Stadion Tambaksari Surabaya Saksi Banyak Peristiwa Sejak 1920 tapi Terpaksa Ditinggalkan, Mau Nostalgia pun Tak Bisa karena “Terhalang” GBT

Stadion Tambaksari Gelora 10 November Surabaya venue AFF U-19 Penuh Kenangan Bonek dan Persebaya MOJOK.CO

Ilustrasi - Stadion Tambaksari alias Gelora 10 November Surabaya venue AFF U-19 penuh kenangan Bonek dan Persebaya. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Stadion Tambaksari atau yang bernama asli Stadion Gelora 10 November Surabaya menyimpan banyak kenangan dan kerinduan bagi para Bonek. Sayangnya, stadion bersejarah tersebut kini sudah tak bisa dinikmati lagi sejak Persebaya pindah markas ke Stadion Gelora Bung Tomo (GBT).

***

Stadion Gelora 10 November terpilih menjadi salah satu venue untuk gelaran Piala AFF U-19 2024. Hanya memang tidak menjadi markas bagi Timnas Indonesia.

Stadion dengan nama lawas Stadion Tambaksari itu lantas menjadi sorotan. Sebab, satu lampunya mati saat berlangsungnya laga Vietnam vs Myamnar pada Kamis (18/7/2024) lalu.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sebenarnya sudah langsung memberi klarifikasi atas hal tersebut. Katanya, satu lampu memang sengaja dimatikan oleh pihak PLN karena mengalami panas berlebih.

Terlepas dari komentar-komentar minor atas kejadian itu, sebenarnya Stadion Gelora 10 November menyimpan kerinduan bagi warga Surabaya, khususnya para Bonek. Sebab, di stadion itulah para Bonek (angkatan lama) bisa menyaksikan dan mendukung secara langsung klub kebanggaan Kota Pahlawan; Persebaya.

Niat nostalgia di Stadion Tambaksari Gelora 10 November

Tentu ada banyak pertimbangan kenapa Eri Cahyadi mengajukan Stadion Gelora 10 November sebagai salah satu venue AFF U-19. Satu di antaranya sebagai momen nostalgia atas rekam jejak stadion yang lahir lebih dulu dari GBT tersebut.

“Stadion ini pernah menjadi homebase tiga klub Surabaya yang bermain di level tertinggi, mulai Persebaya, Niac Mitra, dan Assyabaab. Jadi benar-benar penuh kenangan,” ujar Cak Eri, sapaan akrabnya, seperti Mojok kutip dari laporan Humas Pemkot Surabaya.

Selain itu, di stadion itu pula pernah berlangsung berbagai laga Timnas dan pertandingan yang legendaris melibatkan klub-klub dunia.

Eri Cahyadi saat mengecek kesiapan Stadion Tambaksari Gelora 10 November Surabaya jelang AFF U-19. (Dok. Pemkot Surabaya)

“Dulu Ajax Amsterdam, PSV Eindhoven, bahkan AC Milan pernah main di sini. Du sini juga akhirnya Persebaya juara Liga Indonesia (Divisi Utama) 2004 setelah menang lawan Persija,” sambung Cak Eri.

Momen tersebut menjadi momen monumental karena pada dasarnya Bajul Ijo saat itu bukanlah tim favorit juara. Mengingat statusnya sebagai tim promosi dari Divisi 1. Terlebih, Jackson F. Thiago yang menukangi Persebaya saat itu masih minim jam terbang.

Kata Cak Eri, dengan menjadi venue AFF U-19 2024, warga Surabaya juga bisa bernostalgia atas kenangan-kenangan di Stadion Tambaksari.

Rasa rindu yang tak terjawab

Ketimbang Gelora 10 November, Nowi (30) lebih akrab menyebutnya Stadion Tambaksari. Karena itu memang nama lawasnya.

Saat membaca berita Surabaya bakal jadi tuan rumah AFF U-19, ia sebenarnya sudah mengira kalau stadion tersebut tak akan jadi kendang Timnas Indonesia. Stadion GBT jelas akan menjadi pilihan utama. Karena memang sudah menjadi ikon utama dalam sepakbola Kota Pahlawan.

Lahir sebagai warga asli Surabaya, pemuda Pacarkeling tersebut memang memiliki pengalaman yang tak terlupakan dengan Stadion Tambaksari.

“Kenangan masa SMP banyak di situ. Sering nonton Persebaya sama anak-anak kampung lain,” ujarnya kepada Mojok, Minggu (21/7/2024).

Sebenarnya sejak markas Persebaya pindah ke GBT, ia masih beberapa kali ikut nribun di GBT. Hanya saja menjadi tak seintens dulu karena persoalan jarak yang begitu jauh. Berbeda dengan Stadion Tambaksari yang masih terjangkau dari rumahnya.

“Kalau fasilitas jelas lebih bagus GBT. Tapi yang bikin kangen (Tambaksari) itu kan askesnya mudah. Jadi dulu lebih gampang aja buat nribun,” jelasnya.

Bagi Nowi, meski jadi venue AFF U-19, tetap saja tak mengobati rasa rindunya nribun di Stadion Gelora 10 November. Sebab, tak ada alasan untuk nribun di sana lantaran tak menjadi markas utama Timnas Indonesia.

