Memasuki masa penerimaan mahasiswa baru (PMB), pemerintah kembali menegaskan bahwa pihkanya melarang anak PNS mendapatkan beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Hal ini disampaikan langsung oleh Sony H. Wijaya dari Tim Teknis KIP Kuliah Puslapdik Kemendikbud Ristek.
“Iya. Tetap tidak boleh walaupun gajinya rendah, misal Golongan I,” ungkapnya, melansir Kompas.com, Selasa (5/3/2024).
Hal itu buntut dari salah satu postingan di media sosial X, @sbmptnfess, pada awal tahun 2024 ini.
Tips!? Anak PNS bisa lolos kip-k. Rill ayah ku pns tpi aku kuliah gak ngeluarin sepeser pun buat kuliah gak bayar ukt samsek mustahil? Buktinya aku bisa ptn! pic.twitter.com/AznWDWDI0A
— BURUANN CEK PINNED!!— SBMPTNFESS (@sbmptnfess) January 30, 2024
“Tips!? Anak PNS bisa lolos kip-k. Rill ayah ku pns tpi aku kuliah gak ngeluarin sepeser pun buat kuliah gak bayar ukt samsek mustahil? Buktinya aku bisa ptn!” tulis pengunggah.
Persoalan apakah anak PNS berhak menerima beasiswa negeri atau tidak, mengingatkan saya pada Rani (23), mahasiswa PTN Jogja asal Magelang yang mengalami diskriminasi secara berlapis-lapis selama berkuliah.
Bagaimana tidak. Rani mendapat UKT tinggi, lebih dari Rp4 juta tiap semester. Jalannya memperoleh beasiswa pun dipersulit, sudah sekian kali mencoba langsung tertolak saat baru mendaftar. Perkaranya hanya satu: gara-gara dia anak PNS. Celakanya, Rani adalah anak PNS miskin yang hidupnya pas-pasan.
Ibunya adalah seorang PNS guru dengan gaji golongan 3C sebesar Rp3,2 juta per bulan. Ibunya juga seorang janda, yang seorang diri harus menguliahkan Rani dan adiknya. Sayang beribu sayang, niat Rani buat meringankan beban ibunya dengan mendaftar beasiswa selalu kandas hanya karena dia anak PNS.
Ditertawakan guru BK saat hendak daftar Bidikmisi
2019 lalu, saat memasuki masa penerimaan mahasiswa baru, Rani mencoba peruntungannya. Bersamaan dengan masa pendaftaran SNMPTN, Rani bermaksud mendaftar beasiswa Bidikmisi (sekarang Beasiswa KIPK). Tujuannya tak lain dan tak bukan untuk meringankan beban ibunya.
“Minimal kalau dapat bidikmisi, ibuku cuma perlu memikirkan biaya kuliah adikku saja,” ujar Rani, Minggu (18/2/2024) lalu.
Ia sudah meminta izin ke ibunya dan mendapat restu. Berdasarkan pengalaman kakak kelasnya juga, sebenarnya buat lolos bidikmisi tak terlalu sulit. Buktinya, ada banyak kakak kelas yang sebetulnya tajir, tapi lolos beasiswa ini. “Makanya aku juga yakin bakal lolos,” sambungnya.
Saat sedang konsultasi dengan guru BK untuk menentukkan prodi dan kampus pilihannya di SNMPTN, Rani menyampaikan niatnya. Kebetulan, hampir semua siswa yang ikut seleksi SNMPTN juga mendaftar beasiswa Bidikmisi.
Sayangnya, jawaban yang ia terima sangat menyakitkan. Ia ditertawakan oleh guru BK dan beberapa guru lain di ruangan konsultasi saat itu. Mereka tidak menyarankan Rani mendaftar Bidikmisi “karena anak PNS”.
“Mereka bilang, ‘bisa-bisanya anak PNS daftar Bidikmisi’. Lah, mereka mikirnya anak PNS itu semua kaya raya kali ya,” kata dia, mengingat perkataan menyakitkan sang guru BK. “Katanya suruh kasih kesempatan yang lebih membutuhkan,” lanjut Rani.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi di PTN Kota Jogja ini pun amat kecewa. Belum juga mendaftar, tapi penolakan sudah ia terima.
