Mahasiswa Ikut Program Magang Merdeka MBKM, Berakhir Keteteran Kuliah Demi Perbaiki Nilai

magang merdeka mbkm.MOJOK.CO

Ilustrasi mahasiswa (Mojok.co)

Tidak semua mahasiswa yang ikut program Magang Merdeka, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) punya pengalaman mujur seperti dapat uang saku dan rekognisi SKS. Justru ada yang harus rela sempat keteran kuliah.

***

Magang Merdeka program MBKM Kemendikbud memang jadi primadona. Banyak cerita mahasiswa yang dapat uang saku yang cukup untuk menabung beli laptop idaman. Selain itu, program ini juga bisa direkognisi menjadi 20 SKS.

Namun, ada juga mahasiswa yang merasakan pengalaman agak apes. Sejak program ini pertama kali bergulir pada 2020 silam, kampus-kampus memang berlomba untuk melibatkan mahasiswanya. Sebagai informasi, program Magang Merdeka ini memang terdiri dari dua kategori.

Kategori pertama adalah program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yang mendapat pengawasan langsung dari Kemendikbud. Benefitnya, mahasiswa bisa mendapatkan Biaya Bantuan Hidup (BBH) hingga uang transport.

Sementara program kedua, merupakan magang mandiri yang dikoordinasikan oleh kampus. Kampus mengeksekusi program ini dari pendanaan dan penyelenggaraan namun masih tergolong program MBKM.

“Dulu, aku ikut Magang Merdeka dari kampus di perusahaan pembuatan software. Awalnya dapat janji magangnya bisa direkognisi jadi 20 SKS. Tapi karena salah input, jadi tetap harus kuliah,” keluh Roja (22), bukan nama sebenarnya, mahasiswa semester akhir di sebuah PTN.

Roja dan timnya mendapat pendanaan dari kampus sebesar Rp10 juta. Jumlah yang menurutnya tidak terlalu banyak mengingat dibagi ke 10 mahasiswa dan proses kerjanya selama enam bulan.

“Dan uangnya itu juga untuk mendukung produk dari program kami. Jadi luaran magang ada tiga, produk, HKI, sama buku,” ungkapnya.

Menjelang mulai semester 5 pada 2021 lalu, ia melakukan input 24 mata kuliah. Roja berasumsi, 20 di antaranya bisa transfer dari kegiatan magangnya di perusahaan pembuatan perangkat lunak selama enam bulan.

Beberapa pekan awal, ia pun fokus melakukan kerja di perusahaan tempatnya magang. Bidang yang ia kerjakan agak berbeda dengan jurusan kuliahnya. Sehingga, ia harus belajar banyak mengoperasikan program elektronika yang masih asing.

Ilustrasi. Magang jadi momen mahasiswa mencari pengalaman kerja (Jason Goodman/Unsplash)

MBKM bikin keteran dan dapat nilai C karena lalai input mata kuliah

Banyak kegagalan dalam proses uji coba membuat program. Meski lelah, mereka tetap semangat karena proses ini bernilai 20 SKS.

Namun, baru berjalan beberapa pekan, ia dapat kabar kalau janji di awal bahwa magangnya ternyata harus tetap menjalankan perkuliahan. Mulai dari kelas daring, mengerjakan tugas, hingga ujian. Praktis, ia dan rekan-rekan harus kerja penuh waktu dari pagi sampai sore sambil membagi waktu dengan perkuliahan.

“Ya bayangkan saja, ngerakit program sambil buka Zoom untuk dengerin penjelasan dosen. Proyek yang harusnya bisa selesai 4 bulan jadi molor,” ungkapnya.

Hal itu juga berdampak pada nilai mahasiswa yang anjlok pada semester tersebut. Roja misalnya, sebagai mahasiswa yang cukup ambisius dalam hal akademik, merasa berat melihat nilai mata kuliahnya C.

Lantas, ia ingin mengulang mata kuliah yang dapat nilai C tersebut di semester ganjil selanjutnya. Apalagi di semester 7, ia hanya akan mengambil mata kuliah skripsi dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) dengan mengajar.

“Menginjak semester 7, prodi menawarkan program MBKM terintegrasi PPL yang didalamnya terdapat rekognisi mata kuliah pilihan, saya mengambil peluang tersebut berharap bisa memberpaiki beberapa nilai saya sebelumnya,” ungkapnya.

Mau tidak mau, Roja harus mengambil beban yang tidak seharusnya ia pikul. Padahal PPL saja sudah menuntutnya mengajar 22 jam selama sepekan di sebuah SMA. Meski agak kewalahan, akhirnya IPK-nya kembali pulih.