“Nanti misalnya Timnas masuk final, kayaknya mainnya juga di GBT kan. Jadi ya nggak nemu kesan nostalgia di Tambaksari,” tutur Nowi.

Baca halaman selanjutnya…

Stadion dengan model satu-satunya di dunia

Stadion Tambaksari Gelora 10 November hanya tinggal kenangan

Sebelumnya, saya pernah ngobrol dengan Bonek angkatan lama dari Kampung Lemah Putro, Surabaya. Antara lain Sudarsono (51) dan Aris Susanti (49). Mereka kini hanya bisa menikmati pertandingan Persebaya lewat TV, karena tak bisa menjangkau GBT.

“Saya dulu sering nonton langsung ke stadion pas Persebaya masih main di Gelora 10 November. Tapi kalau ke GBT, jauh, jadi nonton di TV,” jelas Sudarsono.

Stadion Gelora 10 November Surabaya Tampak Depan. (Dok. Pemkot Surabaya)

Stadion Tambaksari merekam betapa loyalnya Sudarsono sebagai seorang Bonek. Dulu tiap Persebaya main, ia rela tak jualan (nasi goreng) demi nribun. Tradisi yang ternyata masih ia bawa sampai sekarang. Bedanya, kalau sekarang ia meninggalkan jualan dengan hanya bisa menikmati laga Bajul Ijo lewat TV.

Sementara bagi Aris Susanti, Stadion GBT menyimpan kenangan momen saat ia bersama anak dan suaminya yang Bonek sejati nribun untuk nonton Persebaya. Hal itu menjadi momen yang sering terjadi saat Persebaya main di Stadion Tambaksari.

Kenangan yang kini hanya tinggal kenangan, karena Stadion Tambaksari sudah tak lagi jadi kendang bagi Persebaya.

“Pertimbangan nggak nonton langsung di GBT karena jauh. Jadi waswas. Karena lokasinya sepi dan jauh dari pemukiman. Gelap juga. Takut jadi korban kriminal,” tutur Aris Susanti.

Dulu lapangan untuk main orang Belanda

Stadion Tambaksari konon sudah ada sejak awal abad 20, masuk bagian dari proyek pembangunan Kota Surabaya 1907-1923. Waktu itu masih bernama Lapangan Tambaksari.

Melansir dari berbagai sumber, lapangan tersebut dibangun Pemerintah Hindia Belanda sebagai tempat aktivitas olahraga orang-orang Belanda, yang kemudian jadi markas untuk klub Soerabaiasche Voetbalbond (SVB).

Pada 1949, Lapangan Tambaksari diambilalih oleh Persebaya. Lalu pada 1954 direnovasi oleh arsitek Tionghoa bernama Ir. Tan Giok Tjiauw untuk kemudian diresmikan dengan nama Stadion Tambaksari.

Menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) VII 1969, renovasi kembali dilakukan. Selain itu juga terjadi pergantian nama dari Stadion Tambaksari menjadi Gelora 10 November.

Stadion tersebut lantas menjadi markas bagi Persebaya hingga 2017, sebelum akhirnya pindah ke GBT.  Stadion ini juga telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya pada 1996.

Stadion dengan deretan pepohonan di tengah tribun

Stadion ini memiliki sisi unik yang masih terus dipertahankan hingga sekarang, yakni keberadaan pohon angsana di sela-sela tribun yang berfungsi sebagai atap alami.

Jelang AFF U-19 2024, sebenarnya ada wacana untuk memotong pohon tersebut jika AFF menghendaki demikian. Tapi ternyata tidak ada permintaan, sehingga pohon tersebut masih ada hingga AFF U-19 bergulir.

“Seninya (dari Stadion Gelora 10 November) kan di situ (ada pohon di dalam stadion). Jadi lebih adem,” kata Cak Eri awal Juli 2024 lalu saat ditanya awak media.

Deretan pepohonan di dalam Stadion Gelora 10 November Surabaya. (Dok. Surabaya Tourism)

Melihat deretan pohon-pohon tersebut, kapten Australia U-19 Marcus James Younis bahkan mengaku kagum.

“Ini pertama kalinya bagiku (melihat ada pohon di dalam stadion). Itu keren. Rumputnya juga bagus dan ini stadion yang baik,” ungkap Marcus, Kamis (18/7/2024) kepada Antara.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh sang pelatih, Trevor Morgan, yang mengaku baru pertama kali ini melihat ada pohon yang dibiarkan tumbuh di dalam stadion.

Itulah kenapa dalam wawancara bersama Historia, dosen Unesa sekaligus peneliti sejarah olahraga Rojil Nugroho Bayu Aji berani menyebutnya: mungkin menjadi satu-satunya stadion di dunia yang di dalamnya terdapat deretan pepohonan.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA: Stadion GBT Punya 1 Cela yang Bikin Surabaya Jadi Sorotan Minor Media Asing, 14 Tahun Jadi Rasan-rasan tapi Belum Ada Solusi Jangka Panjang?

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

 

Exit mobile version