Mahasiswa UGM nilai dosen-dosen UGM yang ada di dekat Jokowi punya kepentingan
Muhammad Daffa (22) Mahasiswa UGM Jurusan Hubungan Internasional Fisipol UGM, mengatakan ia tertarik dengan politik pemerintahan, sehingga meski bukan jurusan Departemen Politik Ilmu Pemerintahan, ia pernah ikut di kelas jurusan tersebut karena tertarik dengan isu tersebut.
Bagaimana pandangan Daffa dengan adanya pandangan dosen di UGM yang disebut-sebut jadi operator politik Jokowi?
“Kalau dari pandangan saya pribadi sebenarnya cukup memalukan atas apa yang mereka lakukan. Mereka adalah akademisi punya ilmu dan pintar. Namun, lagi-lagi orang pintar itu belum tentu orang yang baik yang bisa menggunakan ilmunya dengan baik,” kata Daffa.
Daffa melihat terutama dalam masa pemerintahan Jokowi di periode kedua banyak akademisi yang tidak menggunakan ilmunya dengan baik, lebih terasa lagi menjelang Pemilu 2024. “Bahkan yang bergelar guru besar sekalipun tidak bisa menggunakan ilmunya dengan baik,” ujar Daffa.
Daffa mengatakan, obrolan yang sekarang berkembang di tongkrongan bersama mahasiswa UGM lainnya, khususnya mahasiswa Fisipol UGM, tak jauh dari orang-orang yang ada di kubu Jokowi. Terutama yang berada di gerbong pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02.
Ia dan teman-temannya membagi orang-orang tersebut dalam tiga golongan. Pertama, orang-orang yang punya kepentingan, kedua orang-orang yang memang tersandera karena isu. Ketiga orang yang tidak bisa menyikapi situasi saat ini dengan kritis.
“Kami sepakat, dosen-dosen kami di Fisipol UGM adalah orang-orang yang punya kepentingan, entah karena yang mereka dapatkan di UGM kurang, sehingga mencoba mencari kuasa dan materi dengan cara mendekatkan para pemerintahan saat ini, atau mereka punya kepentingan lain yang tidak kita tahu,” kata Daffa.
Bukan hanya malu, tapi miris
Menurut Daffa, ia dan teman-temannya bukan hanya merasa malu, tapi juga miris. Ini karena sebagai intelektual mereka sudah jauh belajar tentang ilmu politik, tapi menggunakannya dengan tidak etis.
“Tapi tidak bisa dipungkiri juga, ilmu politik dan ilmu pemerintahan yang dosen-dosen Fisipol UGM ajarkan ke mahasiswa itu juga mengajarkan tentang cara melanggengkan kekuasaan. Akhirnya ilmu-ilmu tersebut memang mereka gunakan, tapi tidak dengan cara yang etis. Tidak dengan cara semestinya,” katanya .
Daffa menceritakan yang terjadi di Departemen Hubungan Internasional UGM. Dari apa yang ia saksikan dan rasakan, dosen-dosen UGM di departemennya berada pada kubu yang silang pendapat dengan apa yang pemerintah sekarang lakukan.
“Banyak hal, tapi yang paling utama itu pasti terkait bagaimana demokrasi mulai digerus nilai-nilainya dengan cara yang tidak etis, Bahkan ternyata pelakunya orang-orang yang ada di UGM itu sendiri yang mendukung Jokowi,” kata Daffa.
Pratikno bantah sebagai operator politik Jokowi
Praktino ketika mendapat pertanyaan dari Tempo apakah menjadi operator politik Jokowi, menjawab bahwa tugas Menteri Sekretaris Negara meliputi pemberian dukungan teknis, administrasi, dan analisis urusan pemerintah untuk membantu presiden dan wakil presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Sehingga ia perlu aktif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan semua menteri, kepala lembaga, kepala daerah. Termasuk dengan mitra kerja pemerintah sesuai dengan ketentuan.
Ardi Dwipayana dalam tanggapannya di Tempo.co tentang banyaknya aksi dari berbagai kampus yang mengkritik Jokowi mengatakan, dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Kritik, kata Ari, adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita.
“Demikian perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yg sangat wajar dalam demokrasi,” kata Ari.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News