MOJOK.CO – Banyak yang menilai pertemuan Gibran dan Prabowo di Solo pekan lalu menyiratkan dukungan Presiden Jokowi dan Wali Kota Solo tersebut pada pencapresan Prabowo. Namun, pakar politik berkata lain, seperti apa?
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjamu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Angkringan Omah Semar, Solo, pada Jumat (19/5/2023) pekan lalu.
Tak sekadar pertemuan, putra pertama Jokowi ini diketahui juga mengumpulkan para relawannya di lokasi tersebut. Bahkan, relawan Gibran menyatakan dukungan kepada Prabowo untuk menjadi capres di Pemilu 2024 mendatang.
Banyak media nasional dan sejumlah pakar membaca pertemuan ini sebagai manuver Jokowi yang bermain dua kaki dalam Pilpres kali ini. Dalam hal ini, memberikan dukungan pada Prabowo Subianto maupun Ganjar Pranowo.
Kendati demikian, peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menyebut bahwa sangat riskan jika Jokowi bermain dua kaki.
Perlu diketahui, hingga saat ini status Jokowi adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sementara partai berlogo banteng itu telah mendeklarasikan Ganjar sebagai calon presiden mereka.
“Artinya, akan ada konsekuensi yang didapat oleh Jokowi jika ia mendukung calon presiden dari partai lain,” ujar Wasisto, saat dihubungi Mojok, Selasa (23/5/2023).
Ini bahkan sudah terlihat dengan pemanggilan Gibran oleh DPP PDIP sehari setelah pertemuan tersebut. Kendati akhirnya Gibran tak disanksi, tapi ini telah mengindikasikan bahwa PDIP bisa bertindak tegas kepada kader yang menyalahi aturan partai, sekalipun itu Jokowi.
“Partai punya aturan tegas, apalagi soal pencapresan. Jadi, risiko besar jika Jokowi mendukung capres selain dari PDIP,” sambungnya.
Bisa mencederai banyak hal
Senada dengan Wasisto, peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan menegaskan bahwa seandainya Jokowi memberikan dukungan pada salah satu capres, maka ini akan mencederai banyak hal.
Hal tersebut terkait posisi Jokowi yang hingga saat Pilpres berlangsung masih berstatus sebagai presiden Indonesia.
“Seandainya Jokowi mendukung salah satu capres, baik itu Ganjar maupun Prabowo, ini justru akan rawan kecurigaan terkait independensi pemilu maupun indikasi kecurangan dan sebagainya,” tutur Rafif, Selasa (23/5/2023).
“Artinya, sulit untuk melihat Jokowi bermain dua kaki,” ia menyambung.
Lebih lanjut, Rafif juga menambahkan bahwa tanpa pertemuan Gibran- Prabowo sekalipun, sebenarnya suara simpatisan Jokowi memang telah terbelah. Ada yang mendukung Ganjar, dan tak sedikit yang memilih Prabowo.
Artinya, tanpa bermain dua kaki sekalipun, banyak pendukung Jokowi yang akan nyoblos Prabowo.
Kata Rafif, hal ini dipengaruhi dua hal. Pertama, citra Prabowo sudah berubah sejak masuk kabinet Jokowi. Dulu sebagai kompetitor, kini sebagai rekan politik.
Sementara faktor kedua adalah ciri khas Jokowi yang memang menarik. Di satu sisi, Jokowi merupakan sosok nasionalis yang mewakili PDIP. Tapi di sisi lain, ia juga mewakili gagasan pembangunan Golkar maupun ide-ide islamis ala PPP.
“Jadi, Jokowi terkesan lebih cair untuk dipilih oleh kelompok manapun. Tanpa pertemuan itu, suara pendukungnya pun telah terpecah,” pungkasnya.
Gibran tak mewakili posisi Jokowi
Sementara itu, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, Arga Pribadi Imawan, juga merasa sangsi Jokowi bermain dua kaki.
Menurutnya, argumen yang menyebut pertemuan Gibran-Prabowo menyiratkan indikasi permainan dua kaki Jokowi tidaklah kuat. Sebab, meski punya hubungan kekeluargaan, Gibran tak serta merta mewakili pandangan Jokowi.
“Meski satu keluarga, masing-masing tokoh pasti punya rasionalitas sendiri-sendiri,” kata Arga kepada Mojok.
Hal tersebut bisa dilihat, salah satunya, mengingat saat ini Gibran sudah masuk dalam jajaran elite nasional. Perlu diketahui, baru beberapa tahun terakhir Gibran masuk dunia politik dan langsung terpilih sebagai Walikota Solo.
Artinya, sebagai politisi muda, ia begitu menjanjikan.
Bahkan, selain mewakili anak muda, ia juga digadang-gadang bakal menjadi pemimpin di masa depan bagi Indonesia. Alhasil, aspek dan citra inilah yang harus dirawat serta dijaga oleh Gibran.
“Maka kemudian seandainya secara keputusan Gibran masih berada di bawah bayang-bayang Jokowi, ini akan memengaruhi elektabilitasnya nanti,” tambah Arga.
“Dengan demikian, apa yang dilakukan Gibran ini murni atas dasar rasionalitasnya sendiri, dan tidak mewakili pandangan Jokowi,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi