MOJOK.CO – Istilah pelanggaran atau kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), begitu akrab dengan momen-momen pemlihan umum (Pemilu). Namun, tahukah kamu apa itu TSM, serta pelanggaran atau kecurangan seperti apa yang tergolong sebagai TSM?
Seperti kita ketahui, pada dua edisi pilpres sebelumnya, yakni 2014 dan 2019, ada tuduhan pihak pemenang melakukan kecurangan TSM. Proses pemungutan serta penghitungan suara yang KPU lakukan pun digugat.
Pada Pemilu 2014, kubu Prabowo-Hatta mengajukan permohonan perselisihan hasil pilpres kepada Mahkamah Konstitusi (MK) karena dugaan TSM. Sayangnya, MK menolah permohonan itu dan kemenangan Jokowi-JK tak tergoyahkan.
Lima tahun berselang, kubu Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Sandiaga Uno, kembali mengajukan sengketa serupa. Lagi-lagi, kita tahu kelanjutannya: akar rumput jadi berkonflik, polarisasi menajam, dan Prabowo-Sandi tetap kalah di persidangan.
Mengenal TSM
Istilah TSM muncul dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), khususnya pada pasal 286. Namun, pasal itu membahas pelanggaran TSM dalam konteks pemilihan anggota legislatif.
Secara terminologi, pelanggaran “terstruktur” sendiri artinya sebagai kecurangan yang aparat lakukan secara struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.
Sementara pelanggaran “sistematis” maknanya sebagai pelanggaran yang berencana, secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Adapun pelanggaran “masif” adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan.
Aturan lebih rinci mengenai pelanggaran TSM tertuang dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum.
Dalam peraturan tersebut, laporan atas dugaan pelanggaran TSM bisa Bawaslu sidangkan jika ada bukti yang terjadi di sejumlah wilayah.
“Untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah provinsi di Indonesia,” bunyi pasal 24 ayat (8) huruf c Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018.
Bukti dan jenis TSM
Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, bahwa salah satu syarat pelanggaran pemilu masuk kategori TSM adalah dengan adanya bukti bahwa kecurangan terjadi paling sedikit setengah dari jumlah provinsi di Indonesia.
Dengan merujuk 38 provinsi, artinya pihak pelapor harus memberikan bukti kecurangan minimal di 19 provinsi yang ada di Indonesia.
Melansir laman bawaslu.go.id, alat bukti untuk menunjukkan kecurangan atau pelanggaran pemilu tersebut antara lain keterangan saksi, surat dan tulisan, petunjuk, dokumen elektronik, keterangan pelapor atau terlapor dalam sidang pemeriksaan, dan keterangan ahli.
Lebih lanjut, menurut Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018, pelanggaran TSM sendiri terbagi menjadi dua objek. Pertama, perbuatan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Kedua, adanya unsur perbuatan atau tindakan yang menjanjikan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu atau pemilih secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi