Tak hanya memotret pilunya kehidupan para tunawisma, Jalan Teknika UGM juga menjadi saksi bobroknya para mahasiswa di Jogja. Bagaimana tidak, di hadapan orang-orang tua rentan yang diabaikan negara itu, mereka kerap mabuk dan muntah sembarangan di sana.
Jalan Teknika sendiri merupakan jalan yang membentang dari depan Fakultas Teknik UGM, dekat Pogung Kidul, sampai area kampus MM UGM di Jalan Kaliurang. Ia memiliki dua ruas jalan, yakni Jalan Teknika UGM Utara dan Jalan Teknika UGM Selatan.
Sejak lama, kawasan ini memang terkenal sebagai “rumah” bagi puluhan tunawisma. Saat siang hari, di tengah-tengah ruas jalan bagian utara dan selatan, ia penuh dengan para tunawisma yang menunggu kebaikan hati pengguna jalan.
Sementara saat malam tiba, ruas jalan di depan Fakultas Teknik UGM dipenuhi oleh para manusia gerobak yang tidur beralaskan kardus. Malam itu, Sabtu (22/6/2024) sekitar pukul 00.30 WIB dini hari, saat mendatangi lokasi itu saya menjadi saksi betapa bejat dan zalimnya para mahasiswa di sana.
Tempat mahasiswa tak beradab, mabuk dan muntah sembarangan di depan tunawisma
Malam itu, saya mengobrol panjang lebar dengan Maman dan Ibah, dua tunawisma yang sudah setahun terakhir “tinggal” di Jalan Teknika UGM. Cerita pilu mereka pun sempat saya tulis dalam liputan berjudul “Kisah Pilu Kakek Tua di Jalan Teknika UGM, Hidup di Jalanan Setelah Ditelantarkan Anak yang Sudah Sukses”, yang tayang pada Minggu (23/6/2024).
Namun, malam itu tak cuma cerita kepiluan para tunawisma yang saya dapat. Tapi juga kebejatan demi kebejatan mahasiswa yang entah, saya tak punya kata ganti selain “tolol” untuk menggambarkan perilaku mereka.
Sekitar pukul 01.30 WIB dini hari, di tengah-tengah tengah obrolan kami, sebuah sepeda motor tiba-tiba melipir ke trotoar Jalan Teknika UGM. Awalnya, saya berpikir kalau pengendara berhenti karena merasa ada yang tak beres dengan motornya.
Ternyata, dugaan saya salah. Setelah turun dari sepeda motor, orang yang membonceng di jok belakang langsung jongkok dan memuntahkan isi perutnya. Suara mual orang tersebut terdengar jelas meski jaraknya beberapa puluh meter dari tempat kami duduk.
Dari adegan tersebut, ada dua hal gila. Pertama, ia muntah amat dekat dengan tunawisma yang sedang tidur. Kedua, lelaki yang muntah itu, tengah mengenakan PDL–entah ormawa, organisasi ekstra kampus, atau semacamnya.
“Di sini kan memang tempat favorit orang muntah-muntah, Mas,” ujar Ibah, seperti menangkap keheranan saya. “Tunggu jam 2-an, nanti banyak yang seperti itu,” sambungnya.
Dengan logat Jawa yang kental, Ibah bercerita kalau kejadian yang barusan kami saksikan adalah hal lumrah di sana. “Pokoknya nih, Mas, kalau tiba-tiba ada mobil berhenti ya kemungkinan cuma dua. Itu orang ngasih nasi atau ngasih bubur [muntahan],” kata Ibah, yang mengaku sudah berdamai dengan perilaku tersebut saking seringnya terjadi.
Pemandangan lazim di Jalan Teknika UGM, bahkan para tunawisma yang kerap membersihkannya
Baik Maman ataupun Ibah, tak mau menggeneralisasi apakah orang-orang yang muntah di sana tiap malam adalah mahasiswa atau bukan. Meski Jalan Teknika UGM berada di area kampus, siapa saja bisa lewat di sana.
Namun, karena–dengan sangat kebetulan–malam itu “oknum” yang muntah tengah memakai PDL kampus, kedua tunawisma ini sama-sama sepakat kalau pelakunya adalah mahasiswa Jogja. Walaupun juga tak tahu mahasiswa kampus mana.
Lebih menyakitkan lagi, Ibah bercerita kalau para tunawisma lah yang kerap membersihkan sisa-sisa muntahan tersebut.
“Yang lucu itu kalau bareng-bareng, Mas, muntahnya. Jadi nggak cuma satu orang, tapi ramai-ramai pada berjejer gitu muntahnya,” kata Ibah.
“Namanya muntahan kan beda-beda. Kalau sampai parah muntahannya banyak gitu, ya kami bersihin. Kan nggak enak sama orang, nanti dikiranya kami di sini yang muntah-muntah sembarangan.”
Jujur, Ibah mengaku tak sakit hati dengan perilaku orang-orang tersebut. Sebab, ia sadar diri kalau di jalanan semua hal bisa terjadi.
Namun, ia hanya menyebut, seandainya pelakunya benar-benar mahasiswa Jogja, maka itu tak ada beda dengan binatang. “Ya kayak binatang toh, Mas, nggak bisa mikir. Orang kalau mau muntah ambil kresek terus dibuang di tempat sampah apa susahnya. Takutnya kalau sembarangan gitu bisa-bisa muntahin kita-kita yang di sini,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News