Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan keprihatinan mendalam atas serangkaian kebijakan pendidikan di Jawa Barat yang terus menuai badai protes publik.
Kondisi ini, menurut JPPI, jadi bukti nyata bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat sudah saatnya membuka mata dan telinga, menghadapi realitas pahit di lapangan.
Pemantauan intensif JPPI dari Januari 2024 hingga Juli 2025 membongkar adanya lima anomali serius yang mencengkeram pendidikan di Jawa Barat.
Anomali ini, meski sebagian merupakan warisan dari masa lalu, justru makin parah akibat pendekatan “jalan sendiri” Pemprov Jawa Barat dalam merumuskan kebijakan publik.
“Ini adalah alarm keras buat Gubernur dan seluruh jajaran Pemprov,” tegas Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam keterangannya kepada Mojok, Kamis (24/7/2025).
Rekor memalukan Jabar di dunia pendidikan
JPPI mencatat, Jawa Barat kini “memegang rekor memalukan” sebagai provinsi dengan angka Anak Tidak Sekolah (ATS) terbanyak di Indonesia. Jumlahnya mencapai 616.080 anak.
Angka ini jauh melampaui provinsi lain. Yang kalau menurut Ubaid, menjadi “sebuah bukti kegagalan fundamental dalam menjangkau dan mempertahankan anak-anak di bangku sekolah”. Lebih jauh, ia sekaligus menjadi indikasi buruknya layanan dasar pendidikan di Jawa Barat.
Tak hanya itu, Jabar juga menjadi episentrum kekerasan di lingkungan pendidikan. Kekerasan seksual, perundungan, dan kekerasan fisik mendominasi laporan, mengubah sekolah yang seharusnya jadi tempat aman menjadi arena rawan kekerasan.
“Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang tanggung jawab Pemprov,” tegas Ubaid.
Lebih lanjut, provinsi ini menyandang status sebagai sarang tawuran pelajar terparah, dengan kasus yang merajalela di puluhan desa atau kelurahan.
JPPI menilai kondisi ini bukan lagi sekadar kenakalan remaja, melainkan cerminan kegagalan pendidikan karakter dan intervensi sosial dari pemerintah daerah. Ironisnya, Jabar juga menjadi benteng intoleransi di sekolah.
Kasus-kasus seperti kurangnya guru agama untuk minoritas, persekusi pelajar beda keyakinan, hingga ujaran kebencian menggerogoti semangat Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya dijunjung tinggi di institusi pendidikan.
Terakhir, JPPI menyoroti skandal penahanan ijazah dan ingkar janji Pemprov. Ratusan pengaduan kasus penahanan ijazah oleh sekolah masih terkatung-katung karena Pemprov Jawa Barat ingkar janji untuk membayar uang tebusan kepada sekolah swasta.
“Sebuah tindakan yang merenggut masa depan anak-anak,” sambung Ubaid.
Baca halaman selanjutnya…
Pemprov Jabar diminta buat akhiri ego, tak antikritik, dan hentikan pengerahan buzzer.












