Mahasiswa UGM punya banyak tempat makan andalan. Kupi Harvest adalah salah satunya. Meski lokasinya nyempil, kedai ini tak pernah sepi pembeli. Pasalnya, di tempat ini, modal 8 ribu saja kita sudah bisa makan sepuasnya.
***
Kupi Harvest sendiri terletak di Jalan Agro, seberang Fakultas Kehutanan UGM. Letaknya nyempil di antara rumah makan besar nan kondang lainnya. Saking nyempilnya, saya sendiri sempat kesulitan menemukan tempat makan ini.
Sebagai mahasiswa Surabaya yang belum sebulan ini tinggal di Jogja, jujur Kupi Harvest adalah nama yang asing bagi saya. Tempat makan itu saya ketahui berkat rekomendasi teman-teman saya yang kuliah di UGM.
Di TikTok pun, netizen sampai menyebut Kupi Harvest sebagai “hidden gem”. Pasalnya, meski nyempil, ia tak pernah sepi. Menunya yang murah, melimpah, bahkan free refill, menjadi alasan mengapa mahasiswa UGM selalu datang lagi.
Bermodal Google Maps, saya pun mengunjungi kedai tersebut pada Selasa (6/8/2024) kemarin buat menjawab rasa penasaran. Namun, bagi orang baru, menemukan Kupi Harvest bukanlah pekerjaan mudah.
Meskipun Google Maps mengatakan saya sudah sampai tujuan, bentuk bangunan Kupi Harvest tak bisa saya lihat. Ternyata saya sudah terlewat 2 sampai 3 ruko dan mesti putar balik. Benar-benar nyempil, senyempil-nyempilnya. Hidden, se-hidden-hiddennya!
Percayalah, porsi makan di sini tak sekecil warungnya
Meski kecil dan nyempil, Kupi Harvest banyak mendapat ulasan positif. Baik dari netizen di media sosial, review di Google Maps, maupun testimoni mahasiswa UGM.
Setelah sampai, saya membuktikan sendiri bahwa ulasan-ulasan positif bukan omong kosong. Di sini, pelayanan sangat ramah. Menunya pun juga beragam, mulai dari nasi jeruk dengan aneka lauk, snack, minuman, rerotian, dan beberapa jenis makanan western.
Dan, yang pasti nggak bikin deg-degan, di tiap menu tertulis harga secara jelas. Artinya, pembeli tak bakal ada kekhawatiran dapat harga nuthuk.
Setelah berpikir lama, saya memutuskan memesan menu andalan mereka: nasi DJ (daun jeruk) + telur kriuk seharga Rp8 ribu. Saya juga memesan mac & cheese Rp13 ribu, dan memilih kopi susu seharga Rp5 ribu sebagai minumannya.
Awalnya, saya mengira akan mendapat kopi susu di mug kecil dengan harga segitu. Tapi ternyata tidak. Kopi tersaji di gelas yang lumayan besar.
Nasi DJ juga disajikan dengan porsi jumbo. Itu pun, pelanggan masih dipersilahkan isi ulang nasi gratis kalau merasa belum kenyang.
Selain nasi, pelanggan dibebaskan mengambil dan mengisi ulang sambal, lalapan, dan juga minuman. Dengan kata lain, di Kupi Harvest kita bisa makan sepuasnya dengan hanya membayar Rp8 ribu.
Dari banyak pengalaman yang saya alami, umumnya makanan murah punya rasa yang biasa-biasa saja. Namun, menu all in Rp8 ribu di Kupi Harvest tak demikian. Rasa yang ditawarkan nggak kaleng-kaleng.
Setahu saya, nasi daun jeruk biasa diolah dengan cara mengukus nasi dengan sedikit tumisan daun jeruk. Namun, nasi DJ di kedai ini diolah dengan mengaduk rempah-rempah dan daun jeruk. Sehingga menimbulkan cita rasa yang kuat.
Di Kupi Harvest, pembeli bisa makan sambil main catur, uno, bahkan main PS
Yang menawan dari Kupi Harvest bukan hanya makanannya saja. Dekorasi di tempat ini sangat menarik. Ditata sedemikian eye catching.
Di dinding sisi kiri, terdapat televisi tempat biasa lagu-lagu terputar, dan PS yang bebas dimainkan. Di dinding kanan, terdapat buku-buku yang tertata di rak.
Berbagai mainan–seperti congklak, uno kartu, uno stacko, hingga papan catur juga tersedia. Banner menu, menurut saya juga sangat menarik karena menyajikan informasi penting dari makanan tersebut. Keputusan saya memesan nasi DJ salah satunya karena informasi kesehatan yang disuguhkan dalam banner tersebut. Seketika, saya mengacungkan jempol.
Tak jauh dari banner tersebut, terdapat sebuah papan di dinding yang isinya respon pengunjung dalam bercarik-carik kertas. Saya sempat membaca tulisan-tulisan di kertas itu yang kira-kira jumlahnya lebih dari seratus. Kebanyakan adalah respons positif soal Kupi Harvest.
Di meja kasir, saya menjumpai info promo diskon 10% bagi pelanggan yang menenggerkan ulasannya di Google Maps. Ah, pantas saja di Google Maps isi ulasannya berupa paragraf-paragraf panjang laiknya kritikus kuliner. Saya jadi tak bisa berhenti membacanya.
Tiga mahasiswa UGM di balik kesuksesan Kupi Harvest
Malam itu, saya berkesempatan ngobrol dengan salah satu pemilik kedai, yaitu Carlos (22). Selain Carlos, dua saudaranya, Abevi (21) dan Benedict (20) adalah dua orang lain di balik kesuksesan Kupi Harvest.
Mereka bertiga merupakan mahasiswa UGM. Carlos berkuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi, Abevi belajar Program Studi Pariwisata, sementara Benedict belajar Filsafat. Mereka adalah keluarga yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
Memiliki orang tua dengan latar belakang bisnis, membuat mereka belajar berwirausaha. Sejak SMA di Cirebon, Carlos bahkan mengaku sudah bantu-bantu omnya menjalankan bisnis resto. Kupi Harvest adalah bisnis keluarga yang disiapkan sebagai gelanggang ketiga bersaudara itu belajar wirausaha.
Menurut cerita Carlos, kedainya dibuka pada 2023 lalu, saat ia memasuki semester kedua kuliah. Mahasiswa UGM ini mengaku, pada bulan-bulan awal buka, orang tua masih berperan penting dalam pengambilan keputusan.
Mereka juga dituntun oleh orang tua dalam berbagai diskusi terkait arah pengembangan kedai. Sedari awal, mereka memikirkan menu, fasilitas, ciri khas, dan printilan-printilan lain dengan amat detail dan serius.
Lambat laun, orang tuanya mulai lepas setir. Alhasil, pelan-pelan mereka mulai beranjak menjalankan bisnis secara mandiri dengan menerapkan pembagian tanggung jawab.
Mahasiswa UGM ini nggak cuma cari untung, tapi juga ingin peduli sesama
Carlos merupakan penanggung jawab marketing dan desain. Jadi, ia adalah orang di balik uniknya desain dan kuatnya branding Kupi Harvest sebagai tempat makan murah, banyak, dan enak.
Saya sendiri cukup, penasaran, mengapa branding tadi mereka pilih. Padahal, mereka bisa saja membikin tempat makan elite dengan memasang harga tinggi.
Namun, Carlos mengaku kalau sebenarnya ia cukup resah dengan berbagai cerita mahasiswa yang kerap kali kesulitan makan.
“Kami di sini bukan cuma mau cari untung, tapi kami mau melayani, menolong sesama manusia” ucapnya, Selasa (6/8/2024).
“Kan ada tuh mbak ya, berita soal mahasiswa yang ditemukan kelaparan di kosannya. Kan kasihan, kalau seperti itu,” cerita Carlos.
Memang kasus-kasus ekstrim serupa kerap dijumpai menimpa mahasiswa, khususnya mahasiswa di Jogja. Mojok sendiri beberapa kali menulis liputan terkait mahasiswa Jogja yang kelaparan.
“Tapi, menawarkan harga murah bukan berarti kita nggak memberikan yang terbaik. Mbak bisa rasakan sendiri dari yang kami sajikan,” ucapnya dengan tersenyum.
Carlos berharap mahasiswa tak lagi mesti terlalu ikat pinggang perihal makanan. Sehingga, ia melalui Kedai Kupi Harvest menyajikan hidangan layak yang tak memberatkan kantong mahasiswa.
Penulis: Alya Putri
Editor: Ahmad Effendi
Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Program Kompetisi Kampus Merdeka-Merdeka Belajar Kampus Merdeka (PKKM-MBKM) Unair Surabaya di Mojok periode Juli-September 2024
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News