Pada umumnya, kehadiran KIP Kuliah membantu mahasiswa dari keluarga kurang mampu agar tetap bisa menempuh pendidikan tinggi. Begitu pula yang dirasakan Al Barr (19) pada mulanya. Namun, mahasiswa ISI Yogyakarta itu mengaku beasiswa kuliah tersebut tak sepenuhnya membantu, terutama untuk hidup di perantauan.
***
Al Barr bukannya tak bersyukur bisa lolos seleksi beasiswa, sehingga menjadi mahasiswa penerima KIP Kuliah. Dulu, orang tuanya sempat pesimis mendukung mimpi anaknya kuliah, apalagi di perantauan. Alasannya tak jauh dari kondisi ekonomi keluarga.
“Aku dan ibu tinggal di rumah ayah tiriku. Ayah tiriku ini seorang buruh tani yang gajinya sekitar Rp500 ribu per bulan. Sedangkan, ibuku guru bakti yang gajinya Rp500 – Rp600 per bulan,” jelas Al Barr kepada Mojok, Senin (25/8/2025).
Sontak, pendapatan orang tuanya tersebut tak dapat mencukupi kebutuhan biaya kuliahnya di perantauan. Boro-boro kuliah, untuk mencukupi sandang dan pangan saja susah. Bahkan, ibu Al Barr sering lembur membuat kue dan menjualnya ke warung-warung guna menambah penghasilan.
Namun, keinginan Al Barr untuk kuliah tak bisa diredam. Sejak SMK ia ingin mengembangkan bakat dan minatnya di dunia pefilman. Oleh karena itu, setelah lulus SMK perempuan asal Aceh itu mendaftar ke Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja lewat jalur SNBT. Agar orang tuanya tidak khawatir, Al Barr berujar bakal mencari beasiswa kuliah.
KIP Kuliah tak cukup penuhi kebutuhan biaya hidup
Saking banyaknya informasi beasiswa kuliah di internet, Al Barr jadi kelabakan sendiri. Ia bingung harus mendaftar yang mana. Hal itu berdampak pula pada pengumpulan berkas. Beruntung, Al Barr dapat informasi soal KIP Kuliah nyaris di akhir deadline.
“Aku daftar di akhir, tepat H-6 jam sebelum pendaftaran ditutup karena aku nggak tahu sama sekali terus diingetin temanku kalau ada beasiswa itu,” ucap perempuan asal Aceh tersebut.
“Akhirnya aku submit jam 23.00 WIB malam itu,” lanjutnya.
Beruntung, Al Barr tak terlalu kesulitan memahami syarat pengumpulan berkas karena ia bekas siswa multimedia. Untuk surat-suratnya juga sudah ada, sehingga tinggal mengunggah saja.
Beruntung untuk yang kedua kalinya, Al Barr diterima sebagai mahasiswa KIP Kuliah. Namun, bukan berarti masalah Al Barr langsung terselesaikan. Mengacu pada hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), bantuan biaya hidup per bulan untuk mahasiswa dibagi menjadi 5 klaster wilayah yakni Rp800 ribu, Rp950 ribu, Rp1,1 juta, Rp1,25 juta, dan Rp1,4 juta.
Sementara, Ketua Pusat Studi Ekonomi Keungan dan Industri Digital (PSEKUIN) UPN Veteran Yogyakarta, Ardito Bhinadi mencatat, rata-rata pengeluaran hidup mahasiswa DIY pada tahun 2024 sebesar Rp2,96 juta per bulan.
Artinya, KIP Kuliah yang diterima Al Barr tak cukup mampu memenuhi biaya hidup dia sepenuhnya. Al Barr tetap harus memutar otak dengan mencari biaya tambahan jika ingin bertahan di perantauan.
Apalagi dana KIP Kuliah tidak langsung cair pada semester pertama, sehingga ia tetap harus punya modal awal. Al Barr juga sempat menemui jalan buntu saat berdiskusi dengan orang tuanya.
Nyaris gagal kuliah di ISI Yogyakarta
“Ayah tiri aku tidak mendukung sama sekali, hanya ibu yang ikut membantu meski hanya dengan doa,” kata Al Barr.
Doa ibu yang terus mengiringi dan mimpi Al Barr yang masih menggebu, membuatnya makin bertekad untuk kuliah. Kalau KIP Kuliah belum cukup, Al Barr harus mencari jalan lain. Maka, muncullah ide untuk berjualan online.
Al Barr mulai menjual tas hasil dari kerajinan tangannya, tapi karena tidak banyak yang beli ia beralih membuat kue kering. Tak berhenti sampai di situ, Al Barr juga mengembangkan usahanya menjual buket balon hingga aksesoris gelang.
Dari bisnis terakhirnya itu, Al Barr akhirnya bisa mengantongi uang dua digit untuk modal kuliah dan merantau ke Jogja. Bisnis itu pun masih ia teruskan saat kuliah di ISI Yogyakarta.
“Aku harus ekstra putar otak untuk cari biaya hidup sendiri, mulai dari makan, biaya tugas, uang kos, dan sebagainya. Di sisi lain, aku juga harus rajin kuliah agar nilaiku tinggi dan aman untuk kategori penerima KIP Kuliah,” jelas Al Barr.
Harus kuliah sambil kerja demi bertahan hidup
Namun, berjualan online saja ternyata tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup Al Barr saat kuliah di ISI Yogyakarta. Ada kalanya keuntungan bisnis Al Barr merosot karena sepinya pelanggan. Sementara, dana KIP Kuliah sudah habis untuk biaya penugasan film.
Di tengah kebingungannya mencukupi kebutuhan hidup, Al Barr kemudian dapat ide untuk berjualan bunga hanya dengan modal Rp200 ribu.
“Itu beneran uang terakhir. Kalau jual bunga masih gagal, otomatis ya, entahlah huhuhu,” kata Al Barr.
Ternyata doa Al Barr berhasil terkabul. Bisnis jualan bunganya laris manis terutama saat Hari Girlfriend Day. Sampai-sampai, keuntungannya bisa ia sisihkan untuk membeli iPhone second seharga Rp7 juta.
Namun, saat kisah itu ia bagikan di media sosial, Al Barr justru mendapat banyak nyinyiran. Sebagian netizen menganggap Al Barr tak bijak menggunakan uangnya dengan membeli barang mahal apalagi ia adalah mahasiswa penerima KIP Kuliah. Cerita selengkapnya bisa dibaca di sini.
Padahal, kata Al Barr, iPhone itu ia gunakan sebagai investasi membangun usahanya di masa depan. Bukan untuk gaya-gayaan semata. Bukan juga karena kastanya sudah naik kelas.
“Sebagai orang yang punya bisnis kecil, foto produk yang bagus itu jadi bagian paling penting. Selain aku gunakan untuk memfoto, iPhone juga barus untuk membuat video promosi. Selain itu, masih banyak lagi manfaatnya,” jelas Al Barr.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Mahasiswa Unair Makan Sehari Sekali hingga Cari Sisa untuk Hidup di Surabaya, Uang KIP Kuliah Ludes buat Bantu Orangtua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