Jika umumnya mahasiswa hanya perlu 144 SKS untuk lulus, karena rentetan urusan MBKM ini, hingga sekarang SKS Roja mencapai 160-an. Meski, banyak menambah pengalaman, ia mengaku cukup kewalahan di semester 7.

“Termasuk pengeluaran uang pribadi jadi banyak banget. Terbanyak sepanjang kuliah karena kegiatannya padat,” keluhnya.

Namun, belakangan ia menyadari bahwa salah dalam memahami mekanisme rekognisi. 20 SKS rekognisi yang dijanjikan hanya bisa jika mata kuliah yang ia ambil sesuai dengan kegiatan magang.

“Saya lalai dalam memahami mekanisme rekognisi, saya hanya mengambil sedikit mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kegiatan magang MBKM. Sehingga tidak dapat memperoleh rekognisi 20 sks penuh,” paparnya.

Baca selanjutnya…

Di sisi lain, ada yang bisa magang dari kos gajinya Rp3 juta per bulan

Sisi lain: bisa nabung beli Macbook gara-gara Magang Merdeka

Jika Roja bernasib agak apes, lain cerita dengan mantan peserta magang MSIB yang langsung dari Kemendikbud. Aqib (23), dulu mengaku bisa menabung dari uang yang ia dapat selama magang di sebuah media nasional.

“Padahal saat itu karena masih Covid-19, aku kerjanya remote (jarak jauh), cukup dari kos,” kata Aqib.

Saat itu, Aqib melakukan pendaftaran pada laman Kemendikbud. Proses seleksinya langsung dengan perusahaan yang jadi tujuan.

Laki-laki asal Pati ini mengambil posisi sebagai desainer grafis pada periode magang September 2021 sampai Februari 2022 silam. Semua tugas dari kantor cukup ia kerjakan di depan laptop.

Memang, saat itu magangnya hanya bisa terkonversi jadi 3 SKS kuliah. Magang itu menggantikan mata kuliah Proyek Perencanaan Iklan. Meski cuma 3 SKS, baginya itu tidak jadi masalah karena bisa dapat uang saku yang lumayan.

“Nominalnya Rp3 juta per bulan. Itu dari Kemendikbud dananya,” ungkap laki-laki yang saat ini sudah lulus dari UPN Veteran Yogyakarta ini.

Baginya yang dulu masih jadi mahasiswa yang masih dapat uang saku dari orang tua, pendapatan dari magang bisa ia gunakan untuk menabung.

“Jadi bisa beli Macbook. Satu hal yang dulu cuma kebayang doang ternyata bisa kesampaian,” tuturnya.

Namun, program Magang Merdeka MSIB seperti Aqib memang punya batasan kuota. Sehingga, seleksinya terbilang ketat.

Sebagai informasi MBKM merupakan program untuk mempersiapkan karier komprehensif bagi mahasiswa. Ada berbagai program unggulan seperti MSIB, Kampus Mengajar, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Wirausaha Merdeka, hingga Indonesian International Student Mobility Awards.

Revisi

Pada Sabtu (23/12/2023), narasumber meminta Mojok untuk mengoreksi pernyataannya. Ia mengaku lalai dalam menyampaikan mekanisme rekognisi. Ia hanya mengambil sedikit mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kegiatan magang MBKM, sehingga tidak bisa memperoleh rekognisi 20 SKS secara penuh.

Untuk itu, berdasarkan permintaan narasumber, Mojok merevisi beberapa konteks dalam artikel:

– Judul sebelumnya: “Mahasiswa Tertipu Program Magang Merdeka MBKM, Berakhir Keteteran Kuliah Demi Bantu Kampus Kejar Target” diubah menjadi Mahasiswa Ikut Program Magang Merdeka MBKM, Berakhir Keteteran Kuliah Demi Perbaiki Nilai“.

– Awalnya terdapat kutipan narasumber: “Semester 5 tertipu, semester 7 terpaksa,” imbuhnya berkelakar. Lalu kami revisi menjadi:

Namun, belakangan ia menyadari bahwa salah dalam memahami mekanisme rekognisi. 20 SKS rekognisi yang dijanjikan hanya bisa jika mata kuliah yang ia ambil sesuai dengan kegiatan magang. 

“Saya lalai dalam memahami mekanisme rekognisi, saya hanya mengambil sedikit mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kegiatan magang MBKM. Sehingga tidak dapat memperoleh rekognisi 20 sks penuh”

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Terancam Drop Out, Nestapa Mahasiswa UNY dan ITS Jalani Semester 14 Penuh Tekanan dan Kesepian

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version