun ati ampela.
Baca halaman selanjutnya
Pak Saridin dan 3 warung Bebek Purnama yang pertama
Pak Saridin dan 3 warung Bebek Purnama yang pertama
Hanya sepelemparan batu dari lokasi warung Bebek Purnama milik Umik Mardiah, ternyata ada juga satu warung Bebek Purnama yang menyatakan juga sebagai salah satu yang pertama. Di papan namanya tertulis “Warung Bebek Purnama Pak Saridin”.
Dari artikel-artikel di blogspot yang saya baca-baca sebelumnya, Bebek Purnama Pak Saridin ini juga disebut-sebut sebagai yang asli.
“Kalau itu (Bebek Purnama Pak Saridin) belum pernah nyoba aku. Urusan mana yang asli memang klaim-klaiman,” ujar Seta membalas pesan singkat yang saya kirim lewat WhatsApp.
Beberapa menit lagi azan magrib berkumandang. Dari seberang jalan tempat saya duduk-duduk sambil nyebat, tampak warung Bebek Purnama Pak Saridin sudah berjubel para pembeli.
“Jam-jam pulang kerja, Mas, pasti penuh,” ujar tukang parkir warung Bebek Purnama Pak Saridin saat saya hampiri.
Lewat bantuan tukang parkir ini pula saya bisa bertemu dengan Pak Anis, pengelola Bebek Purnama Pak Saridin saat ini. Sosok ramah itu mempersilakan saya bertanya-tanya, sementara ia nyambi menggoreng beberapa potong bebek.
Pak Anis memaparkan, di era 1989 dan memasuki 1990-an awal, kawasan di Bioskop Purnama telah menjadi sentra kuliner yang cukup ramai. Beberapa warung yang pernah buka di area Bioskop Purnama antara lain, Pecel Purnama, Petis Purnama, Jus Purnama, dan tentunya Bebek Purnama.
“Lebih gampang disebut dengan embel-embel “Purnama” karena bukanya di sekitar Bioskop Purnama,” ucapnya.
Diungkapkan Pak Anis, sudah ada 4 warung bebek yang buka di kawasan Bioskop Purnama saat itu. Termasuk warung bebek milik bapaknya, Pak Saridin.
Hanya saja, ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998, 2 dari 4 warung tersebut gulung tikar. Sisa warung bebek milik Pak Saridin dan warung bebek milik Umik Mardiah. Dan karena nama Bebek Purnama sudah dipakai oleh warung bebek milik Umik Mardiah, maka agar berbeda warung bebek milik Pak Saridin diberi imbuhan namanya sendiri menjadi Bebek Purnama Pak Saridin.
“Maka kalau ditanya siapa yang pertama, ya sama-sama pertama. Dulu warung ini berseberangan jalan persis dengan warung yang di sana itu (Bebek Purnama Asli milik Umik Mardiah), terus pindah ke sini,” tutur Pak Anis.
“Jadi yang banyak ditiru sama yang ngaku-ngaku cabang sebenarnya lebih ke warung Bebek Purnama kuning itu (milik Umik Mardiah). Kalau Pak Saridin nggak ada. Pak Saridin ya cuma ini aja,” imbuhnya.
Olahan bebek di Bebek Purnama Pak Saridin tak jauh berbeda dengan Bebek Purnama Asli Umik Mardiah. Dalam satu porsinya berisi nasi, sepotong paha bebek, siraman bumbu kuning, taburan serundeng, serta lalapan pelengkap dan sambal bajak yang bisa diambil sepuasnya sesuai selera. Untuk harga pun relatif sama.
Yang membedakan, di Bebek Purnama Pak Saridin tak hanya menyediakan satu menu sambal saja. Selain sambal bajak, di sini juga tersedia sambal bawang.
“Sambal bajak cenderung pedes tapi masih ada manis-manisnya. Kalau yang sambal bawang memang buat yang suka pedes,” jelas Pak Anis.
Menutup obrolan kami petang itu, Pak Anis kembali menekankan bahwa pusat dari Bebek Purnama ada di Keputren, Tegalsari, Surabaya. Karena dinisbatkan pada nama bioskop yang dulu pernah eksis di sana.
Kendati demikian, Pak Anis mengaku tak ada masalah dengan banyaknya orang yang mengaku sebagai cabang dari Bebek Purnama. Sama seperti alasan Umik Mardiah, sebanyak apapun warung Bebek Purnama tersebar, toh ia secara pribadi tidak merasa dirugikan.
“Menunya boleh ditiru. Tapi soal rezeki kan tetap jatah masing-masing,” tegas Pak Anis.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono