Mewujudkan mimpi yang sempat tertunda
Semangat Salma dan teman-temannya mengalami pasang surut setelah gagal berkali-kali. Mereka juga khawatir dengan kesibukan kuliah masing-masing dan akhirnya vakum di tahun 2022.
“Karena nggak semua orang bisa diajak berjuang berdarah-darah, apalagi masih tergolong start up,” kata Salma.
Ia sadar, berbisnis bukanlah hal yang mudah. Namun, sekalipun ia mengalami keterbatasan modal, diremehkan oleh orang-orang sekitar, bahkan harus berjuang sendirian di tengah perjalanan hingga menjadi founder tunggal yang tersisa, Salma tak menyerah.
Keinginan untuk mengembangkan keripik tempe warna-warni dengan bahan alam murni tanpa pewarna buatan, rupanya masih ada dalam hati kecil Salma. Satu tahun berikutnya, ia memutuskan mengirim proposal tersebut ke program Women Space Movement dari Paragon.
Ide itu ternyata lolos dan mendapatkan pendanaan puluhan juta. Uang tersebut yang kemudian menjadi modal bagi ibu-ibu rumah tangga membuat produk Rainbow Tempe Ketawa. Tak berhenti sampai di situ, Salma akhirnya mendapatkan hibah lagi dari Pertamina Foundation 2024, setelah tak lolos di tahun 2020 dan berhasil mengembangkan produknya.

Semakin banyak dana diperoleh, semakin banyak pula ibu-ibu yang tertarik bergabung. Dari yang mulanya 10 orang, bisa bertambah berkali-kali lipat. Mereka pun mendaftar sebagai anggota Soygoo, komunitas ibu-ibu di Kampung Sanan, Malang yang didirikan Salma.
“Di titik ini asli terharu banget. Mungkin niat awalnya kami hanya lomba PKM, tapi bisa beneran jadi akselerator hidup untuk ibu-ibu di Kampung Sanan, Kota Malang,” kata alumnus Polinema tersebut.
Membawa Rainbow Tempe Ketawa di kancah global
Tak sampai di situ, Salma juga berhasil membawa produknya sampai ke luar negeri. Ia berangkat ke Hong Kong untuk mengikuti acara One Earth Next Generation Hong Kong by Temasek Foundation pada akhir Maret 2025.
Hampir lima hari Salma berada di Hong Kong untuk mewakili tim pitching dari Indonesia. Satu timnya berisi lima orang. Empat orang temannya berasal dari Malaysia, China, Hong Kong, dan Vietnam.
“Sebagai sarjana pertama di keluarga, aku nggak menyangka bisa membawa Soygoo sampai ke luar negeri. Aku ingin banyak perempuan lebih berdaya,” ucapnya.
Di sesi ideathon tersebut, Salma dan timnya membahas topik berjudul The Power of Rhizopus and Soybean Waste: Transforming Indonesia National Food (Tempeh) into Zero-Waste Circular System. Di sana, Salma berhasil mengkolaborasikan Soygoo dengan ide-ide dari peserta luar negeri.
“Alhamdulillah kami terpilih menjadi outstanding team, kategori Nature based Solutions,” ujar Salma.
“Setiap pencapaian ini bukan sekadar penghargaan, tapi bukti bahwa mimpi yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh akan menemukan jalannya,” kata alumnus Polinema tersebut.
Sekalipun kamu gagal, kata Salma, jangan berhenti dan jangan takut untuk memulai. Bahkan lulus dari kampus yang menurut sebagian orang kurang prestisius, seharusnya tak menghambat mimpimu.
“Orang boleh meragukan bahkan meninggalkanmu, tapi jangan biarkan dirimu sendiri ikut ragu,” ujarnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Perjuangan Satpam Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Lulus Sarjana dengan Pujian atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












