Nekat Milih UNY Demi Bahagiakan Ibu, Kini Jumpalitan Bingung Bayar UKT: Terpaksa Nyambi Kerja Sampai Terancam DO dan Pasrah dengan Nasib

Cerita Mahasiswa Jogja yang Lolos Seleksi Mandiri UNY, Tapi Malah Menjalani 3 Tahun Penuh dengan Penderitaan.MOJOK.CO

Ilustrasi Cerita Mahasiswa Jogja yang Lolos Seleksi Mandiri UNY, Tapi Malah Menjalani 3 Tahun Penuh dengan Penderitaan (Mojok.co)

Kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) bukanlah tujuan utama Rahma (24). Ia masuk kampus negeri di Jogja itu semata-mata demi mewujudkan mimpi sang ibu. Sayangnya, niat membahagiakan ibunya berujung pada lara. Rahma terjerat biaya kuliah yang tak murah, sehingga bikin masa depannya justru terancam.

Pada 2018 lalu, Rahma mantap mendaftar ke UNY. Sebenarnya, saat itu ia sudah kuliah di salah satu PTS Jogja. Namun, karena merasa biaya kuliah terlalu mahal untuk jurusan yang kurang berprospek, ibunya memintanya buat mendaftar SNBT (dulu SBMPTN) lagi dan memilih UNY.

Fyi, selama setahun berkuliah di jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) di PTS tersebut, uang kuliah yang Rahma keluarkan adalah Rp10 juta pada semester I dan turun menjadi Rp9 jutaan di semester II. Merasa uang nyaris Rp20 juta terlalu besar untuk ibunya yang seorang janda pensiunan PNS, Rahma pun makin mantap buat pindah ke PTN.

“Aku memilih UNY karena memang biaya kuliahnya terkenal murah. Ini juga kampus kependidikan, bagi calon guru seperti saya tentu menjadi sebuah kebanggaan dong,” kenang Rahma, mengingat cerita awalnya memilih UNY, kepada Mojok, Minggu (19/5/2024).

“Apalagi ini kesempatan kedua, setelah tahun sebelumnya sempat gagal dan harus kuliah di PTS yang super mahal.”

Rahma pun berhasil masuk UNY. Ia menjadi mahasiswa baru salah satu prodi di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) angkatan 2018. Ibunya bahagia, ia juga sangat sumringah, meski ke depan bakal ada banyak halang-rintang yang harus ia hadapi.

Kaget bukan main, UKT UNY kalau dipikir-pikir lebih tinggi ketimbang PTS

Ada alasan kuat mengapa ibunya ngebet meminta Rahma mendaftar ke UNY, khususnya di jurusan kependidikan atau keguruan. Ibunya Rahma adalah seorang pensiunan guru PNS, yang sudah mengabdi puluhan tahun di sebuah SMP Kota Magelang.

Alhasil, ia ingin menyaksikan anaknya itu melanjutkan jalan hidupnya tersebut. Salah satu pintu masuknya adalah kuliah di UNY, yang terkenal sebagai kampus pencetak guru.

Sayangnya, Rahma sudah langsung ditonjok oleh realitas menyakitkan. Selama kuliah di UNY, Rahma mendapat UKT golongan VI. Per semester ia harus membayar uang kuliah paling tidak Rp5,3 juta.

Tak hanya itu, Rahma juga kesulitan buat mendaftar beasiswa. Statusnya sebagai anak pensiunan PNS membuat “posisinya” di kampus dianggap sebagai mahasiswa berkecukupan.

“UKT per semester 5 jutaan itu jelas tinggi kalau bagi saya. Terlebih waktu itu adik saya juga akan kuliah 2 tahun lagi. Mau daftar beasiswa nggak bisa, mentang-mentang ibu pensiunan PNS,” ucap Rahma penuh kekecewaan.

“5 juta lebih, dikali 8 semeseter, kalau lulus tepat waktu itu ya jatuhnya habis 50 jutaan. Nggak ada bedanya sama swasta, malah lebih besar sih.”

Baca halaman selanjutnya…

Terpaksa ambil kerja sampingan. Kuliah pun berantakan sampai terancam DO.

Terpaksa ambil cuti kuliah dan cari kerja sampingan

Kekhawatiran Rahma soal biaya kuliah selangit di UNY akhirnya menemui puncaknya. Memasuki semester empat, bersamaan juga dengan adiknya mulai kuliah.

Mau tak mau, fokus ibunya jadi terpecah. Sang ibu yang awalnya hanya perlu mengeluarkan banyak duit buat biaya kuliah Rahma, kini harus dobel. Apalagi, adiknya kuliah di PTS yang besaran UKT-nya beda tipis dengan Rahma.

“Berhari-hari aku overthinking, nangis terus di kos kepikiran ibu yang pusing mikirin biaya kuliah anak-anaknya,” kata Rahma.

Saat SKS-nya makin sedikit dan sudah menyelesaikan KKN hingga PK (magang buat mahasiswa kependidikan), Rahma memutuskan buat cuti saja. Alasannya amat kuat. Pertama, ia ingin meringankan beban ibunya dengan mencari uang sendiri buat biaya kuliahnya semester depan. Kedua, dengan dia cuti, toh, ibunya jadi hanya perlu membayar uang kuliah adiknya saja kala itu.

Sempat tak direstui sang ibu, tapi keputusan Rahma sudah bulat. Ia cuti dan memutuskan bekerja paruh waktu di sebuah toko gadget. Saat akhir pekan, ia juga mengambil beberapa tawaran mengajar les privat.

“Kalau dibilang apakah kerjanya menghasilkan, ya, cukup. Setidaknya buat tabung buat bayar UKT semester depan itu bisa,” ungkap mahasiswa UNY yang terancam DO ini.

Kuliah menjadi berantakan, sampai terancam DO

Selepas cuti dan ambil kerja sampingan, kehidupan perkuliahan Rahma menjadi tak sama lagi. Sebenarnya ia sempat kembali kuliah buat skripsian, tapi bimbingannya terhambat karena fokusnya terbagi dua dengan pekerjaannya. Alhasil, selama satu semester itu kuliahnya amat zonk, meski UKT sudah ia keluarkan.

Apalagi, kondisi keuangan ibunya makin tak menentu. Ia semakin tak tega melihat ibunya yang harus kembali kerja serabutan di usia senja buat menutup kebutuhan sehari-hari.

“Aku jadi semakin sadar, nggak bisa kalau aku egois maksa kuliah sementara ibuku malah semakin terbebani. Kalau dipikir-pikir, antara aku dan adikku, kayaknya cuma satu di antara kita yang bisa lanjut kuliah,” kata mahasiswa UNY ini.

Perkuliahan Rahma semakin terabaikan. Fokusnya kini justru menjadi tulang punggung keluarga sekaligus sedikit-sedikit membantu membiayai kuliah adiknya.

Soal masa depannya, rasa takut akan kemungkinan DO nyatanya tak lebih besar ketimbang rasa khawatirnya mengenai kesehatan sang ibu. Kini, mahasiswa UNY tersebut berada di tahun-tahun terakhir perkuliahannya. Jika dua semester lagi ia tak lulus, kemungkinan DO semakin nyata.

“Buat apa lulus kuliah kalau ibu jadi sakit-sakitan karena memikirkan beratnya uang kuliah. Aku lebih rela mengubur mimpi. Toh, soal cita-cita ibu, adikku masih bisa mewujudkannya,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Polemik UKT Naik: UPNVJ “Kuliahkan” Mahasiswa Miskin sementara Unsoed Bikin Camaba Nelangsa Bersiap Gagal Kuliah

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version