Kehilangan ayah beberapa hari sebelum wisuda
Meski terlihat lancar-lancar saja, perjalanan akademik Venna hingga lulus kuliah di Unesa tak terlepas dari masa-masa sulit. Beberapa minggu menjelang wisuda, ayahnya, Tan Kiet Hua, berpulang akibat serangan jantung.
Kehilangan itu menyisakan ruang hening di hidupnya, tetapi bukan untuk membuatnya berhenti. Venna pun memilih bangkit, melanjutkan langkah yang sudah ia jalani selama ini. Terlebih, ia masih punya ibu, Oei Gwan-Gwan, yang saat itu sedang sakit. Itulah alasan utama yang membuatnya harus lebih kuat dari sebelumnya.
“Sedih itu pasti. Tapi saya tahu Papa ingin saya tetap kuat dan terus berjalan,” ucapnya lirih.
Berkat ketekunan dan kesabarannya, Tuhan seolah membuka jalan bagi Venna. Tak perlu waktu lama baginya untuk mendapat kerja usai wisuda. Lulusan S1 Pendidikan Bahasa Mandarin Unesa itu kini telah berkarier sebagai penerjemah bahasa Mandarin di PT Anlan Biotechnology Indonesia, sebuah perusahaan maklon minuman serat dan suplemen kesehatan asal Tiongkok.
Venna berujar bekerja dengan rekan-rekan dari Tiongkok membuatnya terbiasa dengan ritme profesional yang cepat dan efisien. Dari sana, ia belajar bahwa ketepatan waktu, fokus, dan daya tahan bukan hanya tuntutan, tetapi kunci untuk terus tumbuh.
“Mereka sangat menghargai hasil, tapi juga saling mendukung,” ujarnya tersenyum, “itu menular ke saya.”
Bagi Venna, keberhasilan bukan sekadar siapa yang paling cepat mencapai garis akhir, tetapi siapa yang tetap melangkah meski jalannya sunyi. Ia sudah membuktikan bahwa ketekunan mampu membuka ruang-ruang baru—dari Surabaya, Wuhan, hingga Jakarta.
Bahasa Mandarin sebagai alat memahami dunia
Bagi Venna pribadi, Bahasa Mandarin bukan sekadar rangkaian huruf yang ia terjemahkan setiap hari, tapi jalan yang membawanya memahami dunia bahkan dirinya sendiri. Dengan menguasai bahasa selain bahasa ibu terutama Mandarin, ia yakin ilmu itu dapat mengantarkan dirinya ke mimpi yang lebih besar.
“Bahasa Mandarin bagi saya bukan hanya sarana bicara, tapi jendela yang membuka cara pandang baru terhadap dunia,” ujarnya.
Beruntung, lahir dari keturunan Tionghoa juga membuatnya mudah beradaptasi. Tak sedikit pula keluarga Tionghoa di Indonesia yang masih mengajarkan anaknya Bahasa Mandarin agar mereka tak lupa pada akarnya.
Kini, setiap kali menatap huruf Mandarin di layar komputernya, Venna tahu ia sedang menulis bab baru dalam hidupnya. Bab yang diawali tantangan, tetapi tumbuh menjadi kisah tentang kekuatan, kasih, dan keyakinan.
“Kalau ada yang saya pelajari dari semua ini, Tuhan tidak pernah terlambat memberi waktu terbaik,” ucapnya.
Cerita Venna tersebut sebagaimana dimuat dalam laman resmi Universitas Negeri Surabaya (Unesa)
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Cerita Lulusan Bahasa Mandarin UM Malang Dulu Dianggap Enggak Guna tapi Sekarang Panen Cuan, Biaya Kuliah Tak Semahal Jadi Dokter dan Polisi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












