MOJOK.CO – Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin selama 3 jam di Jakarta, pada Senin (10/7/2023) kemarin. Pakar politik UGM Arga Pribadi Imawan menyebut bahwa pertemuan ini mengindikasikan beberapa hal krusial terkait peta politik menjelang Pemilu 2024.
Seperti yang kita ketahui, dalam pertemuan yang berlangsung di Rumah Dinas Widya Chandra itu, jajaran elite Partai Gerindra dan PKB juga turut mendampingi dua tokoh ini.
Seperti Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, Wasekjen PKB Syaiful Huda, hingga Waketum Partai Gerindra Sugiono.
Seusai pertemuan, Sufmi Dasco mengungkapkan isi pertemuan tersebut. Menurutnya, ada tiga pokok pembicaraan yang dibahas Prabowo dan Cak Imin.
“Banyak hal yang dibicarakan. Pertama mengenai permasalahan utama, mengenai penyelenggaraan ibadah haji, bagaimana yang sekarang dan ke depan,” kata Dasco, melansir Detik, Rabu (12/7/2023).
Wakil Ketua DPR ini melanjutkan, pembahasan kedua terkait situasi geopolitik mutakhir di Tanah Air maupun global. Sementara yang terakhir, ia membeberkan pembicaraan Prabowo Subianto dan Cak Imin juga membahas simulasi capres dan cawapres.
“Yang paling paling menarik itu kan mengenai simulasi-simulasi ini. Nah, itu yang kemudian dibicarakan selama 3 jam,” imbuhnya.
Lantas, dari pembahasan tersebut, bagaimana pertemuan Prabowo dan Cak Imin ini dimaknai?
Potensi koalisi nasionalis-islamis
Menurut Arga Imawan, salah satu makna pertemuan tersebut adalah kemungkinan bersatunya lagi kekuatan nasionalis dan islamis sebagai pasangan capres dan cawapres dalam pemilu.
Kata Arga, secara historis perkawinan itu sangat mungkin, mengingat pada pilpres-pilpres sebelumnya pasangan nasionalis-islamis sudah kerap muncul.
“Berkaca dari sejarah, selalu ada perkawinan antara nasionalis dan agamis,” kata Arga kepada Mojok, Selasa (11/7/2023) kemarin.
Misalnya, pada Pemilu 2004 muncul pasangan Megawati Sukarnoputri yang mewakili nasionalis dengan KH Ahmad Hasyim Muzadi dari Nahdlatul Ulama (NU). Kemudian ada juga Jokowi yang menggaet figur agamis, Ma’ruf Amin, pada Pemilu 2019 lalu—dan memenangkannya.
Bahkan, calon lawan Prabowo dalam pilpres nanti, yakni Ganjar Pranowo, kemungkinan besar juga akan menggaet figur agamis sebagai cawapresnya.
Meskipun pada 2019 lalu Prabowo dekat dengan pemilih islam, sosoknya lebih kental dengan figur nasionalistik. Ini tak lepas juga dari background-nya sebagai seorang mantan perwira militer. Sementara Cak Imin, merupakan tokoh islamis yang punya basis pendukung besar dari kalangan NU.
“Jadi, pasti sudah ada kalkulasi yang dilakukan oleh kedua tim terkait potensi ini,” sambungnya.
Siasat Prabowo dulang suara di Jatim
Perkawinan nasionalis-agamis, di sisi lain juga bisa memberikan keuntungan elektoral bagi Prabowo. Kata Arga, secara geografis Jawa Timur merupakan basis pendukung Cak Imin dan PKB—tapi tak cukup bersahabat dengan Prabowo dan partainya.
Pada Pemilu 2019 lalu saja, misalnya, pasangan Prabowo-Sandi kalah telak dari Jokowi-Amin di provinsi ini. Prabowo hanya mampu meraup 8,4 juta suara (34 persen), separuh dari perolehan Jokowi yang mendapat 16 juta suara (66 persen).
Sementara secara partai, bersama dengan PDIP, PKB mendapat suara terbanyak, yakni 4 juta. Sementara Partai Gerindra hanya bisa mengantongi 2 juta suara.
“Prabowo ingin mengambil celah itu, menjadikannya [Jawa Timur] ladang-ladang pemilihnya,” kata Arga.
Kendati demikian, Arga tetap meyakini bahwa Prabowo masih akan mempertimbangkan masak-masak untuk menarik Cak Imin sebagai wakilnya.
Hal ini, salah satunya, disebabkan karena elektabilitas Cak Imin yang tak kunjung membaik. Dalam banyak survei, tingkat keterpilihan Cak Imin sebagai cawapres sangatlah rendah, bahkan tak pernah masuk lima besar teratas.
“Tentu saja ini juga akan menjadi pertimbangan Prabowo, apakah pada akhirnya bakal mengusung Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya atau tidak,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi