Sudah hampir lulus, Siswoyo, mahasiswa PBSI UNESA angkatan 2020 ini justru galau dengan masa depannya. Jurusan yang dia tekuni tidak sesuai ekspektasi, dan menuju akhir, keresahannya memuncak.
***
“Keresahan awalnya datang dari luar, Mas, dari cara pandang orang terhadap jurusan PBSI. Kenapa nggak bahasa ini, bahasa itu. sebenernya juga, orang PBSI-nya juga bingung, Mas, kenapa kita ambil jurusan ini?”
“Kebetulan dulu saya ikut standup comedy. Saya sampai bikin bit kayak begini, kalau orang kira saya lulus nanti akan jualan KBBI, padahal saya nanti nggak cuman jualan KBBI, tapi LKS juga.”
Siswoyo memulai keresahannya dengan guyonan akan apa yang dia alami selama ini (12/4/2024). Lalu dia bercerita kenapa orang-orang masuk PBSI UNESA, jurusan yang bikin dia resah, dan kenapa orang-orang sama resahnya dengan dia.
“Ketika saya masuk ya, Mas, temen-temen itu nggak mau jadi guru, Mas. Atau menjadikan guru sebagai opsi terakhir, Mas. Kebanyakan orang PBSI itu isinya orang-orang yang ingin belajar sastra, tapi mau masuk sastra murni, tidak berani karena terlalu gambling.”
Jadi guru tak mau
Siswoyo kembali berkata bahwa jadi guru itu bikin mereka ragu. Masih harus ambil PPG, masih harus urus administrasi. Mereka pun dihadapkan fakta mereka harus belajar dua kurikulum sekaligus saat praktik mengajar. Di kampus belajar K13, di lapangan mereka pakai Kurikulum Merdeka. Hal ini bikin mereka ragu mau jadi guru.
“Dalam praktik mengajar, saya dan mahasiswa PBSI angkatanku kan ngalamin masa transisi. Di kampus belajar Kurikulum 13, di lapangan kami diminta pakai Kurikulum Merdeka. Ya kudu gimana sih kita?”
Untuk Siswoyo pribadi, jadi guru bukan hal yang dia suka. Pekerjaan yang repetitif, harus bicara hal yang sama di tiap kelas, bagi dia membosankan. Terlebih, masih ada beban administrasi yang harus dikerjakan. Jadi guru, baginya beban yang amat besar.
“Kawan-kawan yang jadi guru itu cerita kalau kebahagiaan mereka itu bukan saat mengajar, Mas, tapi saat ngobrol sama murid. Mengajarnya yah, gitu-gitu aja bagi mereka. Ada materi, sampaikan.”
Apalagi saat PLP (praktik mengajar), dia menemui fakta bahwa kebanyakan peserta PLP dilepas oleh guru, alias jadi guru pengganti. Sudah belajar di kampus autodidak, praktik mengajar pun autodidak.
Baca halaman selanjutnya