Pemilik apotek yang 8 tahun menolak diparkiri, kasihan pelanggan beli obat murah tapi bayar parkir
Selanjutnya, ada kisah dari pemilik apotek di sebuah kabupaten di barat Jawa Tengah. Sejak buka usaha pada 2016 silam, ia terus menolak tawaran berbagai pihak yang hendak menariki parkir di halaman depan apoteknya.
Tak mengherankan sebenarnya, pasalnya keberadaan apotek tersebut ada di dekat pertigaan yang cukup ramai. “Padat banget, memang strategis untuk bisnis. Tentu bagi tukang parkir juga menarik,” kata Adit (33), anggota keluarga pemilik bisnis apotek tersebut saat Mojok hubungi Senin (15/4/2024).
Tantangannya tentu bagaimana cara bernegosiasi dengan berbagai pihak, termasuk ormas, yang ingin menjadi tukang parkir. Pernah ada pula yang mengatakan perwakilan dari ormas. Bahkan ada yang menyebut punya relasi di Pemda untuk meyakinkan Adit dan keluarganya.
“Sampai sekarang ya kalau saya hitung bisa sekitar 20 pihak termasuk ormas yang datang,” terangnya.
Penolakan demi penolakan Adit dan keluarganya layangkan karena prinsipnya bahwa apotek ini belum perlu penataan parkir. Selain itu, ia mengaku tak nyaman dengan perilaku pungli sekaligus kasihan terhadap pelanggan.
“Kasihan pembeli yang beli obat murah, nggak sampai Rp5000 masa parkirnya lebih dari setengahnya,” keluhnya.
Selain itu, terkadang, sebagai pengusaha ia merasa miris. Ia mengaku margin penjualan obat-obatan tidak selalu besar. Bahkan, banyak di antaranya yang hanya ratusan rupiah saja.
“Bayangkan saja, jualan obat Bodrex itu untungnya nggak sampai Rp200, tukang parkirnya dapat Rp2000,” tuturnya.
Nominal Rp2000 memang tidak terlalu besar. Namun, baginya tidak semua orang rela untuk menyerahkan jika tidak merasa perlu.
Itulah kisah beberapa pengusaha “kecil” di Jogja dan Jawa Tengah yang ingin pelanggannya nyaman tanpa tarikan parkir yang semestinya. Tentu, ada tantangan. Namun, mereka memilih untuk bertahan dengan prinsipnya.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News