Asrama Pondok Mesudji Jogja yang dihuni belasan mahasiswa dari Sumatera Selatan dalam sengketa beberapa tahun terakhir. Kini, mahasiswa UGM, UAD, hingga UPN Jogja yang tinggal di sana bisa sedikit bernapas lega karena Kejati Sumsel telah menetapkan tersangka atas kasus penjualan aset asrama tersebut. Namun, masa depan hunian mereka masih penuh ketidakpastian.
***
Muhammad Hafidz, alumnus UPN Jogja yang kini masih menempati Asrama Pondok Mesudji mengaku agak lega. Ketegangan yang ia rasakan bersama mahasiswa UGM dan beragam kampus lain di sana selama beberapa tahun berkurang setelah persoalan hukum perlahan menemukan titik terang.
“Lega, terus lebih tenang dikit, harapannya itu dikembalikan ke negara, terus difungsikan untuk mahasiswa, karena tujuan yayasan awalnya untuk pendidikan,” ujarnya saat berbincang dengan Mojok Rabu (15/5/2024).
Saat ini, ada 13 mahasiswa termasuk sarjana baru dari berbagai kampus di Jogja yang menghuni bangunan tua di dekat Lapangan Mancasan, Wirobrajan tersebut. Bangunan itu, setelah kasus korupsi penjualan aset bergulir di Kejati Sumsel, statusnya disita.
Namun, mereka beruntung lantaran mendapat izin tinggal berdasarkan SK Gubernur Sumsel. Setidaknya sampai ada putusan hukum lanjutan. Sejauh ini sudah ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Sejarahnya, berdasarkan Register Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta, lahan seluas 1.941 meter persegi tempat Pondok Mesudji berdiri berasal dari transaksi tahun 1959 atas nama Yayasan Batang Hari Sembilan. Setelah bangunan yang berlokasi di Ketanggungan Wetan No.183 -kini menjadi Jalan Puntodewo No.9- didirikan, mahasiswa dan pelajar dari Sumsel pun mulai menempati.
Kenangan situasi mencekam yang dialami mahasiswa UPN Jogja dan kampus lain di asrama
Pada Jumat (4/12/2020) silam, pagi hari, dua truk dan sejumlah mobil yang dipenuhi orang mendatangi Pondok Mesudji yang terletak di selatan Lapangan Mancasan, Wirobrajan, Yogyakarta. Mereka datang dengan maksud melakukan pengosongan lahan.
Beberapa mahasiswa dari Sumsel yang tinggal di sana berusaha menahan. Namun, mereka kalah jumlah. Bangunan Pondok Mesudji hendak dirobohkan. Plang tua bertuliskan “Jajasan Batanghari Sembilan Pondok Mesudji” dicopot dari bagian depan bangunan.
“Jumlah mereka mungkin sekitar 200-an orang. Kami kalah jumlah. Kami menghubungi alumni untuk minta bantuan,” kata Hafidz. Hafidz pun masih menyimpan video detik-detik mencekam yang dialami penghuni asrama.
Bangunan tua yang ditinggali mahasiswa UPN Jogja, UGM, dan berbagai kampus lain ini punya delapan kamar. Sebagian cat temboknya sudah pudar. Di teras kamar, satu dua mahasiswa sedang bercengkrama sembari main gitar.
Terdapat halaman yang luas beralaskan tanah yang kalau musim kemarau begini penuh debu. Ada dua lapangan voli di sana. Beberapa pohon besar yang tumbuh membuat area ini terasa sejuk.
Di tengah halaman belakang, ada sebuah gubuk sederhana yang jadi tempat bercengkrama. Setiap sore, bukan hanya penghuni, para mahasiswa dari Sumsel di Jogja yang tak tinggal di sini juga kerap berkunjung. Para mahasiswa dan pelajar dari Sumsel di Jogja yang hendak menginap syaratnya hanya KTP dari Sumsel.
Baca halaman selanjutnya…
Dua generasi anak dan orang tua yang tinggal di asrama hingga jejak sengketa yang membayangi