“Dari sini, saya bisa baca karakter kalian,” kata pelatih saya seketika usai botol minum itu habis, dan mulailah ia menceritakan alasannya mengapa kami harus minum satu botol air dan dibagi-bagi.
Rupanya, ini juga bentuk sanksi kecil-kecilan untuk kami karena di antara kami ada yang tidak membawa botol minum. Padahal, air minum menjadi kebutuhan wajib yang harus dibawa saat latihan.
“Kalian harus ingat untuk saling peduli. Saya yakin mungkin tadi ada yang ragu-ragu mau minum seteguk-seteguk tapi memutuskan minum cuman satu botol karena takut yang lain nggak kebagian,” kata pelatih Tapak Suci saya melanjutkan. Saya langsung melongo karena merasa ditunjuk sebagai orang itu.
“Tapi mungkin ada juga yang mbatin, karena ternyata ada teman kalian yang minum lebih dari setengah botol sangking hausnya. Tapi sekali lagi, saya salut karena kalian tidak marah. Mungkin saat melihat wajah pucat pasi teman kalian, kalian jadi ingin memberi lebih,” lanjutnya.
“Nah, itu yang saya inginkan. Anggaplah teman latihan kalian di sini sebagai saudara.”
Kok bisa teraniaya karena silat?
Jika saya pikir kembali, metode pelatihan coach kami memang sering begitu. Jika ada salah satu dari kami melakukan kesalahan, yang lain juga harus kena agar saling mengingatkan. Kecuali, kalau evaluasi secara individu. Pun jika ada yang gagal dalam pertandingan, yang lain harus menyemangati.
Oleh karena itu, saya cukup kaget saat melihat berita viral dari pesilat. Bukan karena prestasinya, tapi atas kegaduhannya. Misalnya, kejadian oknum pesilat dari Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) yang mengeroyok penjual nanas di Gresik hingga tewas.
Lalu, seorang pesilat Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (PN) yang membacok sekelompok oknum perguruan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti di Jombang.
Teranyar, seorang remaja berinisial MPS (17) asal Boyolali, Jawa Tengah yang tewas saat mengikuti latihan silat. Pemuda itu meninggal saat mengikuti latihan silat pada Kamis (22/5/2025) dini hari atau sekitar pukul 00.30 WIB di tempat latihannya.
Polres Boyolali telah menetapkan seorang pelatih silat sebagai tersangka, karena menendang dada korban satu kali, sebelum korban meninggal. Menurut kesaksian teman-teman korban, korban sempat terjatuh dan meringis kesakitan sambil memegangi dada, hingga dibawa ke rumah sakit tapi nyawanya tidak tertolong.
Miris. Batin saya saat itu. Karena, meski hanya mengikuti latihan Tapak Suci secara singkat, saya paham bela diri sejatinya mengajarkan kami soal akhlak bukan kekerasan. Seperti kata pelatih Tapak Suci, Bowo Saputro, yang pernah Mojok wawancara.
“Di perguruan kami, tidak mengejar banyak pendekar supaya terlihat ‘wah’. Lebih menekankan pemahaman gerak beladiri yang matang dan juga akhlaknya,” terangnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Kapok Berurusan dengan PSHT: Dihajar “Tanpa Ampun” saat Latihan, Babak Belur Dikeroyok Gara-gara Hal Sepele atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