Ditolak 8 beasiswa lain, juga gara-gara anak PNS
Tak bisa ikut Bidikmisi, Rani masih berharap pada asa lain. Memasuki semester dua perkuliahan, Rani bergabung ke UKM penelitian dan karya tulis ilmiah. Kebetulan, tiap kali ada info beasiswa, baik negeri maupun swasta, UKM-nya selalu mendapat keistimewaan.
Hampir slot jatah beasiswa yang kampusnya dapat, berasal dari mahasiswa di UKM ini.
Saat ada pengumuman pendaftaran beasiswa, Rani kembali mencoba peruntungannya. Nilai semester satunya sangat bagus. Di atas 3,5 alias cumlaude. Tentu dia memenuhi syarat untuk mendaftar beasiswa.
UKM-nya juga tak melarang, sebab semua boleh mendaftar tanpa terkecuali. “Sayangnya waktu pengumuman, aku ditolak. Jadi satu-satunya mahasiswa dari UKM aku yang enggak lolos administrasi.”
Ia shock berat. Bagaimana mungkin dia tak lolos syarat administrasi. Sebab, ia yakin semua persyaratan sudah lengkap. “Nah, pas tanya ke senior ternyata alasanku tidak lolos karena aku anak PNS, gaji terlalu tinggi,” kata Rani.
Dia coba berlapang dada. Toh, bakal ada beasiswa lain di kemudian hari. Namun, satu yang bikin dadanya sesak, ternyata beberapa temannya ada yang memalsukan data penghasilan orang tua. “Ada yang ngisi 800 ribu sebulan, 700 ribu. Sementara aku ngisi sesuai gaji yang ibuku terima.”
Nestapa Rani nyatanya tak sampai di situ. Berulang kali ia mendaftar beasiswa lain tapi hasilnya selalu sama. Kadang, terlintas di benaknya untuk memalsukan data orang tuanya. Namun, itu sangat mustahil. Total, jumlah beasiswa yang menolaknya ada delapan.
Baca halaman selanjutnya…
Rela kerja nyablon demi bisa lanjut kuliah
Kerja nyablon buat meringankan beban ibunya
Selama kuliah, Rani mengaku kalau uang sakunya masih lancar. Namun, ia juga tahu banting tulang ibunya untuk mencari uang tersebut. Ibunya juga harus meminjam uang ke beberapa temannya saat memasuki masa pembayaran UKT untuk dia dan adiknya.
Maka dari itu, Rani terus mencoba hidup prihatin. Selama di kos, ia hanya membeli segala sesuatu yang dibutukan saja. Nongkrong pun jarang, apalagi berlaku hedon. Ia juga sempat meminta izin ibunya buat ambil kerja sampingan, tapi selalu mendapat larangan.
“Kata ibu suruh fokus kuliah aja,” ujar anak PNS ini.
Paham kalau kondisi keuangan ibunya makin memburuk, Rani memutuskan cuti pada 2022 lalu. Ia memilih menunda skripsinya, yang untungnya, sang ibu mengizinkan.
Selama masa cuti, Rani bekerja di toko percetakan dan sablon kaos milik sahabatnya. Ia bekerja sebagai admin sekaligus marketing. Sambil mempraktikkan ilmu kuliahnya, kata Rani. Yang jelas, ia bekerja tanpa sepengetahuan ibunya.
Barulah setelah hampir sembilan bulan bekerja, Rani akhirnya mengaku. Dan benar saja, ibunya marah-marah dan memaksa Rani berhenti bekerja. Meskipun demikian, hasil kerjanya itu cukup untuk membayar UKT-nya selama di semester selanjutnya dan membiayai segala keperluannya selama skripsian.
Pada Selasa (5/3/2024), saya kembali menghubungi Rani untuk mengucapkan selamat atas wisudanya akhir Februari lalu. “Terima kasih, Mas, buat ucapannya,” jawabnya singkat, membalas pesan saya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News.