Kredit murah sepeda motor yang mengancam Bus Prayogo
Tanda-tanda zaman yang Maryanto lihat adalah murahnya kredit sepeda motor. “Cuma bayar DP berapa juta, bahkan ratusan ribu rupiah, orang bisa pulang bawa motor. Itu artinya tantangan pada transportasi umum, termasuk usaha saya,” kata Maryanto.
Pak Maryanto bahkan pernah melakukan survei di perempatan Gedongan, tak jauh dari garasi Bus Prayogo di Jalan Godean. Saat lampu lalu lintas berwarna merah, ada puluhan sepeda motor bahkan jika dijumlah dari sisi arah yang lain bisa sampai seratusan sepeda motor yang sedang berhenti.
Maka ia memperkirakan di masa depan, sudah tidak banyak lagi orang-orang yang menggunakan bus jarak pendek. Ia berpikir keras agar bisnisnya bisa terus hidup.
Ia memutuskan membeli bus-bus besar dan membuka trayek jarak jauh. Menurutnya, meski orang-orang mudah memiliki sepeda motor, tapi kalau bepergian jauh pasti pilihannya pada transportasi umum.
“Saya buka trayek Jogja-Sumatera, sampai sekarang masih untuk yang Yogyakarta-Pekanbaru,” kata Maryanto.
Namun, bus penumpang jarak jauh ternyata juga punya tantangan. Di Indonesia di tahun 2000-an awal, banyak bermunculan maskapai penerbangan dengan tiket murah. Kondisi ini berpengaruh juga pada usaha bus penumpang.
“Tapi setelah ada peristiwa pesawat jatuh ke laut, itu orang banyak yang memilih ke transportasi darat, itu lancar lagi usahanya,” katanya. Armada bus jarak pendek, mulai ia kurangi jumlah armadanya. Sampai kemudian, tutup total seusai pandemi.
Masa depan ada di bus pariwisata
Bersamaan dengan membuka trayek jarak jauh, Bus Prayogo mulai membeli bus pesar untuk armada bus pariwisata. Ia melihat, banyaknya orang yang ingin berwisata membuka peluang untuk jasa wisata.
“Dulu orang mau berwisata kan naiknya bis penumpang biasa, nggak nyaman. Kalau khusus naik bus pariwisata kan kenyamanannya beda,” kata Maryanto. Saat ini total ada 10 armada bus pariwisata yang beroperasi.
Menurutnya, bus pariwisata ini akan selalu dicari oleh masyarakat. Apalagi saat ini kebutuhan berwisata bagi masyarakat sudah jadi seperti kebutuhan pokok.
Covid membuat bus milik PO Bus Prayogo tumbuh rumput
Menurut Maryanto, PO Bus Prayogo mengalami masa-masa krisis selama perjalanan hidupnya. Namun, tidak seberat masa krisis Covid-19.
Masa krisis moneter di tahun 1990-an bisa perusahaannya lewati. Saat itu nilai dollar tinggi sekali. Padahal spare part armada bis sebagian besar harus impor. Kondisi krismon menyebabkan harga spare part, mahal sekali. Namun, baginya meski berat tapi masa-masa itu nggak seberat saat pandemi Covid-19.
“Saat pandemi itu armada bus kami sampai tumbuh rumput,” kata Pak Maryanto terbahak.
“Lah gimana nggak berat, dua tahun nggak beroperasi. Cuma yang rute jarak jauh saja, gimana caranya harus jalan saat itu,” kata Pak Maryanto.
Usap pandemi, dengan berat hati, ia juga harus menutup rute jarak pendek yang jadi saksi hidup perjalanan Bus Prayogo.
“Setelah pandemi kami menutup rute Jogja Wates, Jogja Godean-Kenteng. Sebelum pandemi sudah sulit, ditambah pandemi makin sulit,” kata Maryanto.
Menurut Maryanto, Bus Prayogo adalah bus lokal yang terakhir menutup trayek Jogja Wates atau Kulon Progo, bus lain seperti PO Pemuda sudah terlebih dulu gulung tikar.
Maryanto menyadari bahwa salah satu cara bertahan adalah dengan membaca zaman. Namun, sejujurnya, ia juga belum tahu strategi apa yang akan ia lakukan untuk menghadapi tantangan di masa depan. Saat ini usaha PO Prayogo sudah ia serahkan operasionalnya kepada putranya, Eko Yudianto.
Menurut Penjelasan Mar Ardhi, saat ini untuk PO Prayogo mengoperasikan bus jarak jauh, Jogja Sumatera (Pekanbaru) sebanyak 10 bus, bus Jogja-Purwokerto 4 bus dan bus pariwisata sejumlah 10 bus.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Sopir Bus Pariwisata Berbagi Rahasia Membuat Penumpang Rewel Jadi Bahagia
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News